Pemerintah Kembali Tegaskan Dalami Penerapan Sistem Tarif

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/ade-mulyana-1'>ADE MULYANA</a>
LAPORAN: ADE MULYANA
  • Senin, 20 Mei 2013, 23:20 WIB
rmol news logo Pemerintah kembali menegaskan kemungkinan menerapkan sistem tarif untuk mengefisienkan impor.

"Sistem tarif bisa dipelajari, didalami lagi. Usulan ini tidak jelek," kata Menteri Perdagangan Gita Wirjawan usai menerima kunjungan Menteri Koordinator Perekonomian era Presiden Abdurrahman Wahid, Rizal Ramli, di kantornya, Senin (20/5).

Pernyataan Gita itu didasari kenyataan penerapan sistem kuota impor telah menyebabkan sejumlah komoditas impor mengalami lonjakan harga secara luar biasa. Bawang putih dan daging sapi, misalnya. Beberapa waktu lalu harga kedua komoditas tersebut melonjak lebih dari 100%, masing-masing menjadi sekitar Rp 80.000/kg untuk bawang putih, dan Rp 100.000/kg dan daging sapi.

Sebelumnya, isyarat akan diterapkannya sistem kuota untuk menjaga stabilitas harga itu tampak dari rencana Kementerian Keuangan (Kemenkeu) yang akan mengkaji pemberlakuan kenaikan tarif bea masuk produk hortikultura. Alasannya, sistem kuota tidak sesuai dengan ketentuan World Trade Organization (WTO). Jika terus dipertahankan, tidak mustahil pemerintah Indonesia akan disibukkan dengan kritikan bahkan gugatan negara-negara yang merasa dirugikan.

Dalam pertemuan yang dipenuhi suasana keakraban dua sahabat lama itu, Gita mengakui sistem trarif saat ini adalah yang paling masuk akal. Meski demikian, lanjut dia, Indonesia harus berhati-hati dalam mengajukan penambahan bea masuk. Ada beberapa hal yang tetap harus dipertimbangkan saat mengganti sistem kuota menjadi sistem tarif. Antara lain, kebijakan ini sudah masuk dalam koridor kesepakatan Komunitas Ekonomi ASEAN (ASEAN Economic Community/AEC). Kesepakatan ini mengharuskan setiap negara secara bertahap harus menurunkan tarif bea masuk impor secara berkala.

"Kalau pun ada perubahan sistem dari kuota ke tarif, maka pengenaan bea masuk impor harus ada batas-batasnya juga. Jadi, kita memang harus hati-hati. Tetapi pemerintah memang mempertimbangkan dan mempelajari pola sistem tarif tersebut," ungkap Gita.

Bagi Rizal Ramli, sikap Mendag tersebut sudah menunjukkan political will pemerintah dalam hal perdagangan internasional. Ini adalah kebijakan yang berpihak kepada rakyat,  dan harus direalisasikan. Di matanya, sistem kuota impor terbukti tidak transparan dan tidak efektif untuk menjaga stabilitas harga, sehingga merugikan rakyat.

"Saya senang pak Gita sudah menunjukkan komitmennya untuk mengubah sistem kuota menjadi sistem tarif. Saya yakin, jika sistem tarif diberlakukan, impor bisa dilakukan secara transparan dan efisien. Dengan begitu rakyat tidak perlu lagi membayar produk pertanian dengan harga yang jauh lebih mahal dibandingkan harga di luar negeri," tukas Ketua Aliansi Rakyat untuk Perubahan (ARUP) yang beberapa waktu lalu dinobatkan sebagai presiden alternatif versi The President Centre ini.

Menyangkut keterikatan Indonesia pada Komunitas Ekonomi ASEAN (ASEAN Economic Community/AEC), Rizal Ramli yang juga anggota Tim Panel Ahli Perserikatan Bangsa bangsa (PBB) ini yakin, Gita tidak akan mengalami kesulitan berarti. Dengan pengalaman dan jaringannya yang luas di dunia internasional, Mendag pasti akan bisa meyakinkan negara-negara ASEAN untuk memahami kebijakan yang diambil Indonesia. Lagi pula, sistem tarif juga telah diterapkan  banyak negara, antara lain India dan China.

Sejak jauh-jauh hari calon presiden paling ideal versi Lembaga Pemilih Indonesia (LPI) ini sudah mengkritisi sistem kuota impor produk pangan yang selama ini diterapkan. Kalau sistem kuota dihapuskan dan diganti dengan sistem tarif, dipastikan impor kita akan lebih kompetitif. Harga bahan pangan akan lebih murah dan terjangkau oleh rakyat kecil.

Pada bagian lain, Rizal Ramli yang di kalangan nahdiyin akrab disapa Gus Romli tersebut memuji kebijakan Gita Wiryawan yang telah melarang ekspor rotan mentah. Menurut dia,  dimana pelarangan ekspor rotan mentah mencerminkan kebijakan yang prokepentingan nasional.

"Dulu, ketika Marie Pangestu menjadi Menteri Perdagangan, ekspor rotan mentah dibebaskan. Akibatnya, ratusan industri furnitur dengan ratusan ribu tenaga kerja di sepanjang Pantura banyak yang tutup. Alhamdulillah, Pak Gita sekarang telah melarang ekspor rotan mentah. Industri furniture pun hidup lagi," ungkapnya.[dem]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA