Demikian disampaikan mantan Menko Perekonomian DR. Rizal Ramli saat memberi Orasi Ilmiah bertema “Prospek Ekonomi Indonesia Masa Depan†di kampus Yayasan Pendidikan al Ma'soem, Rancaekek, Bandung, Sabtu (22/2).
"Pemerintah selalu mengklaim pengangguran kita hanya 6%. Apa benar begitu? Apa parameter yang digunakan untuk mengukur sehingga angka 6% itu muncul? Amerika saja penganggurannya 8%. Eropa 20%. Bahkan Italia dan Yunani sampai 25%. Kalau digunakan standar international, bahwa hanya mereka yang bekerja minimal 35 jam seminggu saja yang disebut bekerja, maka angka pengangguran Indonesia mencapai 30%,†beber ekonom senior ini.
Menurut capres paling ideal versi Lembaga Pemilih Indonesia (LPI) ini, untuk bisa menyerap pengangguran sebanyak-banyaknya, Indonesia harus mampu tumbuh dua dijit sedikitnya selama 10 tahun. Inilah yang dilakukan China yang tumbuh 12-14% selama 12 tahun, Jepang 10%, dan sejumlah negara maju lainnya. Dengan hanya mengandalkan pertumbuhan ekonomi 5-6,%, dipastikan Indonesia tidak akan mampu mengejar ketertinggalannya dari negara-negara maju.
Dalam ekonomi makro, tiap 1% pertumbuhan ekonomi akan menyerap 400.000 tenaga kerja baru. Jika hanya tumbuh 6%, maka tenaga kerja yang terserap hanya 2,4 juta. Padahal, saat ini pertumbuhan pengangguran baru sekitar2 juta setiap tahun.
“Sudah saatnya kita tidak bangga dengan pertumbuhan 6%. Apalagi pertumbuhan itu ditopang dua faktor eksternal, yaitu harga booming komoditas dan masuknya uang panas di pasar finansial," lanjutnya.
"Begitu harga komoditas terkoreksi, dan uang panas berbalik ke negaranya masing-masing, maka kita mengalami empat defisit sekaligus. Yaitu defisit transaksi pembayaran, defisit neraca transaksi berjalan, defisit neraca perdagangan, dan defisit APBN karena jebloknya penerimaan pajak. Ekonomi kita langsung memasuki ‘lampu kuning’," demikian Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia ini.
[zul]
BERITA TERKAIT: