Anggota Komisi III DPR dari PKS Indra menjelaskan, pasal-pasal penghinaan presiden dan wakil presiden dalam KUHP sudah dicabut Mahkamah Konstitusi.
Mestinya pemerintah patuh pada keputusan MK tersebut.
"Sebagai pelaksana putusan pengadilan, pemerintah tak boleh abai dan arogan memaksakan pasal tersebut dihidupkan/dimasukkan kembali ke dalam RUU KUHP," ujar Indra (Senin, 8/4).
Indra menjelaskan, penggunaan kata 'menghina' jelas-jelas rancu, lentur dan pasal karet. Tafsir bisa luas dan disalahgunakan, serta dapat berdampak negatif pada demokratisasi Indonesia.
"Oleh karena itu, pasal penghinaan presiden dalam draf perubahan RUU KUHP sebaiknya dihapus, atau setidak-setidaknya dikonstruksi ulang redaksinya," tegas politikus muda ini.
[zul]
BERITA TERKAIT: