Penilaian itu disampaikan pengamat Pemilu, Ray Rangkuti dalam pesan singkat kepada
Rakyat Merdeka Online pagi ini (Jumat, 1/8).
Pertama, beber Ray, KPU sebagai penyelenggara pada dasarnya tidak memiliki kewenangan eksklusif untuk dapat bertindak sekehendak hati atas seluruh arsip pemilu. Kewajiban KPU hanya menyimpan arsip yang dimaksud, bukan kemudian memperlakukannya secara sepihak sekehendak hati.
Kedua, bahwa saat ini KPU sendiri tengah menghadapi sengketa hasil Pilpres di Mahkamah Konstitusi, menyusul gugatan yang diajukan pasangan Prabowo-Hatta. "Artinya, pembukaan kotak suara itu berlangsung secara sepihak tanpa persetujuan baik Bawaslu maupun peserta pilpres," ungkap Ray.
Ketiga, karena hasil pilpres tengah disengketakan, maka semestinya pembukaan dokumen atau arsip pemilu yang jadi bahan sengketa harus melalu persetujuan MK. Sejauh ini, MK belum membuat keputusan agar dilakukan pemeriksaan dokumen-dokumen terkait dengan hasil pilpres.
Oleh karena itu, aktivitas pembongkaran kotak suara semestinya tidak dilakukan. Apalagi hal ini dilaksanakan secara sepihak oleh KPU.
"Perlu diketahui, hak untuk mendapatkan salinan dokumen dan arsip pilpres adalah hak yang dimiliki oleh seluruh peserta pemilu dan penyelenggaranya. KPU tidak lebih berhak dari misalnya Bawaslu atau dua pasangan capres," tekan Ray.
Makanya, jika KPU dapat membuka kotak suara secara sepihak, Bawaslu dan peserta sejatinya jang memiliki hak yang sama untuk melakukannya. Tentu saja akan sangat ganjil, kalau semanya tiba-tiba ingin saling membuka kotak suara.
Sikap ini justru memberi sinyal buruk bahwa seolah KPU tidak memiliki kesiapan dan keyakinan diri bahwa apa yang telah mereka lakukan selama penyelenggeraan pilpres berlangsung sebagaimana mestinya.
"Oleh karena itu, agar tidak terlalu jauh menjadi bahan pertanyaan masyarakat dan meningkatkan ketidakpercayaan pada kinerja KPU, lembaga ini harus segera menghentikan aktivitas pembongkaran kotak suara. Cukup ditunggu nantinya di persidangan MK," demikian Ray, yang juga Direktur Lingkar Madani Indonesia ini.
KPU memang mengeluarkan surat edaran Nomor 1446/KPU tertanggal 25 Juli 2014 yang ditujukan kepada Ketua KPU Provinsi/KIP Aceh dan Ketua KPU/KIP Kabupaten/Kota seluruh Indonesia. Surat Edaran itu memerintahkan untuk membuka kotak suara.
Alasannya, KPU mengantisipasi keberatan yang diajukan oleh saksi pasangan calon presiden dan wakil presiden dalam pelaksanaan rapat pleno rekapitulasi hasil penghitungan suara pilpres secara nasional.
[zul]
BERITA TERKAIT: