Dua Orang Malaysia Minta Neneng Tak Langsung Pulang

Rintangi Pengusutan Kasus PLTS Kemenakertrans

Minggu, 04 November 2012, 09:00 WIB
Dua Orang Malaysia Minta Neneng Tak Langsung Pulang
Neneng Sri Wahyuni
rmol news logo Dua Warga Malaysia berhasil memasukan Neneng Sri Wahyuni ke Indonesia lewat jalur ilegal. Pertemuan untuk memuluskan skenario ini, dilakukan lebih dari satu kali. Untuk memuluskan pelariannya, Neneng menggunakan identitas palsu bernama Nadia.

Menurut jaksa Ahmad Bur­ha­nuddin Cs, perbuatan dua ter­dak­wa itu diancam pidana Pasal 21 Undang Undang Nomor 31 Ta­hun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, juncto Pa­sal 55 ayat 1 kesatu KUHP. Aki­batnya, terdakwa R Azmi bin Mu­hammad Yusof dan Mo­ham­mad Ha­san Bin Khusi Mo­ham­mad Ha­san, terancam hukuman 12 ta­hun penjara dan denda Rp 600 juta.

Dakwaan jaksa tersebut dilatari pertimbangan bahwa Hasan dan Azmi diduga sengaja mencegah, merintangi, menggagalkan secara langsung atau tidak langsung pe­ngusutan kasus dugaan korupsi pro­yek pembangkit Listrik Te­na­ga Surya (PLTS) di Ditjen P2MK Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi tahun anggaran 2008.

Dalam dakwaan, jaksa me­nye­but­kan, Neneng menyampaikan keinginan pulang ke Indonesia pada awal Juni 2012. Saat itu, dia ber­temu kedua terdakwa di Raja Kedai Abdul Aziz di Kuala Lum­pur. Kedua terdakwa me­nyang­gu­pi permintaan Neneng.

Padahal semestinya, tambah jaksa Kadek Wiradana, terdakwa memberitahukan keberadaan Ne­neng pada otoritas keamanan Ma­laysia. “Terdakwa tahu dimana Neneng yang saat itu berstatus bu­­ronan tinggal di Kuala Lum­pur,” ucapnya.

Selama berada di Kuala Lum­pur, sebutnya lagi, Neneng sem­bu­nyi di sebuah apartemen. Na­mun, keduanya justru sengaja me­lindungi Neneng di persem­bu­nyiannya. Menurut jaksa, kedua ter­dakwa bertemu dengan Ne­neng lebih dari satu kali.

Untuk merespon keinginan Neneng kembali ke Indonesia, kedua terdakwa berusaha keras menyiapkan segala sesuatunya. Guna menghindari endusan petu­gas, keduanya pun mencari orang yang dianggap mampu me­lo­los­kan Neneng.

Ketika itu, Hasan menemui Thoyyibin Abdul Azis. Setelah se­gala sesuatunya dipersiapkan secara matang, pada 12 Juni, Ne­neng dan Thoyyibin me­ning­gal­kan Kuala Lumpur. Mereka ber­niat pergi ke Batam meng­gu­na­kan fery lewat Pelabuhan Setu­lang Laut Johor Malaysia.

Dari Setulang Laut Johor,  Ha­san, Azmi, Neneng dan pem­ban­tunya Chalimah bergerak menuju Batam. Neneng dan Chalimah pergi menaiki speed boat. Se­dang­kan Hasan dan Azmi me­num­pang fery. “Terdakwa satu, ter­dakwa dua dan Chalimah pem­bantu Neneng dengan Ferry me­lalui jalur resmi, sementara Ne­neng menggunakan speed boat,” ujar jaksa Kadek.

Kedua terdakwa dan Chalimah  tiba di Batam lebih dulu. Di Ba­tam, mereka menginap di Hotel Batam Center. “Mereka memesan kamar menggunakan nama Ha­san dan Azmi,” kata Kadek. Ha­san di sini berperan sebagai orang yang membayar tagihan atau sewa kamar hotel.

Di hotel tersebut,  Neneng dan Chalimah menginap di kamar 318. Dari Batam, keesokan ha­rinya, Neneng dilarikan ke Ban­dara Hang Nadim. Meng­gu­nakan identitas palsu dengan nama Nadia, Neneng dan rom­bo­ngan terbang ke Jakarta.

Perjalanan Neneng Cs ini, kata jaksa, berjalan mulus. Tapi saat itu Neneng sempat salah perhitu­ngan­. Menurut jaksa, Hasan dan Azmi sudah mengingatkan agar Neneng tak langsung pulang ke rumahnya di bilangan Pejaten, Jakarta Selatan.

“Saat menum­pa­ngi taksi menuju rumahnya, Ha­san sempat menghubungi Ne­neng melalui telepon,” ucapnya.

Hasan mengingatkan agar Ne­neng tidak langsung pulang. Tapi saran itu tak diindahkan terdakwa yang buron sejak Agustus 2011. Alhasil, begitu sampai rumah, pe­tugas KPK mencokok istri Na­zaruddin tersebut. Tak lama se­te­lah meringkus Neneng, petugas pun menangkap Hasan dan Azmi di Hotel Lumire.

Reka Ulang

Bertemu Hasan & Azmi Yang Sedang Ngopi

Partai Demokrat (PD) akan mem­beri sanksi kepada kader­nya, Bertha Herawati. Sanksi di­jatuhkan apabila Bertha terbukti terlibat dalam pelarian tersangka korupsi pengadaan PLTS Ke­me­na­kertrans, Neneng Sri Wahyuni.

Keterangan tersebut disam­pai­kan Wakil Sekjen PD Saan Mus­tofa di Gedung DPR, Jakarta, Ju­mat (22/6). Menurutnya, Komisi Pengawasan PD akan meminta klarifikasi kepada Bertha tentang kasus ini. “Di DPP kan ada bi­dang hukum, ada komisi pe­nga­wasan. Tentu nanti akan bekerja se­suai bidang masing-masing,” ujarnya.

Saan memastikan, PD tidak akan mengintervensi KPK yang telah mengajukan pencegahan ke luar negeri untuk Bertha. “Kami baru tahu hari ini dari media. Ka­lau memang terbukti, partai akan menindaklanjuti,” kata Anggota Komisi III dan Sekretaris Fraksi PD di DPR itu.

Saan mengaku, partainya tak tahu soal dugaan keterlibatan Bertha dalam kasus Neneng, istri Muhammad Nazaruddin. Bertha tercatat sebagai Sekretaris De­par­temen Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak DPP Par­tai Demokrat. Namun, selama ini Bertha kurang aktif di DPP.

Diberitakan sebelumnya, Ber­tha tercatat sebagai notaris dalam perusahaan Berkah Alam Be­r­lim­pah dan Eksekutif Money Cha­nger. Kedua perusahaan itu me­ru­pakan anak perusahaan Grup Permai yang dikendalikan Na­za­rud­din. Ia sudah beberapa kali di­periksa KPK sebagai saksi, untuk beberapa perkara, tersangka soal kasus dan pelarian Neneng ke luar negeri.

Namun, Bertha membantah ter­libat pelarian Neneng ke Ma­lay­sia. Kendati begitu, dia me­ngaku ke­nal dengan dua Warga Ne­gara Ma­laysia yang bersama dengan Neneng. Menurut dia, perkenalan itu karena hubungan bisnis.

Bertha mengaku, per­ke­na­lan­nya dengan Mohamad Hasan bin Kushi dan Azmi bin Muhammad Yu­sof terjalin sejak akhir 2011. Ke­tika itu, mereka bermaksud ber­investasi di Indonesia. Bebe­rapa proyek yang sudah pernah dibicarakan sampai kini belum ada yang terlaksana. “Saya sudah diberi copy passport keduanya untuk sewaktu-waktu membuat draft perjanjiannya kalau rencana tersebut dapat diwujudkan,” ka­tanya, Jumat (22/6).

Menurut dia, setiap kali dua War­ga Malaysia itu datang ke In­donesia, biasanya mereka me­nga­ba­rinya, mengajak makan siang atau makan malam. Tetapi, lan­jut­nya,  tidak setiap kali mereka ke Indonesia, dia tahu apa urusan mereka. Sebab, banyak urusan lain yang mereka kerjakan di In­do­nesia, misalnya di Medan, Pe­kanbaru dan Jakarta.

Bertha juga pernah berkunjung ke Malaysia. Bahkan sebelum di­tangkap KPK, keduanya sempat menelepon Bertha untuk me­nga­jak makan siang bersama. Sa­yang, Bertha sedang ada kegiatan lain. Namun sepupu Bertha me­nemui Hasan di Hotel Oasis Amir untuk makan malam.

Di Malaysia, Hasan mem­pu­nya restauran “Kedai Hasan” di Kuala Lumpur. Sedangkan Azmi merupakan Managing Director Meram Holding dan aktif di HTM Consultant Sdn Bhd.

“Saya memang pernah ke Kuala Lumpur, tetapi sama sekali tidak ada urusannya dengan Ibu Neneng. Saya tidak bertemu atau­pun kontak dengan ibu Neneng, karena sejak beliau buron, saya tidak pernah berkomunikasi de­ngannya. Saya hanya mengetahui kabarnya dari Bapak Nazaruddin yang mengatakan, Ibu Neneng da­lam keadaan baik-baik saja ber­sama anak-anak mereka,” katanya.

Bertha mengatakan, pen­ce­ka­lan­nya oleh KPK sudah sejak April atau sebelum Neneng ter­tang­kap. Pencekalannya terkait kasus dugaan pencucian uang me­lalui pembelian saham Garu­da. Selanjutnya, ia diperiksa kem­bali mengenai pelarian Neneng. Terakhir ia diperiksa mengenai upaya menghalang-halangi pe­nyidikan oleh dua warga negara Malaysia.

“Selesai pemeriksaan, saya sem­pat bertemu Bapak Azmi dan Bapak Hasan yang kebetulan se­dang minum kopi sambil mero­kok di gang, dimana saya lewat untuk keluar dari ruang pe­me­rik­saan. Saya sempat menyalami ke­duanya dan saya katakan, ke­napa mereka bisa terlibat perbuatan yang tidak baik. Dijawab ke­dua­nya, “We just want to help that lady because she asked us to buy some food for her”.”Saya tidak bi­cara apa-apa lagi karena pe­tugas KPK meminta saya untuk segera turun,” ceritanya.

Mesti Tuntas Sampai Yang Bantu Kabur

Edi Hasibuan, Komisioner Kompolnas

Komisioner Komisi Kepo­lisian Nasional (Kompolnas) Edi Hasibuan berharap, dalang di balik aksi pelarian Neneng Sri Wahyuni terungkap secara gamblang.

Dia menduga, pelarian istri bekas Bendahara Umum Partai Demokrat M Nazaruddin itu, tak hanya melibatkan terdakwa dua Warga Malaysia saja. “Ke­mung­kinan adanya keter­li­ba­tan pihak lain sangat kental,” katanya.

Dia menilai, peran dua Warga Malaysia dalam kasus ini baru terlihat saat Neneng berinisiatif pulang ke Indonesia. Semen­tara, pihak lain yang diduga ikut membantu pelariannya ke luar negeri belum terekspos.

Nama orang yang dimintai ban­tuan oleh kedua terdakwa ke­tika hendak membawa Ne­neng keluar dari Malaysia, juga belum jelas. “Padahal, dia di­du­ga sebagai orang yang terlibat me­nyiapkan identitas palsu Neneng dengan nama Nadia,” ucapnya.

Menurutnya, kejanggalan-kejanggalan itu merupakan ba­gi­an kecil dari setumpuk per­soalan yang ada. Oleh sebab itu, dia berharap besar, persida­ngan kasus ini mampu men­ja­wab persoalan yang masih meng­gantung. Dia meminta, ha­kim dan jaksa pun cermat da­lam menggali fakta di per­sidangan.

Namun demikian, dia meng­ap­resiasi langkah KPK dan Ke­polisian Internasional (Interpol) yang sudah berkoordinasi me­ng­identifikasi jejak buronan ini.

“Upaya dan kerja keras tim pemburu Neneng ini patut di­har­gai dan diberi apresiasi,” ujar­nya. Semoga, keberhasilan menangkap buronan seperti Ne­neng ini juga mampu di­wu­jud­kan dalam perburuan bu­ro­nan lainnya.

Yang juga penting, menurut Edi, penuntasan kasus buronan Ne­neng dan para pihak yang di­duga membantu pelariannya, di­jadikan pintu masuk dalam me­ngembalikan aset negara yang di­l­arikan para koruptor.

Momentum Untuk Tunjukkan Komitmen

Desmon J Mahesa, Anggota Komisi III DPR

Politisi Partai Gerindra Des­mon J Mahesa berharap, pe­ngungkapan peran dua Warga Malaysia dalam pelarian Ne­neng Sri Wahyuni dijadikan mo­mentum bagi  penegak hu­kum untuk menindak para pe­laku kejahatan. Apalagi, kasus pelarian Neneng ini terkait de­ngan perkara besar lainnya.

“Ini momentum penegak hu­kum untuk menunjukkan ko­mit­mennya dalam mengemban tugas mereka,” katanya. Soal­nya, prestasi terkait perburuan para buronan yang kabur ke luar negeri belakangan ini sangat  minim.

Padahal, proyek-proyek ker­ja­sama dengan penegak hukum negara lain senantiasa dilaku­kan. Jadi, menurutnya, sangat ti­dak masuk akal apabila kebe­radaan buronan di luar negeri sulit diidentifikasi.

Dia menyayangkan, kesulitan mengidentifikasi keberadaan para buronan itu selalu mem­ba­wa dampak negatif pada proses hukum. Mau tidak mau, kata­nya lagi,  proses eksekusi aset dan badan para buronan men­jadi terhambat. Kendala-ken­dala seperti inilah yang se­mes­ti­nya diantisipasi.

“Perlu adanya pengawasan yang lebih intensif. Selain me­ningkatkan sinergi dengan ne­gara lain, koordinasi KPK, Pol­ri, Kejaksaan Agung, Ditjen Imigrasi Kementerian Hukum dan HAM serta jajaran terkait lainnya harus dibenahi.” Pem­ben­ahan yang konstruktif ini, diharapkan mampu menjaga kemungkinan makin banyak­nya daftar buronan di luar negeri.

Lebih jauh, menyikapi proses hu­kum terhadap dua Warga Ma­laysia yang diduga membantu pelarian Neneng, dia menga­ta­kan, siapapun yang terbukti me­langgar hukum harus diproses sesuai ketentuan yang berlaku. Se­kalipun pelakunya warga asing, hukum tetap harus mam­pu menjadi alat untuk menindak orang yang bersalah. “Tetap tidak boleh surut.” [Harian Rakyat Merdeka]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA