Jokowi Harus Tolak Soeharto Dijadikan Nama Jalan

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/aldi-gultom-1'>ALDI GULTOM</a>
LAPORAN: ALDI GULTOM
  • Jumat, 30 Agustus 2013, 17:02 WIB
Jokowi Harus Tolak Soeharto Dijadikan Nama Jalan
rmol news logo Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo didesak untuk menolak usulan panitia Tim 17 yang mengusulkan nama mantan Presiden Soeharto sebagai nama jalan di lokasi strategis Monas dan Istana Negara.

"Nama Soeharto belum layak diabadikan namanya walaupun dalam bentuk nama jalan apalagi di lokasi strategis dan bersejarah," kata  Ketua Umum Relawan Perjuangan Demokrasi, Masinton Pasaribu, Jumat (30/8).

Masinton mengungkap alasan bagi Jokowi untuk menolak usulan tersebut. Usai tumbangnya Soeharto pada tahun 1998, ada ketetapan atau Tap MPR Nomor XI/MPR/1998 tentang penyelenggaraan negara yang bersih dan bebas KKN yang mensyaratkan pengusutan mantan Presiden Soeharto dan kroninya. Jika nama Soeharto ditetapkan nama jalan melalui SK Gubernur DKI Jakarta, itu sama artinya dengan mengebiri Tap MPR.

Alasan lainnya, kata salah satu aktivis 98 itu, hingga saat ini berbagai kasus kejahatan ekonomi, kejahatan politik dan kejahatan kemanusiaan rezim Orde Baru di bawah kepemimpinan Soeharto belum diusut tuntas.

Khusus di bidang ekonomi, kepemimpinan Soeharto selama 32 tahun justru mewariskan banyak utang. Soeharto juga terlibat melakukan pelanggaran HAM seperti tragedi kemanusiaan terhadap orang-orang yang dicap sebagai komunis tahun 1965 hingga 1967, tragedi kemanusiaan di Aceh, Timor-timor, Lampung, Papua.

"Hitler yang pernah melakukan kejahatan kemanusiaan saat perang dunia II namanya tidak pernah diabadikan dalam nama jalan dari negara dan rakyat Jerman. Nama Soeharto belum layak diabadikan dalam bentuk penghargaan apapun, apalagi jika disandingkan dengan nama-nama pemimpin yang berjasa buat Bangsa Indonesia, seperti Soekarno, Moh.Hatta, dan Ali Sadikin," tuturnya.

Sebagai negara yang beradab, kata Masinton yang merupakan caleg PDI Perjuangan untuk DPR RI dari Dapil Jakarta II, tentu sisi pengabdian yang pernah dilakukan Soeharto harus dihargai oleh negara. Namun penghargaan negara terhadap pengabdian Soeharto tidak harus mengabadikannya dalam nama jalan di lokasi strategis dan bersejarah di Jakarta. Apalagi sampai memberikan gelar pahlawan.

"Praktek kekerasan negara yang hingga saat ini masih terjadi terhadap rakyat Papua adalah warisan kebijakan militeristik yang diterapkan oleh rezim orde baru, serta praktek pengelolaan negara dan pemetintahan korup yang hingga saat ini masih dilanjutkan oleh Presiden SBY," pungkas Masinton.  [dem]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA