.Perkara korupsi pengadaan Sistem Informasi Direktorat Jenderal Pajak yang kerap disebut sebagai kasus Sisinfo atau SIDJP, kembali bergulir.
Berkas tersangka Riza Noor KaÂrim, bekas Direktur IT Ditjen PaÂjak Kanwil Jakarta, sudah diÂlimpahkan kejaksaan ke PengaÂdilÂan Tipikor Jakarta. “Berkas perÂkara atas nama RNK dilimÂpahÂkan ke Pengadilan Tipikor paÂda Jumat 19 Oktober,†kata KeÂpala Pusat Penerangan Hukum KeÂÂjaksaan Agung Adi ToeÂgaÂrisman, kemarin.
Menurut Adi, RNK akan diÂdakÂwa melanggar Pasal 2 Ayat 1 dan Pasal 3 Undang Undang TinÂdak Pidana Korupsi. “Kami seÂdang menunggu jadwal perÂsiÂdangÂan dari pengadilan,†katanya.
Sementara itu, penyidik pidana khusus Kejaksaan Agung akhirÂnya menahan bekas Sekretaris DiÂrektorat Jenderal Pajak AchÂmad Syarifuddin Alsjah (ASA) di Rumah Tahanan Salemba cabang Kejaksaan Agung, Jalan Sultan Hasanuddin, Jakarta Selatan.
Sebelum ditahan, bekas pejabat teras Ditjen Pajak itu terlebih daÂhulu diperiksa di Gedung BunÂdar, Kejaksaan Agung. “Tersangka ASA diperiksa sebagai tersangka. SeÂusai diperiksa, dia langsung ditaÂhan,†kata Adi, Kamis lalu (18/10).
Syarifuddin memenuhi pangÂgilan penyidik sejak pukul 10 pagi. “Pada pukul 12.30, seusai pemeriksaan, sesuai saran dan kebutuhan penyidik, ASA ditahan selama 20 hari, terhitung sejak 18 Oktober sampai 6 November 2012,†jelas Adi.
Syarifuddin ditahan berdaÂsarÂkan Surat Penahanan Nomor 37/10/2012 tertanggal 18 Oktober 2012. Dia disangka melanggar PaÂsal 2 Ayat 1 dan Pasal 3 Undang Undang Tindak Pidana Korupsi.
Adi berharap, tersangka ASA segera naik ke tahap penuntutan, mengikuti jejak para tersangka terdahulu dalam kasus ini, seperti RNK. “Mudah-mudahan segera naik ke penuntutan juga,†ujar bekas Kepala Kejaksaan Tinggi KeÂpulauan Riau ini.
Berkas tersangka RNK diÂnyaÂtakan lengkap (P21) dengan NoÂmor B-46/F.3/Ft.1/09/2012, terÂtangÂgal 21 September 2012. “Sudah dilimpahkan pada Senin 8 Oktober lalu. Pelimpahan tahap dua ini, diserahkan ke Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan,†ujar Adi.
RNK disangka merekayasa leÂlang dengan memenangkan PT Berca Hardaya Perkasa (PT BHP) milik Murdaya Poo. PeÂnyidik sudah pernah mengorek keÂterangan suami Hartati MurÂdaya itu sebagai saksi. Namun, tidak ada kabar perkemÂbangÂanÂnya. “Belum ada pemeriksaan lanÂjutan dari penyidik,†alasan Adi.
Dalam perkembangan penyiÂdikan, Kejagung menemukan seÂbagian barang dalam pengadaan senilai Rp 43 miliar ini, tidak seÂsuai spesifikasi yang telah ditentukan. Ada pula yang fiktif. Singkat cerita, menurut sangkaan Kejaksaan Agung, pengadaan itu menyesuaikan dengan penawaran PT BHP.
Penyidikan yang dilakukan KeÂjaksaan Agung ini merupakan tindak lanjut dari laporan Badan PeÂmeriksa Keuangan (BPK). DaÂlam audit proyek tersebut, BPK menemukan kejanggalan sekitar Rp 12 miliar.
RNK didakwa dengan dakÂwaÂan primair Pasal 2 Ayat (1) jo PaÂsal 18 Ayat (1) b Undang Undang Tindak Pidana Korupsi, junto Pasal 55 Ayat (1) ke 1 KUHP. Dakwaan subsidair, Pasal 3 jo PaÂsal 18 Ayat (1) b Undang Undang Tipikor jo Pasal 55 Ayat (1) ke 1 KUHP.
Sejauh ini, Kejaksaan Agung telah menetapkan enam tersangÂka, yakni Ketua Panitia Lelang BaÂhar, Pejabat Pembuat KomitÂmen (PPK) Pulung Soekarno, Direktur PT BHP Lim Wendra HaÂlingkar, Direktur PT BHP MicÂhael Surya Gunawan, bekas DiÂrekÂtur IT Perpajakan Kanwil JaÂkarta Khusus Riza Noor Karim dan bekas Sekretaris Ditjen Pajak Achmad Syarifuddin Alsjah. Para tersangka itu juga dituduh KejaÂgung melanggar Keputusan Presiden Nomor 80 tentang PeÂngaÂdaan Barang dan Jasa.
Reka Ulang
Vonis Hakim Untuk Bahar Dan Pulung
Majelis hakim Tipikor Jakarta memvonis Ketua Panitia Lelang Bahar dan Pejabat Pembuat KoÂmitÂmen Pulung Soekarno berÂsalah dalam kasus korupsi peÂngadaan Sistem Informasi (Sisinfo) di Ditjen Pajak.
Dalam sidang di Pengadilan Tipikor Jakarta pada Jumat, 21 SepÂtember lalu, Bahar dijatuhi huÂkuman tiga tahun penjara dan PuÂlung dua tahun penjara diÂpoÂtong masa penahanan. Kedua terÂdakwa juga didenda Rp 50 juta juga subÂsider kurungan tiga bulan.
Dalam putusan, Ketua Majelis HaÂkim Suhartoyo menyatakan, dua terdakwa itu secara sah dan meÂyakinkan menguntungkan orang lain, sehingga merugikan keÂuangan negara. Menurutnya, Bahar dan Pulung terbukti meÂlakukan tindak pidana korupsi seÂbagaimana dakwaan subsider, Pasal 55 Ayat 1 ke 1 KUHP.
Seperti diketahui, kasus ini berÂmula ketika Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menemukan keÂjanggalan Rp 12 miliar dalam proÂyek pengadaan sistem inforÂmaÂsi yang menelan anggaran Rp 43 miliar. Dalam proses pelakÂsaÂnaÂan proyek, menurut dakwaan, terÂjadi kecurangan berupa peÂruÂbahan spesifikasi teknis. PeruÂbahÂan itu menyesuaikan penaÂwarÂan dari salah satu peserta lelang, yaitu PT Berca Hardaya PerÂkasa (BHP) milik pengusaha Murdaya Poo yang menjadi peÂmenang lelang.
Jaksa penuntut umum (JPU) meÂnuntut agar majelis hakim meÂnyatakan Bahar dan Pulung terÂbukti bersalah melakukan korupsi seÂcara bersama-sama. Menurut JPU, Bahar dan Pulung melaÂkuÂkan perbuatan yang dinyatakan dalam dakwaan ke satu primer, yang menjerat keduanya dengan PaÂsal 2 ayat 1 jo Pasal 18 huruf b jo Undang Undang Tipikor dan Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP. Tapi, di mata majelis hakim, dakwaan primer itu tidak terbukti. “Atas tunÂtutan primer, kedua terdakwa dinyatakan tidak bersalah,†kata Suhartoyo.
Dalam pertimbangannya, maÂjelis hakim tidak mengguÂnakan hasil audit BPK sebagaimana yang diajukan JPU, tapi Laporan PeÂmeriksaan Tindak Lanjut TerÂhadap Hasil Pemeriksaan BPK Nomor 43/LHP/XV/02/2009 tentang Hasil Pemeriksaan Atas Aset Tetap dan Kegiatan Belanja Tahun Anggaran 2005 dan 2006 pada kantor pusat Ditjen Pajak.
Berdasarkan audit fisik, diteÂmuÂkan kerugian negara bukan Rp 12 miliar, tapi hanya Rp 256 juta yang disebabkan kelalaian pengÂguna dan hilang saat pengiriman. Pihak Ditjen Pajak pun menyaÂtaÂkan sudah menyelesaikan keruÂgian negara akibat hilangnya seÂjumlah barang itu. Jadi, menurut piÂhak terdakwa, tidak ada keÂrugian negara dalam proyek ini.
Gara-gara kasus ini, penyidik KeÂjaksaan Agung pernah meÂmeÂrikÂsa pengusaha Murdaya WidÂyawimarta Poo (MWP) sebagai saksi. “Memang benar, tim peÂnyidik memeriksa MWP dalam rangÂkaian pemberkasan perkara tersangka RNK. Tersangka RNK juga ikut diperiksa,†kata Kepala Pusat Penerangan Hukum KeÂjaksaan Agung Adi Toegarisman saat dikonfirmasi.
Belakangan diketahui, RNK adalah bekas Direktur IT Ditjen Pajak Kanwil Jakarta Khusus Riza Noor Karim.
Namun, Adi enggan menjeÂlasÂkan materi pemeriksaan terhadap para saksi itu, dengan alasan suÂdah memasuki materi perkara. “Kami tidak bisa mengÂungÂkapÂkan materi pemeriksaan, tapi seÂcaÂra makro, tentu terkait peran dan tugas masing-masing,†ujarnya.
Menurut sumber di Kejaksaan Agung, pemeriksaan Murdaya terkait dengan penetapan anak buahnya, salah satu direktur PT Berca Hardaya Perkasa, Lim WenÂdra Halingkar sebagai terÂsangka.
Penetapan tersangka terhadap Karim merupakan hasil pengemÂbangÂan penyidikan terhadap terÂsangka dari Ditjen Pajak Bahar dan Pulung Sukarno, serta terÂsangka dari PT Berca, yakni Lim Wendra Halingkar.
Semua Pelaku Mesti Diproses
Harry Witjaksono, Anggota Komisi III DPR
Anggota Komisi III DPR Harry Witjaksono menyamÂpaiÂkan, setiap penanganan perkara, seÂperti kasus korupsi pengaÂdaÂan sistem informasi di DiÂrekÂtorat Jenderal Pajak KeÂmenÂterian Keuangan ini, tidak akan lepas dari pengawasan DPR.
Kejaksaan Agung, kata HarÂry, akan dimintai penjelasan oleh Komisi III DPR, bila meÂmang terdapat kejanggalan daÂlam penanganan perkara ini. “Kita tidak akan membiarkan apaÂrat penegak hukum, terÂmaÂsuk kejaksaan bekerja asal-asalÂan. Penanganan perkara ini pun akan kami tanyakan dalam rapat dengan kejaksaan,†ujarnya.
Politisi Partai Demokrat ini berÂkeyakinan, bila memang daÂlam proses pengusutan, terjadi keÂjanggalan-kejanggalan, seÂperti proses yang berbelit-belit dan lelet, tentu menjadi perÂhatian yang harus diselesaikan.
Harry meminta Kejaksaan Agung mengusut sampai tuntas perkara ini. Para pelaku tindak pidana korupsi, baik dari unsur penyelenggara negara maupun pengusaha dan pihak lainnya, termasuk bila ada oknum aparat hukum yang bermain, tidak boleh dibiarkan begitu saja.
“Semua harus diproses. JaÂngan sampai sebagian sudah ada yang disidang, divonis, tetapi sebagian lagi malah bebas melenggang tidak tersentuh,†ujarnya.
Dia berharap, masyarakat tuÂrut serta secara aktif mengÂkritisi kinerja aparat hukum, agar proÂses pengusutan kasus ini tidak dipermainkan. “Pada dasarnya, masyarakat bisa melaporkan keÂjanggalan-kejanggalan.
Itu akan menjadi perhatian kami untuk ditindaklanjuti,†ujarnya.
Menurut Harry, semua peÂlaku dalam kasus korupsi, baik kaÂkap ataupun tidak, harus diÂproses dan diberikan sanksi yang setimpal jika terbukti berÂsalah. “Makanya, kita meminta perÂkara ini harus dituntaskan,†ujarnya.
Publik Semakin Tidak Percaya Jika Pilih Bulu
Agustinus Pohan, Pengajar Ilmu Hukum
Pengajar ilmu hukum pidaÂna Universitas Parahyangan Agustinus Pohan menyamÂpaiÂkan, kecurigaan masyarakat munÂcul jika penanganan suatu kasus berjalan lamban. Apalagi, perkara korupsi.
Kendati begitu, dia tetap menÂÂdorong Kejaksaan Agung agar serius melakukan proses pembuktian, dan juga menyidik semua pihak yang diduga kuat terlibat dalam kasus pengadaan Sistem Informasi (Sisinfo) di Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan ini.
“Saya tidak bisa berpraÂsangÂka, namun dalam persidangan yang terbuka untuk umum, bisa dilihat apakah masih ada pihak yang terlibat tapi tidak atau beÂlum disentuh. Pers bisa ikut mengawal itu,†ujar Agustinus.
Dia mengingatkan, proses yang terjadi akan menunjukkan sejauh mana profesionalitas peÂnyidik dalam mengusut perÂkara. Dalam perkara ini, bila memang ditemukan sejumlah keÂjanggalan, namun tak ditangani dengan benar, maka ada baiknya, Komisi PemÂbeÂranÂtasan Korupsi turun tangan. “Bila Kejagung tidak juga bereaksi, maka KPK bisa dan bahkan harus masuk agar tidak ada korupsi dalam penanganan kasus korupsi,†tandasnya.
Agustinus menyampaikan, jika dalam penanganan perkara ini Kejaksaan Agung terlihat pilih bulu, maka hal itu akan memÂperbesar ketidakpercayaan publik.
“Saya kira, hal-hal seÂmaÂcam itulah yang menyeÂbabÂkan lahirnya KPK. Sekalipun dari sudut pandang kejaksaan, hal tersebut diakibatkan oleh miÂnimnya anggaran penyiÂdikÂan. Itu tidak boleh terjadi,†ujarÂnya. [Harian Rakyat Merdeka]
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.
BERITA TERKAIT: