Menurut Direktur Eksekutif Maarif Institute Fajar Riza Ul Haq, dasar tuntutan FPI agar warga kelurahan setempat menolak dipimpin oleh orang yang berbeda agama dan juga perempuan hanya bisa dipahami dalam konteks negara agama, bukan dalam koridor Negara Pancasila.
"Namun jika kampanye semacam ini dilihat sebagai wujud dari gerakan NKRI Bersyariah seperti yang mereka usung baru-baru ini, maka itu jelas sangat bertolak belakang dengan prinsip kebhinekaan bahkan Pancasila sebagai dasar bernegara," ujar Fajar (Selasa, 29/10).
Karena itu, Fajar menegaskan, publik patut mempertanyakan komitmen Mendagri dalam kapasitasnya sebagai penanggungjawab tata kelola pemerintahan daerah dan pada bersamaan sebagai pembina ormas.
Pada saat Gamawan menyatakan FPI sebagai aset bangsa, maka dialah yang seharusnya orang terdepan meluruskan FPI karena berusaha merongrong otoritas kepala daerah, dalam hal ini Gubernur DKI, yang telah mengangkat dan menugaskan dua orang lurah di wilayah DKI Jakarta.
"Perbedaan agama dan jender tidak bisa dijadikan dasar pencopotan ataupun pergantian suatu jabatan publik kecuali yang bersangkutan jeblok kinerjanya atau terseret kasus hukum. Pemerintah tidak boleh tunduk pada tuntutan yang alasannya sangat membahayakan integrasi bangsa," pungkas Fajar.
[zul]
BERITA TERKAIT: