KPK Periksa Tiga Staf Rekanan Dendy Prasetya

Dalami Jumlah Suap Kasus Korupsi Kemenag

Selasa, 20 November 2012, 09:09 WIB
KPK Periksa Tiga Staf Rekanan Dendy Prasetya
Dendy Prasetya
rmol news logo KPK memeriksa tiga rekanan tersangka Dendy Prasetya dalam kasus proyek pengadaan kitab suci di Kementerian Agama. Diduga, ketiga saksi itu mengetahui aliran dana Rp 10 miliar yang mengucur ke rekening Dendy dan tersangka Zulkarnaen Djabar.

Kepala Biro Humas KPK Jo­han Budi Sapto Prabowo mene­rang­kan, ketiga saksi diduga me­ngetahui adanya komisi berikut tambahan Rp 4 miliar ke ter­sang­ka. Sebelumnya, penyidik mene­mu­kan data bahwa masing-ma­sing tersangka menerima komisi Rp 10 miliar.

Ketiga saksi, kata Johan adalah Elzarita, Ahmad Maulana dan Abdul Kadir Alaydrus.  “Mereka diperiksa sebagai saksi untuk tersangka ZD dan DP.” Tiga saksi itu, lanjutnya, merupakan staf per­usahaan rekanan PT Karya Sinergi Alam Indonesia (KSAI) milik Dendy Prasetya.

“Ada dugaan penambahan ko­misi Rp 4 miliar kepada ter­sang­ka,” katanya. Penambahan jum­lah uang yang diduga suap ini, diakui, mendorong penyidik un­tuk memeriksa saksi tam­bahan. Akan tetapi, Johan belum bisa menguraikan hasil pemeriksaan ketiga saksi secara rinci. Lagi-lagi dia menyatakan, substansi pe­­meriksaan, menjadi kewe­nangan penyidik.

Sebelumnya, Kepala Bagian Informasi dan Pemberitaan KPK Priharsa Nugraha menyatakan, saksi dari pihak swasta tersebut, diduga mengetahui kasus korupsi yang terjadi di Kementerian Aga­ma secara umum. Maksudnya, ketiga saksi diduga mengetahui pe­ranan tersangka Zulkarnaen Dja­bar dan Dendy Prasetya yang di­sebut-sebut berperan  menga­rah­kan anggaran dan mem­pe­ngaruhi pemenangan rekanan un­tuk tiga proyek Kemenag.

Ketiga proyek Kemenag itu, yakni pengadaan laboratorium untuk madrasah tsanawiyah ta­hun 2011 senilai Rp 31 miliar, pengadaan kitab suci tahun 2011 dan tahun anggaran 2012 senilai Rp 20 miliar.

Senada dengan Priharsa, Johan me­ngatakan, atas peran meng­arah­­kan anggaran dan menen­tukan rekanan proyek di Ke­me­nag itu, kedua tersangka diduga mendapat komisi masing-masing lebih dari Rp 10 miliar. “Kedua tersangka diduga menerima suap lebih dari Rp 10 miliar.”

Hal tersebut kini ditelusuri penyidik melalui pemeriksaan saksi tambahan. Dia mengin­for­masikan, ketiga saksi-saksi itu selain diduga kenal dengan ter­sangka Zulkarnaen Djabar dan Dendy Prasetya, juga mengenal Fahd A Rafiq.

Perkenalan dengan para ter­sangka tersebut, sejauh ini masih ditelusuri KPK. Dia memastikan, keterangan tiga saksi tambahan tersebut, nantinya menjadi bahan bagi penyidik untuk mengem­bangkan perkara ini.

Kesaksian mereka, sebutnya, tentu akan diklarifikasi atau di­kon­frontir dengan keterangan para tersangka dan saksi-saksi lain­nya. “Kapan mereka bertemu dengan para tersangka dan apa saja yang dibahas dalam perte­muan, akan dikembangkan,” sam­bungnya.

Hal itu dilakukan penyidik untuk memastikan jumlah suap yang diterima tersangka, serta mengem­bangkan dugaan keter­libatan pihak lain dalam kasus ini. Dijelaskan, tidak tertutup adanya penambahan tersangka dalam ka­sus tersebut. Mengingat, sejauh ini penetapan tersangka kasus ko­rupsi di Ke­menag baru me­nyen­tuh keter­libatan pihak luar kemen­terian.

Disampaikan pula, pen­da­laman perkara dilakukan dengan cara memantau persidangan. “Se­tiap fakta persidangan perkara ini, menjadi masukan bagi penyidik untuk mendalami persoalan yang ada,” tuturnya.

Uang Untuk Tersangka Diduga Mengalir Bertahap

Anggota Komisi VII DPR dari Partai Golkar Zulkarnaen Dja­bar diduga terlibat tiga per­ka­ra korupsi. Yakni, kasus proyek peng­adaan Al Quran di Ditjen Bi­mas Islam Kementerian Agama tahun anggaran 2011 dan 2012, serta proyek pengadaan komputer untuk Madrasah Tsanawiyah di Ditjen Pendidikan Islam Keme­nag tahun anggaran 2011.

Zulkarnaen ditetapkan sebagai tersangka pada Kamis malam, 28 Juni lalu. KPK juga menetapkan anak Zulkarnaen, Dendy Prasetia yang merupakan Sekjen Gerakan Muda MKGR sebagai tersangka. “KPK dalam hal ini telah me­ne­mukan minimal dua alat bukti untuk naik ke tahap penyidikan, dan kami sudah tetapkan dua ter­sangka,” kata Ketua Komisi Pem­berantasan Korupsi Abraham Samad dalam jumpa pers di Gedung KPK, Jakarta.

Pengacara Zulkarnaen, Yusril Ihza Mahendra meminta KPK me­nangani kasus ini secara pro­porsional. “Sementara yang saya dapat simpulkan, yang disebut dengan istilah korupsi pengadaan Alquran tidak benar sama sekali,” ujarnya.

Yusril juga mengatakan, keter­libatan anak Zulkarnaen Djabbar dalam dugaan korupsi tersebut tidak berdasar. Yusril meyakini anak Zulkarnaen tidak ikut  ten­der pengadaan Alquran tahun 2011.

“Pada 2007, tidak spesifik pe­ngadaan Alquran, apalagi dika­tak­an pemenang tender adalah per­­usahaan milik anak Zul­kar­naen Djabbar. Setelah kita kros­cek berdasarkan dokumen, ter­nya­ta tidak ada dasarnya. Anak­nya itu jangankan sebagai pe­me­nang tender, ikut saja dalam ten­der itu tidak. Dan, tidak me­nge­­tahui keberadaan perusa­haan yang ikut dalam percetakan pe­ngadaan Alquran tahun 2011,” belanya.

Tapi, menurut Abraham, Zaenal mengarahkan oknum Ditjen Bimas Islam dan per­usahaan A3I (Adhi Aksara Abadi In­donesia) dalam proyek peng­adaan Al Quran. Zaenal, juga mengarahkan oknum di Ditjen Pen­didikan Islam untuk meng­amankan proyek laboratorium dan sistem komputer untuk me­nangkan PT BKM.

 Penyerahan uang dilakukan secara bertahap. “Nilai suap masih dalam penghitungan. Ang­kanya mulai ratusan juta sampai miliaran rupiah,” kata Abraham saat mengumumkan penetapan tersangka itu.

Untuk mencari bukti tam­bah­an, KPK kemudian menggeledah rumah Zulkarnaen di Jalan Kas­wari 4, Jati Cempaka, Bekasi dan ruangannya di Gedung DPR. Dari ruangan Zulkarnaen, penyidik KPK keluar membawa 1 CPU, 1 monitor dan 2 kardus berukuran sedang.

Ada Yang Disuap, Ada Yang Menyuap

Desmon J Mahesa, Anggota Komisi III DPR

Politisi Partai Gerindra Des­mon J Mahesa meng­harapkan, pemeriksaan tiga saksi tam­bahan kasus korupsi di Ke­me­nag, jadi pintu masuk meng­ung­kap skandal ini. Dengan begitu, siapa pihak internal Kemenag yang terkait perkara tersebut, dapat ditindak sesuai porsi hukum yang ada.

“Jika disebutkan ada dugaan suap yang diterima tersangka kasus ini, idealnya ada pihak yang memberi suap,” katanya. Siapa pemberi suap inilah yang tampaknya, perlu didalami pe­nyidik secara komprehensif.

Dikemukakan, penuntasan dan pengusutan kasus ini sebe­nar­nya tinggal selangkah lagi. Ar­tinya, sudah masuk tahap final. Penetapan tersangka baik dari kalangan DPR, dan pe­ngusaha, telah menunjukkan ada­nya keseriusan KPK dalam me­nyelesaikan perkara tersebut.

Dia menilai, penambahan saksi yang berasal dari kolega atau rekanan perusahaan milik tersangka, diyakini memiliki da­­sar kuat. “Penyidik mem­pu­­nyai alasan menjadikan ketiga rekanan PT KSAI itu sebagai saksi,” ucapnya. Besar ke­mung­kinan, asumsinya, ketiga saksi mengetahui jumlah uang suap yang diterima tersangka.

Atau setidaknya, kesaksian me­reka dianggap mampu mem­beri petunjuk tentang meka­nisme suap itu sendiri.

Lantaran itu, lanjut Desmon, penyidik diharapkan mene­mu­kan titik terang, siapa pihak yang diduga memberi suap untuk tiga proyek di Kemenag tersebut.

“Jadi, pengungkapan perkara tidak hanya menyentuh pihak luar kementerian. Selain itu, pe­nyuap juga mesti dikenai sanksi tegas. KPK tidak boleh hanya menindak penerima suap semata,” tandasnya.

Menurutnya, pihak yang di­du­ga memberi suap, juga me­nge­tahui mekanisme tender pro­yek bermasalah ini. Oleh se­bab itu, dia berharap pe­me­riksaan saksi tambahan pada tiga rekanan tersangka Dendy kali ini, mampu memberikan titik terang pengungkapan per­kara tersebut.

Adakalanya Saksi Mesti Dilindungi

Fadli Nasution, Ketua PMHI

Ketua Perhimpunan Magister Hukum Indonesia Fadli Na­sution mengingatkan, pe­nyidik KPK memiliki kewenangan me­manggil dan memeriksa saksi-saksi. Saksi-saksi yang di­maksud, tentunya adalah saksi yang mengetahui perkara secara jelas.

“Kualifikasi saksi itu ber­ma­cam-macam. Ada yang me­nge­tahui perkara secara jelas, ada yang hanya mengetahui sebatas awal perkara saja,” katanya. Oleh sebab itu, kualitas saksi hen­daknya diukur oleh penyidik.

Jika ada saksi yang menge­ta­hui duduk perkara secara kon­kret, idealnya mereka dipilih untuk menjadi saksi. Bukan se­baliknya, memilih saksi yang hanya mengetahui sedikit masalah dalam perkara.

Disampaikan, klasifikasi saksi nantinya akan menen­tu­kan status saksi-saksi ter­sebut. Baik sebagai saksi mahkota, saksi kunci atau saksi biasa. Di sini juga, penyidik bisa me­nimbang, apakah saksi-saksi tersebut perlu mendapat per­lindungan hukum atau tidak. “Jika kesaksiannya dianggap penting dan bisa mem­ba­ha­ya­kan keselamatan saksi, pe­nyi­dik hendaknya berkoordinasi dengan lembaga perlindungan saksi,” ucapnya. Kepastian hukum seputar perlindungan hukum saksi ini menjadi pen­ting dan krusial.

Masalahnya, dengan kepas­tian perlindungan tersebut, saksi-saksi menjadi terdorong untuk lebih berani mem­beberkan fakta.

Soalnya, fenomena yang ke­rap terjadi di sini, tanpa ada ja­minan perlindungan kese­la­matan, saksi ragu-ragu me­nyam­paikan keterangan yang dinilai krusial alias bisa mem­bahayakan dirinya.

Kondisi yang demikian, ideal­nya disikapi secara pro­fesional oleh penegak hukum. Karenanya, optimalisasi sinergi de­ngan lembaga perlindungan saksi, mutlak diperlukan. Apa­lagi ditujukan demi meng­ung­kap perkara-perkara besar yang biasanya rentan teror dan bera­gam ancaman kekerasan. [Hari Rakyat Merdeka]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA