Indonesianis dari Australian National University, Prof. Greg Fealy misalnya. Menurutnya, Gita kurang populer dan tentu akan sulit memenangkan Pilpres mendatang. Artinya, hal itu sangat menguntungkan bagi keberlanjutan perdagangan Australia di Indonesia.
Karena, bagi penulis buku
Ijtihad Politik Ulama ini, kalau Gita Wirjawan terpilih jadi Presiden, akan berdampak negatif terhadap Australia. Hal ini terlihat dari sejumlah kebijakan Gita saat menjadi Mendag, terutama terkait penghentian impor daging sapi tahun lalu.
Di banding Gita, mereka lebih mendukung Joko Widodo sebagai Presiden Indonesia yang akan menggantikan SBY. Alasannya, pandangan-pandangan Gubernur DKI Jakarta itu tidak begitu keras terhadap kebijakan Australia .
"Dia (Jokowi) adalah seorang pengusaha. Dia bisa menghargai keuntungan bisnis. Dia adalah pragmatis, tetapi juga nasionalis," kata Fealy seperti dikutip dari
Tempo edisi bahasa Inggris pagi ini.
Selain itu juga, dia membandingkan, Jokowi tidak begitu bermasalah dibanding Gita. Karena, katanya lagi, Gita adalah sosok yang vokal terhadap isu-isu yang menyangkut Australia dan Amerika Serikat .
Senada dengan Greg Fealy, Indonesianis dari Monash University, Australia, Prof. Greg Barton juga demikian. Menurutnya, Jokowi memiliki peluang besar untuk pemimpin Indonesia.
Penulis buku
Gagasan Islam Liberal di Indonesia ini mengakui bahwa Australia khawatir terhadap sejumlah tokoh yang lebih mengepankan kepentingan politik. Menurutnya, tokoh seperti itu bisa mengakibatkan praktek perdagangan yang tidak sehat. "Jokowi, bagaimanapun, tidak terikat oleh masalah nasionalisme," demikian Barton, yang juga penulis buku
Biografi Gus Dur ini.
[zul]
BERITA TERKAIT: