Menguntungkan, Alasan Australia Dukung Jokowi Dibanding Gita Wirjawan

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/zulhidayat-siregar-1'>ZULHIDAYAT SIREGAR</a>
LAPORAN: ZULHIDAYAT SIREGAR
  • Kamis, 06 Februari 2014, 09:50 WIB
Menguntungkan, Alasan Australia Dukung Jokowi Dibanding Gita Wirjawan
Greg fealy/net
rmol news logo Keikutersertaan Gita Wirjawan dalam Konvensi Capres Partai Demokrat ternyata tidak hanya mendatangkan kekhawatiran sejumlah kalangan di dalam negeri. Bahkan, beberapa pengamat dari luar negeri memandang mantan Menteri Perdagangan itu sebagai ancaman terhadap kepentingan dalam negeri mereka.

Indonesianis dari Australian National University, Prof. Greg Fealy misalnya. Menurutnya, Gita kurang populer dan tentu akan sulit memenangkan Pilpres mendatang. Artinya, hal itu sangat menguntungkan bagi keberlanjutan perdagangan Australia di Indonesia.

Karena, bagi penulis buku Ijtihad Politik Ulama ini, kalau Gita Wirjawan terpilih jadi Presiden, akan berdampak negatif terhadap Australia. Hal ini terlihat dari sejumlah kebijakan Gita saat menjadi Mendag, terutama terkait penghentian impor daging sapi tahun lalu.

Di banding Gita, mereka lebih mendukung Joko Widodo sebagai Presiden Indonesia yang akan menggantikan SBY. Alasannya, pandangan-pandangan Gubernur DKI Jakarta itu tidak begitu keras terhadap kebijakan Australia .

 "Dia (Jokowi) adalah seorang pengusaha. Dia bisa menghargai keuntungan bisnis. Dia adalah pragmatis, tetapi juga nasionalis," kata Fealy seperti dikutip dari Tempo edisi bahasa Inggris pagi ini.

Selain itu juga, dia membandingkan, Jokowi tidak begitu bermasalah dibanding Gita. Karena, katanya lagi, Gita adalah sosok yang vokal terhadap isu-isu yang menyangkut Australia dan Amerika Serikat .

Senada dengan Greg Fealy, Indonesianis dari Monash University, Australia, Prof. Greg Barton juga demikian. Menurutnya, Jokowi memiliki peluang besar untuk pemimpin Indonesia.

Penulis buku Gagasan Islam Liberal di Indonesia ini mengakui bahwa Australia khawatir terhadap sejumlah tokoh yang lebih mengepankan kepentingan politik. Menurutnya, tokoh seperti itu bisa mengakibatkan praktek perdagangan yang tidak sehat. "Jokowi, bagaimanapun, tidak terikat oleh masalah nasionalisme," demikian Barton, yang juga penulis buku Biografi Gus Dur ini. [zul]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA