Kisah Usman Harun Terkadang Jadi Alat Pembanding Soeharto dan SBY

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/yayan-sopyani-al-hadi-1'>YAYAN SOPYANI AL HADI</a>
LAPORAN: YAYAN SOPYANI AL HADI
  • Jumat, 07 Februari 2014, 08:17 WIB
Kisah Usman Harun Terkadang Jadi Alat Pembanding Soeharto dan SBY
ilustrasi/net
rmol news logo . Berbagai upaya pemerintah Indonesia untuk membebaskan Usman dan Harun dari tiang gantungan gagal terus. Pada 17 Oktober 1968 pagi, Usman dan Harun akhirnya dieksekusi mati. Jenazah keduanya lalu dijemput pesawat khusus dari Jakarta pada siang harinya.

Saat itu, Presiden Soeharto memberikan penghargaan bagi Usman dan Harun sebagai pahlawan, dan memakamkan keduanya secara militer di Taman Makan Pahlawan Kalibata.

Kisah heroik Usman dan Harun di satu sisi, juga menjadi simbol ketegasan pemerintah Indonesia di sisi yang lain.

Sikap Presiden Soeharto saat itu, belakangan selalu dibandingkan dengan sikap Presiden SBY yang dinilai selalu lamban dalam membela warga negara Indonesia (WNI) di luar negeri. Dalam kasus penyiksaan tenaga kerja Indonesia (TKI), yang disebut sebagai pahlawan devisa, ada saja komentar yang membandingkan kelambanan SBY dengan Soeharto dalam membela Usman Harun.

Setelah gagal membebaskan Usman dan Harun dari tiang gantungan, hubungan Indonesia dan Singapura pun semakin memburuk. Apalagi sebelum eksekusi mati dijalankan, seluruh staf Kedubes RI di Singapura dipulangkan, kecuali atase pertahanan dan beberapa staf lain. Kapal-kapal RI  juga pulang membawa warga negara Indonesia.

Hubungan Indonesia-Singapura melunak setelah Soeharto berhasil memaksa Singapura untuk "menghormati" Usman dan Harun. Saat itu, Perdana Menteri Singapura Lee Kuan Yew, yang mau berkunjung ke Indonesia, diberi syarat oleh Soeharto. Syaratnya, meletakkan karangan bunga secara langsung di makam Usman dan Harun di Taman makam Pahlawan Kalibata. Lee Kuan Yew pun memenuhi syarat dari Soeharto.

Usman dan Harun merupakan pahlawan yang berhasil menyusup masuk ke Singapura dan menyerang jantung pertahanan musuh. Saat itu, Indonesia sedang berkonfrontasi dengan Malaysia.

Usman dan Harun, pada 10 Maret 1965 dinihari, meletakkan bom seberat 12,5 kilogram di lantai 10 Hotel Mac Donald, yang berada dekat Stasiun Dhoby Ghaut. Hotel yang banyak dihuni warga Inggris ini meledak, dan menewaskan tiga orang. Sementara 30 orang lainnya mengalami luka-luka.

Karena aksi di hotel Mac Donald, Usman dan Harun ditangkap pada 13 Maret 1965 di tengah laut, setelah terlihat patroli laut Singapura. Saat ditangkap, keduanya tidak memakai seragam tentara sehingga tidak disidang sebagai tahanan perang.

Nama Usman dan Harun, yang mungkin sudah dilupakan banyak orang Indonesia, kembali muncul setelah pemerintah Indonesia menamai salah satu kapal lautnya dengan Usman Harun. Singapura mempersoalkan penamaan Kapal Republik Indonesia (KRI) Usman Harun ini. [ysa]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA