Dua Warga Malaysia berhasil memasukan Neneng Sri Wahyuni ke Indonesia lewat jalur ilegal. Pertemuan untuk memuluskan skenario ini, dilakukan lebih dari satu kali. Untuk memuluskan pelariannya, Neneng menggunakan identitas palsu bernama Nadia.
Menurut jaksa Ahmad BurÂhaÂnuddin Cs, perbuatan dua terÂdakÂwa itu diancam pidana Pasal 21 Undang Undang Nomor 31 TaÂhun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, juncto PaÂsal 55 ayat 1 kesatu KUHP. AkiÂbatnya, terdakwa R Azmi bin MuÂhammad Yusof dan MoÂhamÂmad HaÂsan Bin Khusi MoÂhamÂmad HaÂsan, terancam hukuman 12 taÂhun penjara dan denda Rp 600 juta.
Dakwaan jaksa tersebut dilatari pertimbangan bahwa Hasan dan Azmi diduga sengaja mencegah, merintangi, menggagalkan secara langsung atau tidak langsung peÂngusutan kasus dugaan korupsi proÂyek pembangkit Listrik TeÂnaÂga Surya (PLTS) di Ditjen P2MK Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi tahun anggaran 2008.
Dalam dakwaan, jaksa meÂnyeÂbutÂkan, Neneng menyampaikan keinginan pulang ke Indonesia pada awal Juni 2012. Saat itu, dia berÂtemu kedua terdakwa di Raja Kedai Abdul Aziz di Kuala LumÂpur. Kedua terdakwa meÂnyangÂguÂpi permintaan Neneng.
Padahal semestinya, tambah jaksa Kadek Wiradana, terdakwa memberitahukan keberadaan NeÂneng pada otoritas keamanan MaÂlaysia. “Terdakwa tahu dimana Neneng yang saat itu berstatus buÂÂronan tinggal di Kuala LumÂpur,†ucapnya.
Selama berada di Kuala LumÂpur, sebutnya lagi, Neneng semÂbuÂnyi di sebuah apartemen. NaÂmun, keduanya justru sengaja meÂlindungi Neneng di persemÂbuÂnyiannya. Menurut jaksa, kedua terÂdakwa bertemu dengan NeÂneng lebih dari satu kali.
Untuk merespon keinginan Neneng kembali ke Indonesia, kedua terdakwa berusaha keras menyiapkan segala sesuatunya. Guna menghindari endusan petuÂgas, keduanya pun mencari orang yang dianggap mampu meÂloÂlosÂkan Neneng.
Ketika itu, Hasan menemui Thoyyibin Abdul Azis. Setelah seÂgala sesuatunya dipersiapkan secara matang, pada 12 Juni, NeÂneng dan Thoyyibin meÂningÂgalÂkan Kuala Lumpur. Mereka berÂniat pergi ke Batam mengÂguÂnaÂkan fery lewat Pelabuhan SetuÂlang Laut Johor Malaysia.
Dari Setulang Laut Johor, HaÂsan, Azmi, Neneng dan pemÂbanÂtunya Chalimah bergerak menuju Batam. Neneng dan Chalimah pergi menaiki speed boat. SeÂdangÂkan Hasan dan Azmi meÂnumÂpang fery. “Terdakwa satu, terÂdakwa dua dan Chalimah pemÂbantu Neneng dengan Ferry meÂlalui jalur resmi, sementara NeÂneng menggunakan speed boat,†ujar jaksa Kadek.
Kedua terdakwa dan Chalimah tiba di Batam lebih dulu. Di BaÂtam, mereka menginap di Hotel Batam Center. “Mereka memesan kamar menggunakan nama HaÂsan dan Azmi,†kata Kadek. HaÂsan di sini berperan sebagai orang yang membayar tagihan atau sewa kamar hotel.
Di hotel tersebut, Neneng dan Chalimah menginap di kamar 318. Dari Batam, keesokan haÂrinya, Neneng dilarikan ke BanÂdara Hang Nadim. MengÂguÂnakan identitas palsu dengan nama Nadia, Neneng dan romÂboÂngan terbang ke Jakarta.
Perjalanan Neneng Cs ini, kata jaksa, berjalan mulus. Tapi saat itu Neneng sempat salah perhituÂnganÂ. Menurut jaksa, Hasan dan Azmi sudah mengingatkan agar Neneng tak langsung pulang ke rumahnya di bilangan Pejaten, Jakarta Selatan.
“Saat menumÂpaÂngi taksi menuju rumahnya, HaÂsan sempat menghubungi NeÂneng melalui telepon,†ucapnya.
Hasan mengingatkan agar NeÂneng tidak langsung pulang. Tapi saran itu tak diindahkan terdakwa yang buron sejak Agustus 2011. Alhasil, begitu sampai rumah, peÂtugas KPK mencokok istri NaÂzaruddin tersebut. Tak lama seÂteÂlah meringkus Neneng, petugas pun menangkap Hasan dan Azmi di Hotel Lumire.
Reka Ulang
Bertemu Hasan & Azmi Yang Sedang Ngopi
Partai Demokrat (PD) akan memÂberi sanksi kepada kaderÂnya, Bertha Herawati. Sanksi diÂjatuhkan apabila Bertha terbukti terlibat dalam pelarian tersangka korupsi pengadaan PLTS KeÂmeÂnaÂkertrans, Neneng Sri Wahyuni.
Keterangan tersebut disamÂpaiÂkan Wakil Sekjen PD Saan MusÂtofa di Gedung DPR, Jakarta, JuÂmat (22/6). Menurutnya, Komisi Pengawasan PD akan meminta klarifikasi kepada Bertha tentang kasus ini. “Di DPP kan ada biÂdang hukum, ada komisi peÂngaÂwasan. Tentu nanti akan bekerja seÂsuai bidang masing-masing,†ujarnya.
Saan memastikan, PD tidak akan mengintervensi KPK yang telah mengajukan pencegahan ke luar negeri untuk Bertha. “Kami baru tahu hari ini dari media. KaÂlau memang terbukti, partai akan menindaklanjuti,†kata Anggota Komisi III dan Sekretaris Fraksi PD di DPR itu.
Saan mengaku, partainya tak tahu soal dugaan keterlibatan Bertha dalam kasus Neneng, istri Muhammad Nazaruddin. Bertha tercatat sebagai Sekretaris DeÂparÂtemen Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak DPP ParÂtai Demokrat. Namun, selama ini Bertha kurang aktif di DPP.
Diberitakan sebelumnya, BerÂtha tercatat sebagai notaris dalam perusahaan Berkah Alam BeÂrÂlimÂpah dan Eksekutif Money ChaÂnger. Kedua perusahaan itu meÂruÂpakan anak perusahaan Grup Permai yang dikendalikan NaÂzaÂrudÂdin. Ia sudah beberapa kali diÂperiksa KPK sebagai saksi, untuk beberapa perkara, tersangka soal kasus dan pelarian Neneng ke luar negeri.
Namun, Bertha membantah terÂlibat pelarian Neneng ke MaÂlayÂsia. Kendati begitu, dia meÂngaku keÂnal dengan dua Warga NeÂgara MaÂlaysia yang bersama dengan Neneng. Menurut dia, perkenalan itu karena hubungan bisnis.
Bertha mengaku, perÂkeÂnaÂlanÂnya dengan Mohamad Hasan bin Kushi dan Azmi bin Muhammad YuÂsof terjalin sejak akhir 2011. KeÂtika itu, mereka bermaksud berÂinvestasi di Indonesia. BebeÂrapa proyek yang sudah pernah dibicarakan sampai kini belum ada yang terlaksana. “Saya sudah diberi copy passport keduanya untuk sewaktu-waktu membuat draft perjanjiannya kalau rencana tersebut dapat diwujudkan,†kaÂtanya, Jumat (22/6).
Menurut dia, setiap kali dua WarÂga Malaysia itu datang ke InÂdonesia, biasanya mereka meÂngaÂbaÂrinya, mengajak makan siang atau makan malam. Tetapi, lanÂjutÂnya, tidak setiap kali mereka ke Indonesia, dia tahu apa urusan mereka. Sebab, banyak urusan lain yang mereka kerjakan di InÂdoÂnesia, misalnya di Medan, PeÂkanbaru dan Jakarta.
Bertha juga pernah berkunjung ke Malaysia. Bahkan sebelum diÂtangkap KPK, keduanya sempat menelepon Bertha untuk meÂngaÂjak makan siang bersama. SaÂyang, Bertha sedang ada kegiatan lain. Namun sepupu Bertha meÂnemui Hasan di Hotel Oasis Amir untuk makan malam.
Di Malaysia, Hasan memÂpuÂnya restauran “Kedai Hasan†di Kuala Lumpur. Sedangkan Azmi merupakan Managing Director Meram Holding dan aktif di HTM Consultant Sdn Bhd.
“Saya memang pernah ke Kuala Lumpur, tetapi sama sekali tidak ada urusannya dengan Ibu Neneng. Saya tidak bertemu atauÂpun kontak dengan ibu Neneng, karena sejak beliau buron, saya tidak pernah berkomunikasi deÂngannya. Saya hanya mengetahui kabarnya dari Bapak Nazaruddin yang mengatakan, Ibu Neneng daÂlam keadaan baik-baik saja berÂsama anak-anak mereka,†katanya.
Bertha mengatakan, penÂceÂkaÂlanÂnya oleh KPK sudah sejak April atau sebelum Neneng terÂtangÂkap. Pencekalannya terkait kasus dugaan pencucian uang meÂlalui pembelian saham GaruÂda. Selanjutnya, ia diperiksa kemÂbali mengenai pelarian Neneng. Terakhir ia diperiksa mengenai upaya menghalang-halangi peÂnyidikan oleh dua warga negara Malaysia.
“Selesai pemeriksaan, saya semÂpat bertemu Bapak Azmi dan Bapak Hasan yang kebetulan seÂdang minum kopi sambil meroÂkok di gang, dimana saya lewat untuk keluar dari ruang peÂmeÂrikÂsaan. Saya sempat menyalami keÂduanya dan saya katakan, keÂnapa mereka bisa terlibat perbuatan yang tidak baik. Dijawab keÂduaÂnya, “We just want to help that lady because she asked us to buy some food for herâ€.â€Saya tidak biÂcara apa-apa lagi karena peÂtugas KPK meminta saya untuk segera turun,†ceritanya.
Mesti Tuntas Sampai Yang Bantu Kabur
Edi Hasibuan, Komisioner Kompolnas
Komisioner Komisi KepoÂlisian Nasional (Kompolnas) Edi Hasibuan berharap, dalang di balik aksi pelarian Neneng Sri Wahyuni terungkap secara gamblang.
Dia menduga, pelarian istri bekas Bendahara Umum Partai Demokrat M Nazaruddin itu, tak hanya melibatkan terdakwa dua Warga Malaysia saja. “KeÂmungÂkinan adanya keterÂliÂbaÂtan pihak lain sangat kental,†katanya.
Dia menilai, peran dua Warga Malaysia dalam kasus ini baru terlihat saat Neneng berinisiatif pulang ke Indonesia. SemenÂtara, pihak lain yang diduga ikut membantu pelariannya ke luar negeri belum terekspos.
Nama orang yang dimintai banÂtuan oleh kedua terdakwa keÂtika hendak membawa NeÂneng keluar dari Malaysia, juga belum jelas. “Padahal, dia diÂduÂga sebagai orang yang terlibat meÂnyiapkan identitas palsu Neneng dengan nama Nadia,†ucapnya.
Menurutnya, kejanggalan-kejanggalan itu merupakan baÂgiÂan kecil dari setumpuk perÂsoalan yang ada. Oleh sebab itu, dia berharap besar, persidaÂngan kasus ini mampu menÂjaÂwab persoalan yang masih mengÂgantung. Dia meminta, haÂkim dan jaksa pun cermat daÂlam menggali fakta di perÂsidangan.
Namun demikian, dia mengÂapÂresiasi langkah KPK dan KeÂpolisian Internasional (Interpol) yang sudah berkoordinasi meÂngÂidentifikasi jejak buronan ini.
“Upaya dan kerja keras tim pemburu Neneng ini patut diÂharÂgai dan diberi apresiasi,†ujarÂnya. Semoga, keberhasilan menangkap buronan seperti NeÂneng ini juga mampu diÂwuÂjudÂkan dalam perburuan buÂroÂnan lainnya.
Yang juga penting, menurut Edi, penuntasan kasus buronan NeÂneng dan para pihak yang diÂduga membantu pelariannya, diÂjadikan pintu masuk dalam meÂngembalikan aset negara yang diÂlÂarikan para koruptor.
Momentum Untuk Tunjukkan Komitmen
Desmon J Mahesa, Anggota Komisi III DPR
Politisi Partai Gerindra DesÂmon J Mahesa berharap, peÂngungkapan peran dua Warga Malaysia dalam pelarian NeÂneng Sri Wahyuni dijadikan moÂmentum bagi penegak huÂkum untuk menindak para peÂlaku kejahatan. Apalagi, kasus pelarian Neneng ini terkait deÂngan perkara besar lainnya.
“Ini momentum penegak huÂkum untuk menunjukkan koÂmitÂmennya dalam mengemban tugas mereka,†katanya. SoalÂnya, prestasi terkait perburuan para buronan yang kabur ke luar negeri belakangan ini sangat minim.
Padahal, proyek-proyek kerÂjaÂsama dengan penegak hukum negara lain senantiasa dilakuÂkan. Jadi, menurutnya, sangat tiÂdak masuk akal apabila kebeÂradaan buronan di luar negeri sulit diidentifikasi.
Dia menyayangkan, kesulitan mengidentifikasi keberadaan para buronan itu selalu memÂbaÂwa dampak negatif pada proses hukum. Mau tidak mau, kataÂnya lagi, proses eksekusi aset dan badan para buronan menÂjadi terhambat. Kendala-kenÂdala seperti inilah yang seÂmesÂtiÂnya diantisipasi.
“Perlu adanya pengawasan yang lebih intensif. Selain meÂningkatkan sinergi dengan neÂgara lain, koordinasi KPK, PolÂri, Kejaksaan Agung, Ditjen Imigrasi Kementerian Hukum dan HAM serta jajaran terkait lainnya harus dibenahi.†PemÂbenÂahan yang konstruktif ini, diharapkan mampu menjaga kemungkinan makin banyakÂnya daftar buronan di luar negeri.
Lebih jauh, menyikapi proses huÂkum terhadap dua Warga MaÂlaysia yang diduga membantu pelarian Neneng, dia mengaÂtaÂkan, siapapun yang terbukti meÂlanggar hukum harus diproses sesuai ketentuan yang berlaku. SeÂkalipun pelakunya warga asing, hukum tetap harus mamÂpu menjadi alat untuk menindak orang yang bersalah. “Tetap tidak boleh surut.†[Harian Rakyat Merdeka]
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.
BERITA TERKAIT: