"Untuk mendapatkan brifet Komando, yaitu disematinya baret merah dan pisau komando, itu kan latihan selama enam bulan lamanya tanpa henti," jelas dalam perbincangan dengan
Rakyat Merdeka Online tadi pagi (Jumat, 5/4).
Latihan selama enam bulan itu dibagi tiga tahap yang masing-masing dua bulan. Yakni tahap basis, di Batu Jajar, Jawa Barat; tahap gunung hutan di Situ Lembang, Jawa Barat; dan tahap rawa laut di Cilacap, Jawa Tengah.
"Lalu ssaat tugas, dengan kelompok-kelompok kecil, juga sangat berbahaya. Karena itu muncul jiwa korsa, kebersamaan sesama saudara. Itu memang kita pupuk. Tapi untuk kepentingan operasi," jelasnya.
Bang Yos, sapaannya, menceritakan pengalamannya dalam satu operasi di Timor Timur.
"Pada saat saya di Tim Tim dulu, anak buah saya empat luka tembak. Kita dikempung musuh di mana-mana. Sesuai ketentuan, anggota yang jadi beban, boleh kita selesaikan sendiri. Artinya boleh ditembak mati. Tapi karena tanggungjawab, saya ingin dia diselamatkan dengan sebuah penyelamatan spektakuler," ungkapnya.
"Itu gunanya kebersamaan, senasib sepenanggungan. Kalau untuk balas dendam, salah," sambung mantan Gubernur DKI Jakarta ini.
Karena itulah dia menolak jiwa korsa diterapkan dengan motif balas dendam seperti penyerangan sejumlah anggota Kopassus ke Lapas yang menewaskan empat tahanan. "Tentu saja itu salah, jiwa korsa yang berlebihan. Balas dendam tidak boleh. Jiwa korsa hanya untuk kepentingan operasi," tegasnya.
[zul]
BERITA TERKAIT: