Benarkah demikian? Mantan anggota DPR dari PAN Hatta Taliwang menampiknya. Dia tidak yakin, jargon-jargon membela dan menyuarakan kepentingan rakyat akan dilakukan andai terpilih.
"Saya akan deskripsikan secara sederhana dan ringkas proses sejak dari caleg sampai menjadi anggota legislatif," kata Hatta memulai penjelasaannya (Selasa, 14/5).
Hatta mengungkapkan, anggaplah seseorang pada Pemilu 2014 terpilih menjadi anggota DPR RI. Fungsinya sudah jelas: pengawasan pemerintah, mengatur anggaran dan membuat UU bersama Pemerintah.
"Ketika anda duduk di DPR dipilih oleh rakyat semestinyalah anda mewakili rakyat dan mengartikulasilkan kepentingan rakyat. Sesuai bunyi kampanye anda ke rakyat," kata Hatta.
Tapi apakah semudah dan sesederhana itu urusannya? Ternyata tidak. Karena sampai di Senayan para anggota Dewan itu tiba-tiba seperti 'karyawan politik'. Ada birokrasi partai yang disebut 'Fraksi', yang akan mengatur: volume dan substansi yang boleh disuarakan di Senayan.
"Anda tidak lagi mandiri untuk menyuarakan apa yang jadi titipan rakyat atau yang menjadi suara nurani anda. Ada 'filter partai' yang akan mengontrol semua kata dan sikap anda. Anda seakan 'tersandera' dan tidak bebas lagi bersuara seperti ketika jadi aktivis LSM atau pengacara atau dosen dan lain-lain," dalih Hatta.
"Suara anda yang 560-an orang itu diatur oleh dirigen yang bernama Ketua Partai yang cuma belasan orang itu. Itulah 'dewa' yang harus anda 'sembah'. Karena kalau mbalelo anda akan ditendang dari Senayan atau tidak akan dicalegkan lagi.
Lalu siapakah belasan orang “dewa†itu?
Hampir semua pemilik kuasa/pemilik modal yang merasa punya saham terbesar di 'PT.Indonesia' yang dengan kekuatan duit bisa menguasai partai. Dibalik mereka adalagi “superpower†atas nama liberalisme politilk dan ekonomi mengatur arah bangsa Indonesia.
"Lalu rakyat yang anda wakili dimana? Sejak anda masuk Senayan rakyat sudah masuk 'tong sampah.' Karena itulah saya tidak tertarik lagi jadi caleg dalam sistem kepartaian dan keparlemenan seperti ini. Tak ingin kebebasan yg kami nikmati sekarang tersandera. Tak sudi cuma jadi anggota koor yang membohongi rakyat dan hidup dalam kepalsuan," jelas Hatta.
Karena itu, Hatta mengaku lebih baik berjuang memperkuat civil society untuk merubah aturan-aturan dan sistem yang berkhianat ini.
"Minimal mengajukan judicial review ke MK untuk merubah semua itu. Itulah minimal langkah sambil menunggu kawan-kawan berkumpul untuk revolusi menegakkan demokrasi yang sesungguhnya," tandas Hatta yang juga Direktur Institut Ekonomi Politik Soekarno-Hatta ini.
Tapi Hatta buru-buru menambahkan bahwa apa yang ia sampaikan di atas bukan sebagai pembelaan diri atau untuk menegasikan para teman-temannya yang sedang bergairah menjadi caleg. "Ini cuma wacana untuk kita diskusikan demi peningkatan kualitas demokrasi kita," demikian Hatta.
[zul]
BERITA TERKAIT: