Sementara, konsumsi bawang 2,5 kilogram per kapita per tahun. Kalau dikalikan penduduk (245 juta jiwa), dibutuhkan 660 ribu ton untuk konsumsi rumah tangga. Jadi, ada surplus.
Demikian disampaikan Sekretaris Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian (Ditjen PPHP) Kementerian Pertanian, Yasid Taufik , di diskusi "Bawang Antara Cerita dan Derita" di Warung Daun, Cikini, Jakarta, Sabtu (16/3).
Namun, untuk bawang putih Indonesia dalam posisi terbalik yaitu di atas 90 persen impor, sedangkan produksi dalam negeri kadang di bawah 10 persen. Rata-rata per tahun, konsumsi rumah tangga mencapai 330 ribu ton kalau dikalikan 245 juta jiwa.
Kalau hanya bawang putih yang bermasalah, mengapa saat ini harga bawang merah ikut melonjak sampai tiga kali lipat dalam waktu tiga pekan?
Dia berdalih, ada siklus tahunan yang berawal dari periode musim hujan Oktober-Maret. Saat itu, sebagian besar lahan pertanian dipakai menanam padi. Hanya sebagian kecil ditanami bawang terutama dataran tinggi karena tanaman bawang tidak bisa ditanami di lahanya yang banyak air.
"Nah ada lonjakan tinggi, karena di samping siklus tahunan itu, ada pengaruh psikologis kenaikan bawang putih. Lalu, ada daerah gagal panen, ada juga masalah tentunya yang dipengaruhi distribusi yang tidak baik," ungkapnya.
Dan dia memprediksi, akan ada kecenderungan kenaikan harga pada komoditas lain seperti buah-buahan.
"Memang dari sisi kebijakan, kementerian pertanian mencari cara memberi ruang pada petani untuk berkembang, yaitu memberi pengaturan berapa jumlah produk holtikultura yang boleh masuk termasuk bawang," terangnya
Instrumen pengaturnya adalah Rekomondasi Impor Produk Holtikultura (RIPH) terkait jumlah yang boleh masuk ke wilayah Indonesia.
[ald]
BERITA TERKAIT: