"Karena hanya Prabowo dan Jokowi yang pupuler, lainnya tidak," jelas Ketua Dewan Direktur Sabang Merauke Circle Syahganda Nainggolan kepada
Rakyat Merdeka Online Minggu (6/4).
Lebih jauh dia menjelaskan, kalau Prabowo
head to head lawan Jokowi, mantan Danjen Kopassus diyakini bakal kalah. Untuk mengatisipasinya, Prabowo harus cepat membangun koalisi permanen dengan mengumumkan secepatnya siapa yang akan menjadi cawapres, bagaimana komposisi kabinet, dan berkoalisi dengan partai apa saja.
"Kalau itu dia lakukan lebih cepat, mungkin (Prabowo) akan memenangkan pertarungan. Karena yang melawan Jokowi tidak hanya Prabowo tapi sebuah front yang terdiri dari sejumlah partai dan tokoh-tokoh besar. Saat ini kan selisih (elektabilitas) antara keduanya 10-15 persen," beber Syahganda.
Syahganda menilai hanya dengan membentuk front, cara untuk membendung Jokowi. Seperti menggandeng Yenny Wahid, Din Syamsuddin, Jusuf Kalla. Serta Yusril Ihza Mahendra (PBB), Suryadharma Ali (PPP) dan Hatta Rajasa (PAN) dari barisan partai politik.
Dengan melibatkan banyak pihak, diakuinya memang harus
sharing power. Misalnya, Ketua PP Muhammadiyah Din Syamsuddin atau putri Gus Dur, Yenni Wahid menjadi cawapres agar menggambarkan koalisi dengan umat Islam. Sementara Suryadharma Ali menjadi Menko Kesra, Hatta Rajasa tetap sebagai Menko Perekonomian, dan Yusril menduduki kursi Menteri Hukum dan HAM.
"Karena lawan satu orang itu harus dengan front. Jadi dia (Prabowo) harus menggambarkan front nasional atau barisan Indonesia, yang merangkum semuanya. Kumpulan tokoh-tokoh dan pimpinan partai yang loyal pada gagasan besar Indonesia. Gagasan besar ini juga harus dirumuskan bersama," ungkapnya.
Apakah itu tidak membuat Jokowi terkesan dizolimi?
"Bisa saja masyarakat menilai seperti itu. Tapi bisa juga pengertiannya, yang satu (Jokowi)
selfish, sombong, main sendiri, tidak bisa membangun front. Yang satu lagi (Prabowo), bisa bekerja sama. Lagi pula, masyarakat saat ini tidak suka dengan orang-orang yang ingin dicitrakan dizolimi seperti SBY pada Pilpres 2004. Itu sudah masa lalu. Sekarang rakyat bukan lagi mencari pemimpin yang memelas, tapi yang tegas," jawabnya.
[zul]
BERITA TERKAIT: