“Ini batal demi hukum, karena tidak ada kajiannya. Undang Undang Nomor 18 Tahun 2013 tentang Advokat masih sangat relevan dilaksanakan hingga saat ini. Ngapain mau direvisi,†tegas Syukri kepada wartawan, kemarin.
Menurutnya, banyak pasal yang tidak jelas dalam draf RUU yang baru. Salah satunya, dengan menghilangkan wadah tunggal yang betugas mengawasi para advokat. Dia berpendapat, wadah tunggal justru bisa menghasilkan advokat yang profesional.
“Guna mendapatkan advokat yang profesional dan mandiri, menurut saya single bar lah wadah yang cocok karena akan terjadi pengawasan yang ketat,†jelas Syukri.
Ketua Bidang Pendidikan Khusus Profesi Advokat Dewan Pimpinan Nasional Peradi, Shalih Mengara Sitompul menjelaskan, untuk menjaga standarisasi dan profesionalisme advokat, maka diperlukan pendidikan dan ujian terlebih dahulu bagi para calon advokat.
“Jika mau berpraktek, maka seorang advokat harus menempuh mekanisme pendidikan profesi dan ujian terlebih dahulu sebelum mendapatkan kartu izin praktek. Kalau banyak wadah, bagaimana bisa membuat standarisasi karena masing-masing organisasi punya kepentingan,†jelasnya.
Menurut Shalih, di berbagai negara yang menganut banyak organisasi profesi sejenis, kerap terjadi perselisihan karena adanya benturan kepentingan.
Direktur Litigasi Kemenkumham Agus Hariadi menjelaskan, pembahasan amandemen UU Advokat tidak menjadi prioritas pemerintah. “Amandemen ini munculnya di tengah jalan atau sejak awal tidak ada dalam prolegnas. Ini usulan DPR,†kata Agus di Jakarta, kemarin.
Agus menjelaskan, pemerintah terus mencermati masukan dari berbagai kalangan. Termasuk akademisi sehingga tidak bisa diputuskan dalam waktu dekat. Dia mengakui, masih banyak pro dan kontra di kalangan akademisi dan dunia advokat sendiri. ***
BERITA TERKAIT: