Dibanding tahun 2005 dan 2008 ekonomi kita saat ini jauh lebih kuat. Namun tak dipungkiri, ada sejumlah permasalahan yang harus segera diatasi agar tidak mengganggu keberlanjutan pertumbuhan ekonomi.
SBY mengatakan, permasalah-permasalahan itu adalah terjadinya pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS dan pelemahan index saham gabungan terutama yang terjadi dalam kurun lima hari terakhir.
"Harus saya sampaikan secara jujur ada masalah-masalah itu. Tapi apa yang terjadi itu tidak hanya terjadi di negara kita. Ini terjadi pada tingkat global, regional dan banyak negara," kata SBY saat memimpin sidang kabinet terbatas membahas isu-isu perekonomian di Istana Kepresidenan, Jakarta, Rabu (12/6).
Menurut SBY, permasalahan tersebut terjadi yang paling pokok adalah karena perkembangan perekonomian global terkini yang dipicu oleh kebijakan quantitative easing atau pelonggaran kuantitatif yang diambil Amerika Serikat, yang berpengaruh pada likuiditas pada tingkat global.
Penyebab lainnya, publikasi yang dikeluarkan Tiongkok menyangkut pertumbuhan ekonomi kuartal pertama mereka memberikan sentimen yang kurang positif pada pasar keuangan global. Akibatnya, terjadi penurunan tajam bursa saham regional termasuk juga nilai tukar mata uang dari negara-negara di kawasan.
"Bangkok misalnya dan juga manila mendapatkan pukulan yang berat. Jakarta juga mengalami tekanan yang cukup berat," imbuhnya.
SBY memastikan pemerintah bersama Bank Indonesia, Otoritas Jasa Keuangan dan Lembaga Penjamin Simpanan yang tergabung dalam forum yang telah dibentuk, yakni Forum Stabilitas Sistem Keuangan (FSSK), terus bekerja mengelola masalah ini.
"Tentu Bank Indonesia akan lebih kepada pengelolaan situasi moneternya, sedangkan pemerintah tengah bekerja mengelola situasi fiskal," tandasnya.
[zul]
BERITA TERKAIT: