Mengapa Jaksa KPK Ragu Jerat Emir Moeis

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/'></a>
LAPORAN:
  • Selasa, 11 Maret 2014, 23:17 WIB
Mengapa Jaksa KPK Ragu Jerat Emir Moeis
emir moeis
rmol news logo Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) ragu-ragu dalam memberikan dakwaan terhadap Izedrik Emir Moeis, terdakwa kasus dugaan korupsi PLTU Tarahan.

Bukti keraguan itu terlihat dari dakwaan alternatif yang diberikan Jaksa KPK kepada politikus PDIP itu. Dalam dakwaan alternatif, Emir dijerat dengan Pasal 12 atau Pasal 11 UU Tipikor.

"Sekarang, dari bukti-bukti serta fakta-fakta yang terungkap di persidangan, JPU berkesimpulan bahwa ketentuan Pasal 12 UU Tipikor tidak dapat dikenakan terhadap EM," kata Hans Suta Widhya, Koordinator Koalisi Pemantau Korupsi Indonesia (KPKI) dalam keterangannya, Selasa (11/3).

Dalam tuntutannya, JPU KPK akhirnya menggunakan dakwaan alternatif kedua dan menganggap bahwa EM telah melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 UU Tipikor dan menuntut Majelis Hakim untuk menjatuhkan pidana penjara selama 4 tahun 6 bulan dan denda Rp 200 juta subsidair 5 bulan kurungan.

"Dakwaan alternatif ini menunjukkan bahwa sejak awal KPK sudah ragu-ragu dalam mendakwa EM," terang dia.

Hans mengatakan, sangat manusiawi jika KPK ragu-ragu dalam mendakwa EM karena tidak ada fakta atau bukti yang menunjukkan adanya hubungan antara terdakwa EM dengan para pembuat keputusan proyek PLTU Tarahan, baik dari PLN, pihak JBIC dan pihak lainnya.

Dalam sidang tuntutan belum lama ini juga muncul fakta bahwa kontrak kerja antara Pacific Resources International dengan PT Artha Nusantara Utama telah dipalsukan tanda tangannya oleh pihak Amerika, dalam hal ini Pacific Resources International.

Hans juga menambahkan, otoritas di Perancis, negara dimana perusahaan induk Alstom Power berada, tidak melakukan penuntutan terhadap Alstom. Demikian pula di Amerika Serikat, Alstom Power sebagai korporasi tidak diperiksa atau dituntut oleh otoritas Amerika Serikat, melainkan hanya personil-personil Alstom sebagai individu.

Yang menarik, kata Hans, kejaksaan di Connecticut Amerika Serikat menunda dan akan mengkaji ulang pengakuan dan konspirasi-konspirasi Pacific Resources.

"Mestinya, pengadilan Indonesia jangan terlalu terburu buru membuat keputusan, dan memperhatikan serta mempertimbangkan perkembangan yang terjadi di Amerika Serikat," demikian Hans. [zul]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA