Bagi politisi, tahun ini merupakan tahun yang menentukan. Di tahun inilah ada dua momentum penting berupa pemilihan umum legislatif (pileg) dan pemilihan presiden (pilpres). Tak heran banyak yang menyebut tahun ini sebagai tahun politik.
Tahun politik karena semua partai, yang sejak tahun 2013 sudah mulai memanaskan mesin partai, akan benar-benar bertarung satu sama lain. Hampir bisa dipastikan, semua energi bangsa akan tersedot ke momentum ini. Sebab meski ini tahun politik, bukan berarti milik politisi belaka. Ini juga milik rakyat, dan karena itulah disebut sebagai pesta rakyat.
Dan bila kategori
stakeholders masyarakat dipecah ke dalam tiga sisi, maka momentum politik bukan hanya peristiwa penting bagi kelompok
political society. Ini juga peristiwa sangat menentukan bagi
economic society dan juga
civil society. Dua kelompok terakhir itu akan juga ikut bersaing, bertarung, saling mempengaruhi, dan saling menjatuhkan. Maka selalu ada kaitan kultural-sosial dan bisnis di balik keputusan-keputusan politik
Lebih-lebih dalam konteks Indonesia, pembagian kelompok ini tidak jelas, atau paling tidak irisannya kabur. Tak sedikit, politisi juga merupakan seorang pengusaha atau bahkan tokoh utama di ormas tertentu. Perang kepentingan akan semakin nyata. Maka tahun ini pun disebut sebagai tahun trik dan intrik.
Tentu saja, rakyat berharap, proses demokrasi yang seringkali melelahkan dan butuh kesabaran tingkat tinggi ini bisa menghantarkan Republik menuju cita-cita Kemerdekaan. Jangan sampai, sindiran Tiro, sekretaris pribadi Cicero sang negarawan dari Romawi Kuno, menimpa Indonesia.
Kata Tiro, sebagaimana termuat dalam novel
Imperium dan
Conspirata karya Robert Harris, bagi kebanyakan politisi mengurus negara hanyalah mengisi waktu luang di antara dua pemilu.
[ysa]
BERITA TERKAIT: