Pengamat hukum pidana dari Universitas Airlangga, Haryono Mintaro mengatakan, penetapan terdakwa Mahyudin menyisakan tanda tanya. Dia mempertanyakan status direktur utama BUMN yang bergerak di bidang manufacturing itu dan pembeli aset PT BI, Sindho Sumidomo, yang juga Presdir perusahaan makanan ringan PT Siantar Top Tbk.
Soal kemungkinan ada tersangka baru, Haryono mengatakan, tergantung dari fakta-fakta dalam persidangan di Pengadilan Tipikor. Dia bilang, jika ditemukan konspirasi dalam jual beli aset tanah BUMN sebagai fakta persidangan, sangat terbuka ada tersangka baru.
"Kan fakta persidangan itu bisa jadi alat bukti. Penyidik bisa menggunakan itu untuk menghembangkan kasus ini," katanya belum lama ini.
Choirul Huda, pengacara Mahyudin Harahap, enggan mengomentari belum bertambahnya tersangka selain kliennya. Choirul mengaku tak enak mengomentari posisi Sindho Sumidomo pembeli aset PT Barata Indonesia.
"Saya fokus membela Pak Mahyudin. Soal tersangka baru, itu kewenangan penyidik KPK," kilahnya.
KPK mendakwa Mahyudin telah menyalahgunakan keuangan negara sebesar Rp 22,690 miliar pada persidangan Rabu (19/9) lalu. Sementara hasil audit Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) keuangan negara yang dikorupsi mencapai Rp 21,795 miliar. Kerugian negara berasal dari penjualan aset negara berupa tanah di Jalan Ngagel 109 Wonokromo, Surabaya, yang dijual terdakwa tanpa prosedur yang tepat. Penjualan dinilai bertentangan dengan UU No 19/2003 tentang BUMN dan Keputusan Menteri Keuangan No 89/KMK.013/1991 tentang Pemindahan Aktiva Tetap BUMN.
Sementara KPK, melalui Jurubicaranya Johan Budi SP, berencana melakukan pemeriksaan kembali Shindo Sumidomo. Sebelumnya, pengusaha tambang asal Sulawesi Tengggara itu telah diperikas KPK pada Kamis (19/7) lalu.
[dem]
BERITA TERKAIT: