Demikian disampaikan Direktur Komunikasi Indonesia Indicator, Rustika Herlambang, dalam keterangan persnya (Jumat, 28/2).
"Ini bisa dilihat dari data yang menunjukkan pada bulan Januari sentiment positif terhadap Risma mencapai 66% sedangkan sentimen negatif hanya 18%. Namun situasi berbalik pada Fabruari, di mana sentimen negatif meningkat menjadi 27% dan sentiment positif menurun hingga ke kisaran 38%," jelas Risma.
Fenomena politik Risma itu diukur oleh Indonesia Indicator (I2), lembaga riset berbasis piranti lunak Artificial Intelligence (AI) untuk menganalisis indikasi politik, ekonomi, sosial di Indonesia melalui pemberitaan (
media mapping).
Monitoring dilakukan secara real time, 24 x 7 x 365, dengan cakupan 337 media online nasional dan daerah dalam waktu dua bulan terakhir, yakni sepanjang 2014. Metode pengumpulan dilakukan oleh perangkat lunak crawler (robot) secara otomatis dengan analisis berbasis AI, semantik, dan
text mining. (
Baca: Primadona Baru, Nama Risma Bersaing dengan Jokowi bahkan Presiden SBY)
Sentimen positif melekat pada Risma pada bulan Januari hingga minggu pertama Februari lebih banyak dikontribusikan oleh pemberitaan atas keprihatinannya terhadap Kebun Binatang Surabaya (KBS) yang tidak dikelola secara baik serta isu pengunduran dirinya sebagai Walikota yang kemudian membuahkan aliran dukungan publik kepadanya mengingat kepemimpinan Risma yang dianggap berhasil dalam memimpin Surabaya.
Lalu apa yang menyebabkan sentiment negatif meningkat di bulan Februari?
"Salah satunya adalah pertemuan dan 'curhatnya' kepada Priyo Budi Santoso yang notabene figur berpengaruh di Golkar. Ini mungkin peristiwa kecil, namun disadari atau tidak oleh Risma, langkahnya ini-secara politis-dibaca oleh sebagian kalangan sebagai langkah
zig-zag sehingga menimbulkan dampak pro dan kontra," jawab Rustika.
[zul]