"Pengguna sosmed cukup signifikan karena mereka juga pemilih pemula," ujar Direktur Indeks Digital Jimmi Kembaren, dalam diskusi degan 'Perang Social Media' di Warung Daun, Cikini, Jakarta Pusat, Sabtu (21/6).
Media sosial itu sendiri bisa berfungsi sebagai pengirim konten atau isu tertentu. Artinya, masyarakat pengguna bisa mengetahui isu apa yang tengah berkembang melalui akun media sosial mereka, tanpa harus menonton televisi ataupun membaca koran.
Setelah menjadi populer di media sosial, isu tersebut akan diangkat ke media konvensional lainnya.
Masih menurut Jimmi, popularitas suatu isu di media sosial bisa dimanipulasi melalui sejumlah cara. Pertama, metode buzzer. Yaitu, menggunakan atau membayar akun terkenal yang memilik
i followers banyak, untuk menggulirkan isu tertentu.
"Karena punya banyak
followers, pasti akan ada banyak
conversation," sambungnya.
Kedua, menggunakan akun buatan alias robot yang bisa melakukan tweet, retweet atau memilih teman. Akun ini bukanlah akun resmi seseorang. Namun, dengan banyaknya akun robot seperti itu, isu populer di media sosial tidak bisa dipastikan apakah alami atau buatan. Serta pola permainan di media sosial berubah drastis.
"Dulu di twitter, barometer populer adalah jumlah
follower. Sekarang sudah ada jasa penambahan follower," jelas Jimmi.
Terakhir, ia juga menyampaikan bahwa sebenarnya masyarakat sudah melihat adanya perubahan di media sosial, tap tidak masih belum bisa mengetahui seberapa besar peran akun robot itu dibandingkan akun resmi.
"Kami lihat (peran akun robot) itu ternyata cukup besar," tutup Jimmi.
[ysa]
BERITA TERKAIT: