Masih banyak pertanyaan dari fakta seputar kasus Century. Sebagian besar pertanyaan masih belum bisa dijawab oleh para pihak, termasuk mantan Gubernur Bank Indonesia, Boediono yang kini (masih) menjabat Wakil Presiden.
Rumah Perubahan yang diasuh ekonom senior Indonesia, Rizal Ramli, mengungkap lagi sejumlah hal yang mengusik rasa keadilan dan nalar publik dalam skandal Rp 6,7 triliun tersebut. Tentu saja, sekian banyak hal ini harus dijawab segera dalam upaya melahirkan penegakan hukum yang seadil-adilnya.
Pertama, kendati mengetahui Robert Tantular (RT) melakukan penggelembungan dan kredit fiktif, mengapa Boediono sebagai Gubernur BI tidak menon-aktifkannya? Boediono malah berusaha keras memenuhi permintaan Fasilitas Pembiayaan Jangka Pendek (FPJP) yang diminta RT.
Kedua, mengapa Boediono sengaja mengubah Peraturan Bank Indonesia (PBI) agar Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek (FPJP) tersebut bisa dicairkan ke Bank Century dengan menurunkan persyaratan dari Capital Adequacy Ratio (CAR) minimal 8 persen menjadi CAR "positif" melalui PBI No.10/26/PBI/2008 tertanggal 30 Oktober 2008. Saat itu, CAR Bank Century hanya 2,35 persen per 30 September 2008 yang dijadikan patokan. Padahal per 31 Oktober 2008, CAR-nya sudah negatif 3,53 persen.
Ketiga, pada 6-13 November 2008, RT menarik duit dari Bank Century sebesar Rp 344 miliar sehingga bank semakin kesulitan likuiditas dan pada 13 November 2008 dinyatakan gagal kliring. Tapi mengapa pada tanggal 14 November 2008 (sehari kemudian), Boediono, setelah mengubah PBI, justru menyuntik FPJP sebesar Rp 680 miliar, untuk menutupi bolong akibat penarikan oleh RT?
Setelah penyuntikan itu, RT terus menarik duit lagi sampai dengan 21 November 2008, sebesar Rp 273,8 miliar; sehingga total RT sudah menarik Rp 617,8 miliar. Jadi boleh dibilang, FPJP Rp 680 miliar itu 90 persen-nya buat "disikat" RT saja. Tidak mungkin Boediono tidak tahu, karena semua transaksi itu jelas bisa dimonitor oleh BI.
Pemberian FPJP sebenarnya dilakukan untuk menutupi gagal kliring Bank Century per 13 November 2008 sebesar Rp 654 miliar. Dalam prakteknya, kucuran dana dilakukan tiga kali lagi, yakni Rp 356,8 miliar per 14.11.2008; Rp145,26 miliar per 17.11.2008; dan Rp187,3 miliar per 18.11.2008. Mengapa BI (Boediono) tidak mengawasi penggunaan dana tersebut di Bank Century?
Keenam, pada kurun waktu 14 November 2008 sampai 18 November 2008 terdapat pemberian FPJP sebesar Rp 689,39 miliar digunakan untuk kebutuhan melunasi pinjaman antarbank sebesar Rp 28,2 miliar, dan keperluan pembayaran Dana Pihak Ketiga (DPK) sebesar Rp 661,1 miliar. Century juga punya kewajiban DPK yang ditunda pembayarannya secara kumulatif sampai 20 November 2008 sebesar Rp 292,5 miliar, dan DPK yang jatuh tempo 20 November 2008 sebesar Rp 454 miliar yang telah diminta diperpanjang oleh Century. Jumlah DPK yang ditunda sebesar Rp 746,5 miliar. Jadi total DPK sampai 20 November 2006 berjumlah Rp 1,407 triliun
Dalam notulen Rapat Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) yang beredar di media massa tanggal 21 November 2008 yang dipimpin Menkeu dan dihadiri Gubernur BI, para Deputi Senior BI, Ketua LPS, Ketua Bapepam-LK dan Dirut Bank Mandiri; diuraikan bahwa untuk menyehatkan Bank Century perlu suntikan modal Rp 632 miliar.
Ini lebih rendah dari pernyataan anggota DPR yang menyatakan bahwa pada saat meminta persetujuan bail out Bank Century diperlukan talangan Rp 1,3 - 1,6 triliun. Kenyataannya, dalam hitungan hari sejak Rapat KKSK, dari 23 November 2008 sd 1 Desember 2008, LPS menyuntikkan dana Rp 2,77 triliun ke Bank Century. Dalam hitungan hari pula (9/12/2008 sampai 30/12/2008), kemudian LPS menyuntikkan lagi Rp 2,201 triliun.
Lalu pada periode 4 Februari 2009 sampai 24 Februari 2009, LPS menyuntikkan lagi Rp 1,2 triliun. Lalu pada 24 Juli 2009 menyuntikkan lagi Rp 630 miliar sehingga total bail out Rp 6,76 triliun. Bayangkan, dari Rp 632 miliar membengkak lebih dari 10 kali lipat menjadi Rp 6,76 tiliun. Jumlah dahsyat ini seolah Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) adalah ATM-nya bank bobrok ini.
Kemudian, mengapa terjadi mutasi terhadap 50 pegawai BI per 1 Desember 2008, atau 10 hari sejak Bank Century dinyatakan gagal? Mutasi dinilai sebagai hukuman terhadap para pihak yang menolak untuk menyelamatkan Bank Century.
Pertanyaan
kesembilan, dari kutipan notulen rapat-rapat KSSK, kuat indikasinya Presiden RI (SBY) dilibatkan dalam pengambilan keputusan. Tapi mengapa SBY menyatakan tidak tahu menahu sampai bail out sudah dilakukan?
Sepuluh, untuk apa Ketua Unit Kerja Presiden Untuk Pengelolaan Reformasi (UP3R) Marsilam Simanjuntak hadir di rapat-rapat tersebut? Tidakkah ini berarti Marsilam mewakilil SBY, atau setidaknya sepengetahuan SBY dan hadir untuk memberi laporan kepada SBY?
Sebelas, sejak dinyatakan sebagai bank gagal pada 20 November 2008 sampai suntikan terakhir pada 24 Juli 2009, ada rentang waktu lebih dari 8 bulan. Bukankah menyelamatkan bank seharusnya dilakukan sekaligus? Bukan dicicil sampai 8 bulan? Kenapa?
Dan pertanyaan akhirnya berujung pada hasil audit investigasi BPK yang menyebutkan, suntikan dana untuk Bank Century sampai 10 kali lipat dari kebutuhan itu sebagian besar dilakukan secara tunai. Bukankah seharusnya cukup lewat transfer saja? Ke mana saja uang itu mengalir?
Apakah ini semua digunakan untuk kepentingan pemenangan parpol tertentu pada Pemilu 2009? [ald]