SKANDAL HAMBALANG

Denny JA: Survei LSI Murni Bisnis, Bukan Gratifikasi

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/aldi-gultom-1'>ALDI GULTOM</a>
LAPORAN: ALDI GULTOM
  • Jumat, 30 Mei 2014, 18:26 WIB
Denny JA: Survei LSI Murni Bisnis, Bukan Gratifikasi
denny JA/net
rmol news logo Pendiri Lingkaran Survei Indonesia (LSI), Denny JA, menepis isi dakwaan Jaksa Penuntut Umum KPK yang menyebut Anas Urbaningrum menerima "gratifikasi" survei LSI sekitar Rp 478 juta.

Survei LSI itu adalah salah satu "amunisi" Anas untuk maju ke pemilihan Ketua Umum Demokrat di Kongres tahun 2010. Di persidangan kasus Hambalang tadi pagi, Jaksa menyatakan bahwa jasa survei yang seharusnya dibayar tersebut selanjutnya tak jadi dibayar. Lagi kata Jaksa, Anas menjanjikan kalau dia berhasil menjabat Ketum, maka LSI akan mendapatkan jatah untuk survei di sejumlah Pilkada.

"Dugaan saya, jaksa penuntut menggunakan data keterangan saya di KPK, tapi salah mengerti," kata Denny JA lewat akun twitternya, @DennyJA_WORLD.

Denny menyatakan, ada tiga hal yang perlu diralat soal tuduhan itu. Pertama, survei untuk kongres Demokrat itu hanyalah survei telepon kepada pemilik suara kongres. Bukan survei populasi nasional. Dengan sendirinya, surveinya pasti jauh lebih murah.

"Total Rp 478 juta itu pastilah bukan hanya biaya survei. Itu juga biaya untuk memasang iklan, membuat atribut untuk membantu kemenangan Anas," terangnya.

Ralat kedua, lanjut Denny, bantuan survei, iklan, atribut itu bukan gratifikasi melainkan perjanjian bisnis biasa.

"Saya melakukan investasi dengan harapan, jika Anas menang menjadi ketua umum, saya akan lebih dekat dengan ketua umum partai terbesar," tegasnya.

Anas juga tak pernah menjanjikan akan mengerahkan kepala daerah untuk membayar budinya. LSI tak pernah berurusan dengan kepala daerah yang menggunakan dana APBD untuk pertarungan pilkada.

Ralat ketiga, LSI hanya mengharapkan survei yang diselenggarakan Partai Demokrat, yang dibayar oleh Partai Demokrat. Semua partai besar melakukan survei untuk menyeleksi calon kepala daerahnya. Mereka membayar dengan dana partai, bukan APBD.

"Tak ada satu kasus pun LSI dibayar dengan menggunakan dana APBD untuk survei yang diminta  Demokrat. Dengan sendirinya tuduhan jaksa bahwa survei LSI sebagai 'gratifikasi' tidak tepat," ujarnya.

Setelah Anas terpilih, LSI mengerjakan survei belasan kabupaten di Aceh, atas permintaan Partai Demokrat. Keuntungan dari aneka survei itu sudah melampaui biaya investasi untuk membantu Anas menang di kongres Demokrat.

"Ini murni bisnis yang dibayar belakangan berdasarkan komitmen. Tak ada gratifikasi di sana," terangnya. [ald]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA