Jaksa penuntut umum (JPU) meminta orang-orang yang terkait perkara Rustam Syarifuddin Pakaya mengembalikan dana yang pernah diterima. Jaksa tak segan-segan mengeksekusi paksa aset yang diperoleh dari hasil korupsi proyek alat kesehatan di Kementerian Kesehatan itu.
Ketegasan jaksa disamÂpaiÂkan saat pembacaan tuntutan unÂtuk terdakwa bekas Kepala Pusat Penanggulangan Krisis (KPPK) Kementerian Kesehatan (KemenÂkes) Rustam Syarifuddin Pakaya, kemarin, di Pengadilan Tindak PiÂdana Korupsi (Tipikor) Jakarta. Jaksa Iskandar Marwanto meÂnyaÂtakan, nama-nama yang meÂneÂriÂma aliran dana korupsi ini, terÂcanÂtum dalam surat dakwaan Rustam.
Dalam dakwaan, jaksa meÂnyinggung adanya aliran dana ke beÂkas Menteri Kesehatan Siti FaÂdilah Supari Rp 1,275 miliar, ELS Mangundap Rp 850 juta, Amir Syamsuddin Ishak Rp 100 juta, Mediana Hutomo dan Gunadi SoeÂkemi Rp 100 juta, Tan SuharÂtono Rp 150 juta, Tengku LuckÂman Sinar Rp 25 juta, PT IndÂoÂfarma Global Medika Rp 1,763 miliar dan PT Graha Ismaya Rp 15,226 miliar.
Nama-nama tersebut, samÂbungÂnya, diminta segera meÂngemÂbalikan dana yang terkait perÂkara Rustam Pakaya. “MemeÂrintahkan perampasan terhadap keÂkayaan atau uang yang diperÂoleh dari hasil kejahatan tindak piÂdana korupsi untuk dikemÂbaÂliÂkan ke kas negara,†ujar Iskandar.
Jaksa memasang target peÂngembalian uang tersebut satu buÂlan setelah putusan terhadap Rustam berkekuatan hukum teÂtap. Jika tidak mematuhi hal ini, jaksa tidak segan menyita harta benda mereka.
Jaksa Kiki Yani menambahkan, keputusan penyitaan tersebut, berdasarkan keyakinan bahwa aset itu diperoleh terkait perkara Rustam. Apalagi pada tuntutanÂnya, jaksa menyatakan bahwa tinÂdakan terdakwa dilakukan secara sengaja untuk memperkaya diri sendiri dan orang lain.
Rustam didakwa memperkaya diri sendiri sebesar Rp 2,47 miÂliar. Usaha memperoleh dana tersebut, kata jaksa diperoleh deÂngan cara tidak sah. Bekas DiÂrekÂtur Rumah Sakit Kanker DharÂmais ini, didakwa sengaja meÂngaÂtur proses pengadaan alat peÂnanggulangan krisis di Kemenkes dengan meÂngaÂrahkan pada merk tertentu.
“Perbuatan terdakwa dilakukan dengan mengajukan beberapa usul revisi paket, sehingga waktu peÂngerjaan sempit dan proses pengerjaan jadi tidak efisien,†katanya.
Akibat tenggat waktu yang sempit tersebut, perusahaan lain tidak mendapatkan kesempatan mengikuti tender pengadaan proÂyek tersebut. Jaksa meÂnyimÂpulÂkan, sejak awal tender diÂlakÂsaÂnaÂkan, terdakwa sudah punya niat menyimpang. Alasan itu didasari analisa yuridis jaksa berikut hasil pemeriksaan saksi-saksi.
Dari seluruh rangkaian analisa yuridis itu, jaksa berkeyakinan Rustam terbukti melanggar Pasal 2 Ayat 1 Undang Undang Tindak Pidana Korupsi. Karena itu, jaksa menuntut Rustam lima tahun penjara. Selain hukuman penjara, jaksa juga menuntut terdakwa membayar denda Rp 250 juta subsider kurungan enam bulan penjara, berikut membayar uang pengganti Rp 2,4 miliar.
“Jika terdakwa tidak sanggup membayar denda, kami meminta hakim agar menambah masa huÂkuÂman terdakwa tiga tahun penÂjara,†imbuhnya.
Menanggapi tuntutan jaksa ini, terdakwa Rustam sempat terÂceÂngang. Dia tampak menghela naÂfas panjang. Kendati begitu, RusÂtam tidak mau menyampaikan apa saja keberatan yang bakal dia ajukan pada sidang berikutnya. “Saya pasrahkan putusan pada haÂkim. Kita lihat perkembangan nanÂti saja,†ujarnya.
Reka Ulang
Tercantum Dalam Surat Dakwaan Rustam
Kuasa hukum bekas Menteri Kesehatan Siti Fadilah Supari, Yusril Ihza Mahendra meÂnyaÂtaÂkan, karena telah menyebut seÂjumÂlah orang menerima uang daÂlam kasus korupsi alat kesehatan, maka jaksa penuntut umum (JPU) harus membuktikannya.
“Buktikan saja, benar atau tiÂdak. Kalau tidak bisa dibukÂtiÂkan, mereka bisa dituntut balik,†kataÂnya dalam suatu kesempatan keÂpada Rakyat Merdeka.
Nama Siti sebagai salah satu peÂnerima uang kasus alkes, terÂtulis dalam dakwaan JPU terhaÂdap bekas Kepala Pusat PeÂnangÂgulangan Krisis Kementerian Kesehatan Rustam Syarifuddin Pakaya. Rustam menjalani sidang perdana di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta pada KaÂmis, 9 Agustus lalu.
Rustam didakwa memperkaya diri sendiri, suatu perusahaan dan orang lain, sehingga meÂnimÂbulkan kerugian negara sekitar Rp 22 miliar dalam pengadaan alat kesehatan untuk Pusat PeÂnanggulangan Krisis pada tahun anggaran 2007. Persisnya, nilai keÂrugian negara itu Rp 22,051 miliar.
Dalam dakwaan, JPU Agus SaÂlim dkk menyebut Rustam memperkaya diri sendiri sebesar Rp 2,47 miliar, bekas Menteri KeÂsehatan Siti Fadilah Supari Rp 1,275 miliar. Selanjutnya, ELS Mangundap Rp 850 juta, Amir Syamsuddin Ishak Rp 100 juta, Mediana Hutomo dan GunaÂdi Soekemi Rp 100 juta, Tan SuÂharÂtono Rp 150 juta, Tengku LuckÂman Sinar Rp 25 juta, PT InÂdofarma Global Medika Rp 1,763 miliar dan PT Graha Ismaya Rp 15,226 miliar.
Saat dikonfirmasi, bekas MenÂteri Kesehatan Siti Fadilah Supari mengaku tidak pernah menerima uang terkait kasus itu. “JPU mendakwa Rustam dengan meÂnyeÂbut memberi uang ke saya sejumlah itu. Saya tidak mengerti itu. Saya tidak pernah terima uang,†ujarnya ketika dihubungi Rakyat Merdeka.
Selanjutnya, Siti meminta agar dakwaan yang dialamatkan keÂpada Rustam tidak dikait-kaitkan kepada dirinya. “Saya memÂbanÂtah dakwaan bahwa saya mÂeÂneÂrima uang itu. Saya tidak tahu meÂnahu soal aliran dana itu,†ujar anggota Dewan Pertimbangan Presiden ini.
Yang pasti, menurut jaksa KPK, Rustam melanggar Pasal 2 Ayat 1 dan Pasal 3 Undang UnÂdang Pemberantasan Tindak PiÂdana Korupsi. Ancaman huÂkuÂman maksimalnya 20 tahun penÂjara dan denda Rp 1 miliar. KenÂdati begitu, dalam sidang keÂmaÂrin, JPU hanya menuntut Rustam lima tahun penjara.
Sebelumnya, Siti sudah berÂkali-kali diperiksa penyidik KPK sebagai saksi kasus alkes yang berbeda-beda, dengan tersangka yang berbeda-beda pula. Tapi, para tersangka itu adalah bekas anak buahnya. Setidaknya, Siti suÂdah enam kali dimintai keÂteÂraÂngan sebagai saksi di Gedung KPK.
“Pemeriksaan hari ini sebagai saksi untuk Ibu Ratna Umar terÂkait APBNP 2007. Sebelumnya, saya menjadi saksi bagi beliau dari kasus APBN 2006. Memang saya menterinya waktu itu, dan harus ada yang diterangkan,†ujar Siti setibanya di Gedung KPK pada pagi hari, 7 Februari lalu.
Ratna Dewi Umar adalah bekas Direktur Bina Pelayanan Medik yang menjadi tersangka kasus pengadaan alat kesehatan tahun 2006 dan 2007.
Siti mengaku rela memberikan penjelasan berkali-kali kepada penyidik, mengenai perkara-perÂkara korupsi yang telah menyeret sejumlah bekas anak buahnya menÂjadi tersangka itu. Bekas anak buah Siti itu berasal dari eseÂlon dua dan eselon tiga KeÂmenÂkes.
“Saya datang ke sini berkali-kali, kasusnya berbeda-beda. Kira-kira tujuh kasus. Satu-satu saya harus memberikan konfirÂmasi dan klaÂrifikasi,†ujarnya.
Dukung Pengembalian Kerugian Negara
Syarifuddin Suding, Anggota Komisi III DPR
Anggota Komisi III DPR Syarifuddin Suding meminta pengusutan perkara korupsi peÂngadaan alat kesehatan (alkes) dilakukan secara hati-hati. SoalÂnya, silang sengketa keterangan saksi maupun terdakwa masih terjadi dalam sidang kasus ini.
Namun, dia meyakini, para haÂkim kasus ini memiliki stanÂdar penilaian dalam meÂnyeÂleÂsaiÂkan rangkaian persidangan. Baik yang meliputi analisa keÂteÂrangan terdakwa, saksi samÂpai pada tuntutan jaksa penuntut umum (JPU). “Mereka memiÂliÂki kemampuan menggali fakÂta-fakta dan bukti-bukti yang diÂperlukan,†kata anggota DPR dari Partai Hanura ini, kemarin.
Karena itu, dia meminta seÂmua pihak menyerahkan sepÂeÂnuhÂnya putusan kepada majelis hakim. Cara yang paling ideal dalam mendukung kinerja dan obyektifitas hakim, katanya, bisa dilakukan dengan memÂbeÂrikan keterangan yang benar. “Bukan malah menciptakan alibi-alibi yang menyesatkan,†tandasnya.
Syarifuddin menambahkan, tuntutan jaksa juga harus menÂdaÂpatkan dukungan, selama tunÂtutan itu ditujukan untuk keÂpentingan mengembalikan keÂrugian keuangan negara. “Hal itu memang harus dikeÂdeÂpanÂkan,†ucapnya.
Kendati begitu, dia meÂngiÂngatkan, tuntutan agar orang-orang tertentu mengembalikan uang yang diduga terkait kasus alkes, harus dilaksanakan seÂcara hati-hati. Dia bilang, untuk menyikapi hal ini, jaksa harus meÂmastikan apa kapasitas orang-orang yang disebut memÂperoleh uang tersebut dalam kasus ini.
Apabila, jaksa tidak berhasil menunjukkan bukti-bukti keterÂliÂbatan orang-orang yang diÂminta mengembalikan uang itu, tentu penyitaan aset juga akan menemukan kendala. “Mereka pasti bertahan. Berusaha meÂmasÂtikan dirinya tidak terlibat perÂkara korupsi, sehingga meÂreka juga mempertahankan aset mereka,†tandasnya.
Jangan Timbulkan Persoalan Baru
Neta S Pane, Koordinator Presidium IPW
Koordinator Presidium LSM Indonesia Police Watch (IPW) Neta S Pane meminta haÂÂkim cermat menyikapi tuntuÂtan jaksa.
Penegak hukum, lanjut Neta, hendaknya mampu menetapkan status hukum seseorang seÂhingÂga bisa melakukan tindakan huÂkum secara proporsional. MeÂnurutnya, janggal apabila peÂnyiÂtaan aset dilakukan dari taÂngan orang-orang yang hanya berstatus saksi kasus alkes ini.
“Penyitaan aset itu idealnya dari para pelaku atau terpidana sebuah kasus. Itu pun harus diÂdaÂsari pedoman eksekusi. AnÂtara lain, status hukum sudah incraht atau seseorang sudah diÂjatuhi vonis yang bekekuatan huÂkum tetap,†katanya.
Jadi, menurut Neta, penegak hukum idealnya terlebih dahulu memproses sangkaan keterliÂbatan orang-orang yang diduga mendapat kucuran dana dari terdakwa Rustam Pakaya.
“TeÂtapÂkan mereka sebagai tersangÂka, lalu proses hukum sesuai proÂsedur yang ada terÂlebih daÂhulu,†tandasnya.
Apabila telah resmi menyanÂdang status terpidana, penyitaan aset baru bisa dilakukan. Jika penegak hukum, takut atau khaÂwatir mereka menghilangkan atau menyembunyikan asetnya, langkah yang paling ampuh adalah memblokir aset.
“PemÂblokiran aset ini juga sebagai upaya agar orang-orang yang diduga terkait sebuah keÂjahatan, tidak bisa mengakses aset yang dimilikinya.â€
Umumnya, tambah dia, pemblokiran aset dilakukan manakala seseorang berstatus tersangka. Oleh sebab itu, dia menyarankan agar usaha pemblokiran dan penyitaan aset diÂlakukan sesuai ketentuan huÂkum yang ada. Hal itu diÂlakÂsaÂnakan agar tidak menimbulkan persoalan baru, seperti gugatan dari pihak yang asetnya disita.
Dia menggarisbawahi, perÂsoaÂÂlan penyitaan aset henÂdakÂnya dilÂakukan secara terpadu. DeÂngan pengawasan yang keÂtat, dia mengharapkan, kerugian negara tidak semakin besar. [Harian Rakyat Merdeka]
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.
BERITA TERKAIT: