Demikian disampaikan Direktur Pusat Kajian Timur Tengah dan Dunia Islam (PKTTDI) Universitas Muhammadiyah Jakarta (UMJ), Hery Sucipto, kepada
Rakyat Merdeka Online, Kamis (18/9).
"Sejauh ini saya menilai kinerja BNPT tidak maksimal dan terjebak pada rutinitas dan formalitas kegiatan yang semestinya tidak perlu dilakukan," kata Hery.
Ia menjelaskan, peran-peran yang dilakukan BNPT selama ini tidak mampu membendung dan mencegah gerakan terorisme dan radikalisme.
"BNPT sering melakukan diskusi, FGD, seminar, sosialisasi soal deradikalisasi, dan sejenisnya. Tapi aksi teror dan maraknya gerakan radikal terus terjadi. Fakta ini seakan mengkonfirmasi BNPT gagal melakukan tugasnya," papar Hery.
Selain itu, lanjut kader muda Muhammadiyah ini, melakukan program deradikalisasi di luar negeri (kedutaan/perwakilan RI) tidak tepat. Itu justru salah sasaran.
"Yang di dalam negeri saja tidak maksimal, kok malah melakukan itu di luar negeri. Ini mubazir, sama halnya menghamburkan uang rakyat," tandasnya.
Dengan anggaran APBN Rp 300 miliar, seharusnya BNPT dapat melakukan upaya penanggulangan terorisme dan mencegah munculnya gerakan-gerakan radikal di tanah air, termasuk munculnya ISIS.
Untuk itu, Jokowi-JK diminta mengevaluasi keberadaan BNPT. Lebih baik, lembaga itu dilebur ke dalam Kemenko Polhukam. "Itu bagian efisiensi dan penghematan seperti yang dicanangkan Jokowi-JK," pungkasnya.
[zul]
BERITA TERKAIT: