Hal itu dikatakan pemerhati wisata syariah, Hery Sucipto, dalam diskusi dengan tema "Jasa Keuangan dan Wisata Syariah" di kantor Majelis Ulama Indonesia Pusat, Jakarta, kemarin.
Dalam kegiatan yang digelar Ikatan Cendikiawan Muslim Indonesia (ICMI) dan Ikatan Saudagar Muslim Indonesia (ISMI) itu terungkap, jika dibandingkan dengan Malaysia misalnya, pengelolaan sektor wisata syariah Indonesia tertinggal jauh.
"Malaysia sangat serius menggarap potensi wisata syariah yang dimiliki. Bahkan, mereka membuat dirjen khusus, yakni dirjen wisata Islam," papar Hery, kader muda Muhammadiyah ini.
Dalam riset yang dilakukannya, ditemukan bahwa sepanjang 2012, muslim traveler dunia membelanjakan tak kurang 126 miliar dollar Amerika. Sementara diantara negara-negara OKI, lanjut dia, Turki memimpin sebagai negara muslim terbesar yang dikunjungi wisatawan muslim.
Meski demikian, penulis buku "Wisata Syariah, Prospek, Potensi, dan Tantangannya" tersebut, mengapresiasi upaya Kemenparekraf yang sejak tiga tahun terakhir giat menggalakkan wisata syariah. "Saya kira apa yang dilakukan Pak Wamen, Sapta Nirwandar dan jajarannya, mengawal dan menggarap wisata syariah. Ini terobosan bagus dan kedepan sangat strategis," jelas dia.
Ia menambahkan, ada lima komponen yang masuk dalam wisata syariah, yang dirumuskan Kemenparekraf bersama MUI, yakni sektor kuliner, fashion (muslim), perhotelan dan akomodasi, kosmetik dan spa, serta haji umroh. Menurutnya, cakupan wisata syariah lebih luas dari anggapan sebagian kalangan yang menilai hanya sekedar peninggalan sejarah Islam, ziarah kubur dan sejenisnya.
Karena itu, ia optimis di masa depan potensi wisata syariah akan tergarap dengan lebih baik dan menjadi pemimpin di bidangnya di dunia internasional. Dalam temuan yang ia dapatkan, tambahnya, kesadaran masyarakat terhadap produk halal juga meningkat, serta permintaan terhadap sertifikasi halal juga meningkat dua kali, yakni pada tahun 2009 sebanyak 10.260 produk, di tahun 2010 sebanyak 21.240 produk.
[zul]
BERITA TERKAIT: