Sebelum megaskandal danatalangan senilai Rp 6,7 triliun yang dikucurkan Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) ramai dibicarakan masyarakat juga dibahas di DPR RI, Tom Pasaribu sudah lebih dahulu berteriak lantang dalam berbagai demonstrasi yang dilakukannya medio Oktober 2009. "Tangkap Boediono, mantan Gubernur BI," begitu tertulis pada spanduk besar yang kerap dibawa Direktur Eksekutif Komite Pemantau dan Pemberdayaan Parlemen Indonesia (KP3I) dalam beberapa aksi yang dia dan teman-temannya lakukan, entah di depan kompleks wakil rakyat di Senayan, Jakarta, atau di depan Mabes Polri dan Kejaksaan Agung di kawasan Blok M, Jakarta.
Spanduk besar itu untuk sementara waktu sempat dipasangnya di depan rumahnya di kawasan Jakarta Timur.

"Megaskandal Bank Century adalah kasus yang sangat merusak bangsa ini. Terutama disitu ada keterlibatan presiden dan pelanggaran konstitusi Presiden," kata Tom Pasaribu suatu kali.

Tom Pasaribu membicarakan megaskandal ini dari tiga Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) yang diterbitkan pemerintah pada Oktober 2008. Salah satunya adalah Perppu 4/2008 tentang Jaringan Pengaman Sistem Keuangan (JPSK). Lewat Perppu itulah, korupsi dilegalisasi, ujarnya.
Perppu JPSK yang diajukan tanggal 15 Agustus 2008 ditolak DPR. Tetapi entah mengapa, KSSK yang merupakan produk Perppu itu tetap bekerja. Itu artinya, Presiden sebagai pembuat Perppu dapat dianggap telah melanggar konstitusi.


"UUD 1945 pasal 22 mengatakan, Perppu dikeluarkan dalam hal ikhwal kegentingan memaksa. Tapi dimana sifat kegentingan saat itu (ketika Perppu diterbitkan)? Dalam satu hari Presiden membuat dua Perppu, lalu di luar negeri dia bikin satu Perppu lain," katanya lagi.
Sudut pandang Tom Pasaribu dengan DPR RI yang membentuk Panitia Khusus untuk menyelidiki megaskandal itu jelas berbeda. Itu sebabnya, Tom sempat meragukan itikad Pansus Centurygate yang dipimpin Sekjen Partai Golkar, Idrus Marham.

"Ada salah kaprah yang disengaja DPR," sebutnya.
"Ada beberapa kasus disana selain korupsi, yaitu ada pelanggaran konstitusi yang dilakukan Presiden. Kenapa mereka (Pansus Centurygate) buta akan hal itu?" kata Tom lagi.


Audit forensik yang dilakukan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dicurigai Tom Pasaribu sebagai manuver untuk menjauhkan persoalan utama kasus ini.
Tom menggarisbawahi kejanggalan realisasi Belanja Anggaran 999.06Â pada Setjen Kementerian Keuangan senilai Rp 6,69 miliar yang ditemukan dalam audit BPK. Disebutkan bahwa dana tersebut digunakan sebuah tim khusus untuk menangani kasus Bank Century. Tugas tim itu adalah untuk mengidentifikasi dan menginventarisasi aset-aset Bank Century, dan mengupayakan pengembalian aset Bank Century di luar negeri ke Indonesia.


"Tim itu sebenarnya diawali penemuan Badan Reserse dan Kriminal Mabes Polri atas beberapa aset di luar negeri yang diduga terkait kejahatan di Bank Century. Seharusnya, Polri yang menuntaskan perkara pidana Bank Century," ujar dia.
Entah mengapa, Polri malah melaporkan temuan itu ke Menteri Keuangan. Nah, Tom curiga, mungkin langkah itu untuk menyelamatkan seseorang atau mengalihkan perhatian.


Penggunaan dana Belanja Anggaran 999.06 senilai Rp 6,69 miliar pada Setjen Kementerian Keuangan itupun kalau ditelisik lebih jauh melanggar UU 41/2008 tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun 2009, khususnya pasal 1 ayat 20.


Menurut Tom, sulit membayangkan kasus ini akhirnya akan terbongkar dan semua pejabat negara yang terlibat di baliknya mendapatkan hukum yang setimpal. [ald]
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.
BERITA TERKAIT: