Fahd A Rafiq Ngaku Suap Wa Ode Nurhayati

Berawal Dari Pertemuan Di Kantor DPP Partai Golkar

Sabtu, 13 Oktober 2012, 09:10 WIB
Fahd A Rafiq Ngaku Suap Wa Ode Nurhayati
Fahd A Rafiq
rmol news logo Biasanya, terdakwa kasus korupsi mati-matian membantah dakwaan jaksa. Tapi, Fahd A Rafiq malah membenarkan dakwaan jaksa dalam sidang pertamanya di Pengadilan Tipikor Jakarta, kemarin.

Jaksa mendakwa Fahd A Rafiq terlibat aksi penyuapan pada Wa Ode Nurhayati. Dakwaan dida­sari adanya pertemuan dengan pengusaha Andi Haris Surahman guna menyusun skenario suap.

Jaksa I Kadek Wiradana me­nye­butkan, Fahd A Rafiq alias Fahd El Fouz diduga merancang penyuapan pada anggota Badan Anggaran DPR Wa Ode Nur­ha­yati. Penyuapan dilaksanakan se­telah Fahd mengetahui adanya pembahasan alokasi dana pem­bangunan infrastruktur daerah (DPID) tahun anggaran 2011.

Ketika itu, September  2010, Fahd menemui pengusaha Haris Surahman. Pertemuan dilakukan di Kantor DPP Partai Golkar,

Jalan Anggrek Neli Murni, Sli­pi, Jakarta Barat. Seperti di­ke­ta­hui, Fahd dan Haris adalah kader Gol­kar. Fahd merupakan kader Golkar dari unsur Musyawarah Kekeluargaan dan Gotong Ro­yong (MKGR).

Pada pertemuan itu, Fahd me­nyampaikan permintaan agar ko­leganya mencarikan anggota Bang­gar DPR yang bisa melo­los­kan proyek untuknya.

Haris pun sepakat. Dia lalu meng­hubungi staf Wa Ode ber­nama Syarif Ahmad. Dalam per­cakapan, Haris minta agar Syarif memediasi pertemuan antara Fahd dengan bosnya. Setelah mendapat kepastian, Fahd pun bergegas pergi.

Selang beberapa hari ke­m­u­dian, difasilitasi Syarif, Haris ber­temu dengan Wa Ode. Kali ini per­temuan berlangsung di Res­toran Pulau Dua, Senayan. Pada per­temuan ini, Haris me­nyam­pai­kan keinginan Fahd agar Wa Ode mengusahakan tiga kabupaten di Aceh mendapat jatah DPID.

“Wa Ode menyanggupi dengan mengatakan agar masing-masing daerah mengajukan proposal,” ucap Kadek. Tindaklanjut atas hal tersebut direspon Haris secara mak­­simal. Untuk keperluan ini, Haris ditemani Fahd pun mene­mui Wa Ode di Gedung DPR. “Per­te­m­u­an dilakukan pada Ok­tober 2010,” ujar­nya.  Kali ini, giliran Fahd yang ambil alih topik pembicaraan.

Jaksa menguraikan, saat itu, Fahd meminta agar alokasi di tiga kabupaten di Aceh, masing-ma­sing nominalnya Rp 40 miliar. Wa Ode menanggapi hal itu se­cara positif. Menurut jaksa, Wa Ode pun menanyakan, apa ko­mit­men Fahd apabila alokasi ang­ga­ran tersebut disetujui.

Fahd menjanjikan, me­nyi­sih­kan anggaran lima sampai enam persen untuk Wa Ode. “Terdakwa sanggup memberi lima sampai enam persen,” tambah Kadek. Se­­telah ada kesepakatan, lalu Fahd mengontak koleganya, pe­ngusaha di Aceh bernama Zamzami.

Dia meminta Zamzani me­nyiap­kan dan mengajukan pro­posal. Tidak lupa pula Fahd ber­pesan agar Zamzani menyiapkan dana Rp 7,34 miliar seperti yang diminta Wa Ode.

Kata jaksa, Fahd menjanjikan Zamzani nantinya sebagai pelak­sana proyek tersebut. Singkatnya, imbuh Kadek, pengiriman uang pada Wa Ode pun berjalan secara bertahap. Uang dikirim melalui tran­sfer oleh Fahd ke rekening Ha­ris senilai  Rp 6 miliar.

Dari total tersebut, Haris me­ngirim ke staf Wa Ode, Stefa Yo­landa Rp 5,25 miliar dan Syarif Rp 250 juta. Angka tersebut me­rupakan realisasi dari komitmen lima sampai enam persen yang dijanjikan Fahd dan Haris kepada Wa Ode sebesar Rp 5,5 miliar.

Ditambahkan Kadek, pe­ngi­ri­man transfer rekening kepada dua staf Wa Ode, dilakukan atas per­min­taan Wa Ode. Selanjutnya, jak­sa Rini Triningsih me­nge­mu­ka­kan, akibat tindakannya, Fahd dinilai melanggar Pasal 5 ayat 1 huruf a Undang Undang Tipikor juncto Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP. “Pemberian suap ditujukan untuk pengurusan anggaran DPID di tiga Kabupaten di Aceh, yakni Aceh Besar, Pidie Jaya dan Bener Meriah,” tegasnya.

Menanggapi dakwaan tersebut, Fahd yang mengenakan seragam tahanan KPK tidak berkelit. Dia mengaku, menyuap Wa Ode Nur­hayati Rp 5,5 M. Menanggapi per­tanyaan hakim Suhartoyo, Fahd menyatakan, 90 persen isi dak­wa­an benar adanya. “Pada prinsipnya saya memahami, dan 90 persen dakwaan itu benar,” ucapnya.

Bahkan, seusai sidang perdana kemarin, Fahd menambahkan, total uang yang dikeluarkannya bu­kan Rp 5,5 miliar. Melainkan Rp 6 miliar. Menurut dia, sisa uang yang dikirim ke Wa Ode diberikan pada Haris senilai Rp 500 juta.

Menanggapi dakwaan jaksa, kuasa hukum Fahd, R Alfonso me­minta hakim dan jaksa ber­tin­dak pro­porsional. Pihaknya me­minta agar Andi Haris Surahman juga dijadikan tersangka. “Sam­pai se­karang Haris tidak mengaku me­nerima uang dari Fahd,” ucapnya. Hal itu dinilai janggal kare­na Haris pu­nya peran sebagai penghubung antara Fahd dengan Wa Ode.

Reka Ulang

Wa Ode Dituntut 14 Tahun Penjara

Dalam kasus suap pembahasan dana pembangunan infrastruktur dae­rah (DPID), jaksa menuntut terdakwa Wa Ode Nurhayati hu­ku­man 14 tahun penjara. Tuntu­tan berat itu, diajukan jaksa de­ngan pertimbangan adanya aku­mulasi tuntutan perkara korupsi dan tindak pidana pencucian uang.

Untuk kasus korupsi, jaksa me­nuntut Wa Ode dipenjara empat tahun. Sedangkan untuk kasus pen­cucian uang, jaksa menuntut terdakwa 10 tahun penjara. Da­lam dakwaan pertama, Wa Ode  dianggap melanggar Pasal 12 huruf a UU Nomor 31/1999 seba­gaimana diubah dengan UU No­mor 20/2001 tentang Pemb­e­ra­n­ta­san Tindak Pidana Korupsi.

Dalam perkara tersebut, me­nurut jaksa, Wa Ode menerima hadiah berupa uang Rp 6,25 mi­liar dari tiga pengusaha. Uang suap itu diduga terkait pe­nguru­san alokasi DPID di tiga ka­bu­paten di NAD dan Kabupaten Minahasa. Dari total uang itu, Fahd tercatat mem­berikan uang Rp 5,5 miliar.

Pada dakwaan kedua, Wa Ode dinilai terbukti melanggar Pasal 3 UU Nomor 8 Tahun 2010 ten­tang Pencegahan dan Pem­be­ran­tasan Tindak Pidana Pencucian Uang. Pada perkara ini, menurut jaksa, Wa Ode secara sengaja me­ngalihkan uang dalam bentuk de­posito berjangka, membayar fasi­litas bunga utang, termasuk mem­bayar angsuran rumah untuk me­nyamarkan asal usul uang yang merupakan hasil tindak pidana.

Menanggapi tuntutan hukuman penjara 14 tahun itu, kuasa hu­kum Wa Ode Nurhayati, yakni Wa Ode Nur Zainab meradang. Se­usai si­dang, Zainab menya­ta­kan, klien­nya tidak melakukan korupsi ter­kait pembahasan alo­kasi DPID.

Menurut Zainab, jaksa tidak bisa membuktikan uang yang di­simpan di rekening kliennya ter­kait pen­cucian uang hasil korupsi. Soalnya, jaksa sama sekali tidak pernah memeriksa asal usul harta kliennya.

Semestinya, lanjut dia, jaksa me­nguraikan bukti yang bisa di­jadikan dasar untuk menerapkan keterkaitan pasal pidana korupsi itu dengan pasal pencucian uang. “Hakim belum pernah meme­rin­tah­kan terdakwa membuktikan asal-usul harta. Bagaimana mung­kin logika penuntut umum mengkualifikasi tindak pidana pencucian uang? Karena penting­nya tindak pidana asal, maka ha­rus dibuktikan lebih dulu oleh jaksa,” belanya.

Zainab pun menyayangkan si­kap jaksa yang membacakan dua tuntutan sekaligus. “Tidak per­nah ada hukum acara begitu, ka­lau mau bikin, 14 tahun aku­mu­lasi,” tegasnya.  

Tinggal Ungkap Siapa Lagi Yang Terlibat

Iwan Gunawan, Sekjen PMHI

Sekjen Perhimpunan Ma­gis­ter Hukum Indonesia (PMHI) Iwan Gunawan menyatakan, Fahd A Rafiq sulit lolos dari per­kara ini. Makanya, Fahd pas­rah saja membenarkan dakwaan jaksa.  

“Jika ada pihak yang mene­rima suap, maka ada pihak yang menjadi penyuapnya. Hal ter­sebut mutlak diperlukan dalam pengusutan kasus suap seperti ini,” katanya, kemarin.

Tinggal kelanjutannya, sam­bung dia, bagaimana penyidik maupun penuntut dalam kasus ini mengungkap siapa pihak lain yang terkait. Oleh kare­na­nya, tidak salah apabila pe­nyi­dik KPK masih mendalami per­kara ini.

“Pemanggilan dan pe­me­rik­saan saksi-saksi hen­dak­nya di­in­tensifkan. Apalagi, pada per­kara ini, terdakwa Wa Ode Nur­ha­yati maupun Fahd pernah me­nyebut sejumlah nama,” ingatnya.

Dia menggarisbawahi, nama-nama yang disampaikan kedua terdakwa juga bukan nama sem­barangan. Oleh karenanya, dia sepakat bila klarifikasi oleh pe­nyidik KPK  dilakukan se­cara kom­prehensif.  Sebab bisa jadi, duga dia, dalam kasus ini me­mang benar ada keterlibatan pi­hak lain di luar Wa Ode dan Fahd.

Klarifikasi yang proporsional dan mendalam tersebut, lanjut Iwan, nantinya bisa dijadikan modal untuk menepis tuduhan bahwa pengungkapan kasus ini tidak profesional. “Selama ini kan masih ada anggapan bahwa terdakwa di­korbankan dalam perkara ini,” tandasnya.

Profesionalisme dalam me­ngu­sut kasus ini, imbuhnya, juga akan memberi gambaran bah­wa KPK punya komitmen memberantas korupsi tanpa pan­dang bulu. “Jadi, tindakan hu­kum itu berlaku sama bagi siapa pun. Tidak ada yang di­beda-bedakan.”

Jangan Merasa Paling Benar Sendirian Saja

Ruhut Sitompul, Anggota Komisi III DPR

Politisi Partai Demokrat Ruhut Sitompul mengingatkan semua pihak berhati-hati dalam menentukan langkah hukum. Dia meyakini, koleganya di DPR selama ini optimal dalam mendukung langkah penegakan hukum ke arah yang lebih baik.

Menurut dia, pada prinsipnya semua warga negara harus tun­duk dan patuh kepada hukum. Jadi, tidak ada alasan bagi tiap warga negara untuk tidak taat azas hukum. “Semua tindakan, ada konsekuensi hukumnya,” kata dia.

Dengan asumsi itu, dia me­minta semua kalangan me­nya­dari hal tersebut. Soalnya, de­ngan kesadaran hukum itu, maka efek kepatuhan hukum akan muncul. Dinamika seperti ini, biasanya tumbuh seiring dan sejalan.

Kemungkinan munculnya kontroversi seputar sikap KPK dan para elit yang diduga terkait masalah hukum, hendaknya se­gera dihentikan. Jangan ada lagi, sikap arogan masing-ma­sing pihak. “Apalagi merasa di­ri­nya paling benar sendiri,” tegasnya.

Lebih jauh, dia meng­ha­rap­kan koordinasi antar instansi mau­pun individu, sangat diper­lu­kan dalam menciptakan pe­ne­gakan hukum. Dalam konteks ini, dia menyatakan, setiap pi­hak me­mi­liki fungsi, tugas dan tang­gung­jawab sendiri-sendiri. Sin­kro­ni­sasi maupun sinergi peranan tersebut sangat penting saat ini.

Efektifitas menyangkut hal ter­sebut, lanjut dia, diharapkan akan mampu meminimalisir konflik terkait penindakan hu­kum. “Jadi semua pihak bisa me­ngambil jalan terbaik dalam me­nyikapi setiap persoalan hukum yang ada,” imbuhnya. [Harian Rakyat Merdeka]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA