PIRAMIDA GUNUNG PADANG

Andi Arief: Petisi Tak Membuat Kami Berhenti

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/aldi-gultom-1'>ALDI GULTOM</a>
LAPORAN: ALDI GULTOM
  • Sabtu, 27 April 2013, 17:39 WIB
Andi Arief: Petisi Tak Membuat Kami Berhenti
rmol news logo Staf Khusus Presiden Andi Arief kembali menegaskan bahwa penelitian yang dilakukan Tim Terpadu Riset Mandiri tidak dalam rangka mencari harta karun seperti yang dituduhkan segelintir peneliti lain dari Pusat Penelitian Arkeologi Nasional (Puslit Arkenas).

Kemarin (Jumat, 25/4) Puslit Arkenas menggelar pertemuan yang diakhiri dengan penandatanganan petisi yang meminta Presiden SBY menghentikan penelitian Tim Terpadu Riset Mandiri yang dikordinir kantor Andi Arief.

Dalam pesan yang dikirimkan Andi Arief beberapa saat lalu (Sabtu, 26/4) Andi Arief menjawab tuduhan lain bahwa penelitian yang dilakukan DR. Danny Hilman Natawidjaja cs itu merusak areal situs megalitikum. Andi menegaskan bahwa penelitian mereka lakukan di luar kawasan cagar budaya situs megalitikum.

Berikut adalah penjelasan utuh Andi Arief tersebut:

ADALAH geolog DR. Sudjatmiko yang selalu bilang kemana-mana bahwa Tim Terpadu ini mencari harta karun. Bahkan kemarin geolog gaek itu menyatakan bahwa dipastikan ada harta karun di bawah situs Gunung Padang.

Inilah kekeliruan mendasar dari Sudjatmiko. Pertama kami tidak pernah kenal yang namanya Karun. Dan kami sampai saat ini tidak tertarik pada cerita Karun yang memiliki emas yang kuncinya saja segudang. Sangatlah aneh jika ada yang berpendapat ada harta Karun.

Geolog Sudjatmiko terperangkap dalam pandangan seakan-akan Karun itu memiliki harta banyak.

Kedua, secara tak sadar ia menyatakan cerita harta karun itu ada di bumi Indonesia. Artinya, secara tak sadar Sudjatmiko mengakui ada masa pra sejarah yang maju di Indonesia.

Berdasarkan riset yang ada, selama dua tahun ini kami tidak mendeteksi di dalam bangunan itu ada peninggalan si Karun.

Kami mengendus, dengan menggunakan berbagai pendekatan dan teknologi canggih, ada satu maha karya berupa bangunan yang didirikan dengan teknologi canggih, dan di dalam bangunan itu terindikasi ada satu teknologi 'luar biasa' yang bisa mengagetkan kita semua yang merasa saat ini hidup di zaman sudah maju.

Jelas sudah. Tim ini tak memikirkan Karun yang menurut Sudjatmiko ada dan lahir seta meninggalkan harta di bumi Indonesia.

Kami sedang mengungkap peradaban tinggi leluhur kita yang selama ini ditimbun. Belum jelas apakah perang atau bencana yang menyebabkan Mahakarya Agung ini ditimbun.

Adalah Prof. Munardjito yang selalu mengkampanyekan bahwa situs megalitikum Gunung Padang akan rusak karena riset Tim Terpadu sehingga sampai membuat pertisi segala.

Munardjito adalah arkeolog yang mendadak peduli situs ini setelah hasil riset Tim Terpadu ramai diberitakan.

Seperti diketahui bersama semua arkeolog itu hanya mengakui bahwa yang dinamakan situs megalitikum Gunung Padang adalah luasan tanah di atas situs yang ukurannya sekitar 900 meter per segi, beserta batu-batu yang bergelimpangan di atasnya.

Entah apa yang membuat arkeolog kemudian menyebutkan tanah seluas itu beserta batu bergelimpangan itu sebagai mahakarya agung nenek moyang kita seperti dalam paper Lutfi Yondri.

Penghinaan terhadap kita semua kalau mahakarya agung itu adalah hanya batu bergelimpangan di tanah yang areal yang hanya 900 meter per segi.

Dimana riset ini merusak situs megalitkum?

Semua riset setelah 7 Februari 2011 dilakukan di luar situs. Ada di tanah masyarakat, ada di tanah negara.

Miris, jika dibandingkan dengan peneliti asing yang bebas dimana-mana mengutak-atik berbagai situs bukan untuk kepentingan bangsa ini.

Belum ada satu bukti yang menyatakan riset ini merusak situs.

Tetapi semua orang tahu bahwa arkeolog yang berteriak kami merusak situs, justru dialah yang merusak situs dengan memasang menara di areal situs itu. Orang itu bernama Lutfi Yondri.

Dari kesemua ini, adalah hal yang aneh jika arkeolog menentang riset ini. Bukankah semua eskavasi akan dilakukan oleh arkeolog? Masyarakat hanya membantu arkeolog bekerja. Mereka merasa memiliki, mengontrol dan sebagainya.

Tengoklah situs Batu Jaya. Mengapa seperti ditinggalkan? Menunggu dana UNESCO?

Belajarlah dari Borobudur. Kita memiliki fisiknya, tapi kita dipaksa untuk tidak mengerti banyak hal dari penemuan, pemugaran dan lain-lain.

Harusnya momentum penelitian Gunung Padang ini menjadi kebangkitan arkeolog Indonesia di mata dunia.

Sayang sungguh sayang, sekali lagi momentum disia-siakan. Salah besar, jika gertakan petisi akan membuat Tim Terpadu akan mundur.

Tanggung jawab intelektual sebagai peneliti kepada rakyat. Apalagi ini menyangkut peradaban masa lalu kita. Jelas tak bisa dihentikan dengan petisi!

Sampai hari ini semua hanya common sense menilai riset Tim Terpadu: Tolong buktikan satu saja langkah Tim Terpadu yang tidak ilmiah, yang merusak situs dan yang melanggar UU. [ald]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA