Ironisnya, sumberdaya manusia dan teknologi sangat memungkinkan untuk memproduksi pasir besi di Indonesia. Karena itu, sejumlah alumni Teknik Universitas Indonesia membentuk Asosiasi Pasir Besi Indonesia (Apasindo).
"Dengan adanya asosiasi ini bisnis sektor bahan baku baja dapat mandiri dan tidak lagi bergantung bahan baku impor," kata Ketua Apasindo, Ekky Agustyoso, dalam rilis yang diterima malam ini (Kamis, 13/12).
Indonesia memiliki cadangan bahan baku yang melimpah luar biasa karena hampir sepanjang pesisir selatan pulau Jawa memiliki cadangan pasir besi. Juga di Sumatera, Sulawesi dan beberapa wilayah lainnya. Dia akui, banyak kalangan pengusaha pertambangan melihat bisnis pertambangan pasir besi tidak begitu menggiurkan, sehingga pengusaha lebih memilih ke pertambangan batu bara, emas, nikel dan bahan tambang lainnya.
"Hal ini disebabkan minimnya sosialisasi pemerintah dan kurangnya pengetahuan bangsa kita terhadap ketergantungan kita pada besi dan baja, seperti industri manufaktur, otomotif, mobil motor pesawat, kapal, bahkan peralatan militer," ujar Ekky.
Wakil Bendahara Umum Apasindo, Azhari Mayva, menambahkan sungguh ironis negara yang memiliki cadangan bahan baku besar malah menjadi negara yang tak memiliki indutri pengolahan dan pemurnian logam. Meski bahan baku baja melimpah di Indonesia, namun belum membuka hati nurani para pengusaha untuk membuat indrustri pengolahan bahan bakunya.
"Kita ekspor jutaan ton bahan baku mentah per bulan ke negara orang, setelah diolah dan dimurnikan di sana kemudian dikirim lagi ke negara kita," ungkapnya.
Bahkan, BUMN PT. PAL sendiri nyaris gulung tikar akibat akibat permainan negara pengekspor besi plat. Raksasa industri baja, PT. Krakatau Steel yang notabene perusahaan milik negara dan sudah berdiri puluhan tahun, sampai saat ini juga masih bergantung pada impor bahan baku setengah jadi, padahal PT Krakatau Steel sendiri memiliki lahan bahan baku mentah.
[ald]
BERITA TERKAIT: