"Bahkan ada teman saya yang bilang gini, 'Burhan itu memang belajar statistika dimana? Kalau di Indikator dia bekerja sebagai Direktur, belum tentu menguasai Statistika lho. Bisa jadi yang mengerjakan orang lain. Karena tidak paham statistika, dia berani saja mengklaim kebenaran absolut hasil surveinya," jelas Ketua DPP PAN Saleh P. Daulay (Sabtu, 12/7).
Saleh menilai, apa yang disampaikan temannya itu wajar. Mengingat maraknya "jualan" survei belakangan ini. Semua pihak mulai mempertanyakan latar belakang masing-masing para penjual survei itu. Kalau memang tidak memiliki back ground mendasar dalam bidang itu, semestinya dilarang untuk malakukan survei, apalagi menjualnya ke pasar politik.
"Setahu saya, Burhan memang dikenal sebagai sosok yang cerdas. Namun, saya belum menemukan latar belakang spesialisasinya dalam bidang Statistika. Ketika kuliah di IAIN Syarif Hidayatullah, dia belajar Tafsir Hadis di Fakultas Ushuluddin," beber Saleh.
Ketika belajar di Australia, Burhan juga belajar di department Asian Studies. Walaupun meneliti tentang kiprah PKS, namun penelitiannya tergolong penelitian kualitatif, bukan kuantitatif yang membutuhkan analisis statistika.
"Bukan apa-apa, saya juga alumni AS. Tetapi saya jujur mengatakan bahwa saya tidak ahli statistika. Pelajaran statistika hanya saya peroleh 2 semester. Karena itu, saya merasa tidak layak membuat survei, apalagi survei politik. Lebih jauh, saya tidak pantas mencari ma'isyah lewat survei," ungkap master Filsafat jebolan Colorado States University, Amerika Serikat ini.
Karena itu, usulan untuk melakukan audit terhadap lembaga survei sangat tepat. Malah, audit itu mesti dimulai dengan melakukan ujian statistika. Setidaknya, dua tiga orang professor ahli statistika diminta untuk menguji kemampuan basis pengetahuan statistika para peneliti di lembaga-lembaga survey yang ada.
"Bila lulus, baru dilanjutkan dengan audit terhadap metodologinya. Tetapi bila tidak lulus, segera diumumkan bahwa lembaga tersebut tidak lulus dan tidak layak melakukan survei politik," demikian Saleh.
Sebelumnya, berdasarkan hasil hitung cepat Indikator, pasangan Jokowi-JK unggul dengan raihan 52,95 persen, sedangkan Prabowo-Hatta hanya mengumpulkan 47,05 persen. Data IPI menggunakan 2 ribu TPS dengan margin of erorr 1 persen dan tingkat kepercayaan 95 persen. "Kalau hasil hitungan resmi KPU nanti terjadi perbedaan dengan lembaga survei yang ada di sini, saya percaya KPU yang salah," kata Burhan Kamis malam kemarin.
[zul]
BERITA TERKAIT: