Tersangka Penyuap Dhana Cs Belum Digiring Ke Persidangan

Penyidik Korek Keterangan 6 Pegawai Ditjen Pajak

Sabtu, 15 September 2012, 09:17 WIB
Tersangka Penyuap Dhana Cs Belum Digiring Ke Persidangan
Dhana Widyatmika
rmol news logo Penyidik Kejaksaan Agung kembali mengorek keterangan sejumlah pegawai Ditjen Pajak terkait kasus korupsi dan tindak pidana pencucian uang (TPPU) yang telah membuat Dhana Widyatmika menjadi terdakwa.

Tapi, tersangka perantara suap da­lam kasus ini, yakni orang swas­ta bernama Hendro Tirta­ja­ya, tak kunjung menjadi terdakwa di Pengadilan Tindak Pidana Ko­rupsi (Tipikor) Jakarta.

“Segera ke pengadilan,” ujar Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Adi M Toega­risman, Ka­mis lalu (14/9).

Lantaran itu, menurutnya, pe­nyidik sedang menggeber pe­me­rik­saan sejumlah pihak untuk me­lengkapi berkas dakwaan atas nama Hendro Tirtajaya (HT). Pada Selasa 11 September lalu, pe­nyidik memanggil dua PNS Di­t­jen Pajak Kementerian Ke­uangan sebagai saksi. Mereka ada­lah Tri Ariyono dan Dwisetyo Budi. “Mereka sebagai saksi untuk HT,” kata Adi.

Pada hari yang sama, penyidik pidana khusus juga mengorek keterangan karyawan perusahaan milik Hendro, yakni Liana Ap­ri­yani sebagai saksi.

Esoknya, Rabu, 12 September, pe­nyidik kembali memeriksa pe­ga­wai Ditjen Pajak terkait tugas me­reka sebagai pemeriksa pajak PT Mutiara Virgo pada 2005. Me­reka adalah Andry S Adikara, Nur Agustin, Yasti Miyarsih dan Bu­di­man Abas. “Mereka juga masih dalam kapasitas saksi,” kata Adi.

Jadi, dari Selasa hingga Rabu lalu, penyidik Kejaksaan Agung mengorek keterangan enam pe­gawai negeri sipil Direktorat Jen­deral Pajak Kementerian Ke­uangan sebagai saksi bagi ter­sangka Hendro.

Kemudian, pada Kamis, 14 September, penyidik mengorek keterangan dua saksi untuk me­lengkapi pemberkasan Hendro. “Untuk tersangka HT, kembali di­periksa dua saksi, yakni Wong Men San dan Jesika Leovita Soen­djana. Mereka adalah staf PT Mutiara Virgo,” ujarnya.

Bagaimana sangkaan kejak­sa­an terhadap Hendro, sebetulnya su­dah tergambar dalam pers­i­da­ngan terdakwa Dhana Wid­yat­mi­ka (DW). Dalam sidang lanjutan DW, pegawai Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Palmerah, Jakarta, Herly Isdiharsono disebut me­min­ta fee saat mengurus pengem­balian kelebihan pembayaran pa­jak PT Mutiara Virgo.

Permintaan fee tersebut disam­paikan Direktur PT Ditax Ma­na­ge­ment Resolusindo, Zemmy Ta­numihardja, saat bersaksi untuk terdakwa DW. Sekadar m­e­ngi­ngatkan, PT Mutiara Virgo (MV) menunjuk PT Ditax Management (DM) untuk mengurus pajaknya.

Di hadapan majelis hakim, Zeemy mengaku ikut mengurus penyelesaian restitusi pajak PT Mutiara Virgo di KPP Palmerah pada tahun 2005. Sebelum me­ngurus restitusi pajak itu, Zeemy disuruh bosnya, yakni Direktur Utama PT Ditax Hendro Tirtajaya untuk mempelajari dokumen PT Mutiara Virgo.

“Saya dikasih satu bundel do­kumen oleh Pak Hendro untuk bantu penyelesaian restitusi pajak di KPP Palmerah. Saya bantu administrasi dokumen. Saya am­bil dokumen dari PT Mutiara Vir­go, dan diberikan ke pemeriksa pajak,” cerita Zemmy.

Nah, Zemmy mengaku me­nge­­tahui permintaan uang oleh Herly itu, berdasarkan cerita Hen­dro. “Saya dengar dari Pak Hendro,” ujarnya.

Menurut Zemmy, Hendro men­jelaskan bahwa Herly, anggota pe­meriksa pajak meminta fee di­berikan secara langsung setelah ke­lebihan pembayaran pajak di­kembalikan ke PT MV. Per­min­taan fee ini, lanjutnya, dis­am­pai­kan Herly dalam pertemuan de­ngan Hendro di sebuah kafe di Jakarta Barat.

“Pak Hendro bicara, pemeriksa minta all in dengan pembayaran pajak. Awalnya Pak Herly minta 50:50 dari yang keluar. Setelah di­­potong (pajak), keluar (resti­tusi) Rp 11 miliar. Herly dapat Rp 4 miliar, bagian dari 11 mi­liar,” urai Zemmy.

Zemmy mengaku, pemberian fee itu tidak melibatkan dirinya. Kata dia, Hendro sendiri yang datang menemui Herly di sebuah kafe di Jakarta Barat untuk me­nyerahkan uang fee itu. Tapi, Zemmy menyatakan tidak me­nge­tahui, kepada siapa saja uang itu didistribusikan Herly.

Sedangkan yang menyuruh Hendro mengurus masalah pajak ini adalah Direktur PT Mutiara Virgo, Johnny Basuki. Johnny me­minta bantuan PT Ditax dalam pe­ngurusan restitusi (pe­ngem­ba­lian kelebihan pembayaran) p­a­jak. Soalnya, PT Ditax bergerak di bidang jasa pengurusan ad­mi­nistrasi perusahaan.

“Johnny meminta bantuan saya untuk mengurus administrasi pa­jak PT Mutiara Virgo, saya ke­mudian memberikan dokumen pe­rusahaannya ke Herly untuk me­meriksa semua jenis pajak 2003-2004,” kata Hendro. Seperti Hendro, Johnny pun telah men­jadi tersangka kasus ini.

Reka Ulang

Berkas Firman Dan Salman

Dilimpahkan Ke Pengadilan Berkas tersangka kasus ini dari pihak Ditjen Pajak yakni Firman, Salman Maqfiron dan Herly Is­di­harsono telah dinyatakan leng­kap atau P21. Begitu pula berkas Direktur Utama PT Mutiara Vir­go, Johnny Basuki.

Perihal lengkapnya berkas mereka telah disampaikan Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejak­saan Agung Adi Toegarisman pada Selasa, 14 Agustus lalu. “Un­tuk hari ini, dengan diter­bit­kan­nya P21 atas para tersangka itu, maka dilakukan penyerahan ta­hap dua,” ujar Adi di Gedung Ke­jaksaan Agung, Jalan Sultan Ha­sanuddin, Jakarta Selatan.

Untuk terdakwa Firman dan Salman, berkasnya dilimpahkan ke Kejaksaan Negeri Jakarta Se­latan. Sedangkan untuk Herly dan Johnny dilimpahkan ke Kej­ak­saan Negeri Jakarta Barat. “Se­suai locus delictinya,” kata Adi.

Sesuai ketentuan, lanjut Adi, dalam waktu 14 hari akan ada per­kembangan ke proses pe­nun­tutan di Pengadilan Tindak Pi­da­na Korupsi Jakarta. “Secepatnya su­dah bisa masuk ke persi­da­ngan,” ujarnya saat itu.

Kemarin, Adi menjelaskan, ber­kas Firman dan Salman telah di­limpahkan ke Pengadilan Ti­pikor Jakarta. “Berkas kedua ter­sangka itu sudah dilimpahkan ke pengadilan pada Kamis, 13 Sep­tember,” ujarnya di Gedung Pus­pen­kum Kejagung.

Berkas perkara atas nama Fir­man dilimpahkan ke pengadilan ber­dasarkan Surat Perintah Pe­lim­pahan Berkas Perkara No. B-1336/APB/Sel/Ft/09/2012, dan berkas perkara atas nama Salman Maghfiron dilimpahkan ke pe­nga­­dilan berdasarkan Surat Pe­rin­tah Pelimpahan Berkas Per­kara No. B-1337/APB/Sel/Ft/09/2012, tertanggal 10 September 2012.

Pada tanggal itu, lanjut Adi, ber­kas dilimpahkan ke jaksa pe­nuntut umum (JPU), kemudian di­limpahkan ke Pengadilan Ti­pikor pada Kamis 13 September 2012. “JPU-nya ada tujuh, an­tara lain Nellita Ariani dan Kun­tadi,” katanya.

Sekadar mengingatkan, Herly, Fir­man dan Salman pernah bera­da dalam satu tim pemeriksa pa­jak bersama Dhana Widyatmika (DW). Herly dan Firman pernah menjadi atasan Dhana.

Menurut Direktur Penyidikan pada Jaksa Agung Muda Pidana Khusus Arnold Angkouw, pihak­nya juga akan mengembangkan kasus ini melalui fakta per­si­da­ngan. “Kami berupaya agar se­mua bukti, benar-benar bisa me­ngungkap keterlibatan semua pi­hak,” katanya.

Tak Beda Jauh Dengan Kasus Gayus Tambunan

Desmon J Mahesa, Anggota Komisi III DPR

Anggota Komisi III DPR Des­mon J Mahesa menyam­pai­kan, kasus DW ini modusnya tidak jauh beda dengan kasus Gayus Tambunan. Persoa­lan­nya, kasus yang sekarang pun tampaknya tak sanggup diusut sampai ke level atas.

“Ini yang membuat kita se­lalu bertanya-tanya. Mengapa da­lam kasus Gayus Tambunan dan Dhana ini kok tak kunjung bisa membongkar ke level atas? Apakah sudah begitu le­mahnya proses penyidikan oleh aparat penegak hukum kita?” kata Desmon.

Politisi Partai Gerindra itu menduga, di belakang DW ada sejumlah pihak yang berupaya menutup-nutupi dan memiliki kepentingan agar tidak diusut sampai tuntas. “Sebab, meng­ganggu kepentingan mereka, dan takut keterlibatan mereka terungkap,” ujarnya.

Desmon mengingatkan, pe­nyi­dik kejaksaan jangan turut dalam irama permainan pihak-pi­hak itu. “Bahkan, jangan sam­pai penyidik mengako­modir kepentingan seperti itu, jangan sampai turut bermain,” katanya.

Setelah melihat proses yang se­penggal-sepenggal dalam pe­ngusutan kasus ini, Desmon me­nyatakan bahwa itu bisa di­curigai sebagai bentuk skena­rio yang tidak bersih. “Me­nga­pa pula tak disidangkan ber­sa­ma­an, untuk mengusut semua­nya,” katanya.

Jika terus menerus proses pe­nanganan perkara di Kejaksaan Agung begitu, lanjut dia, maka masyarakat akan kian pesimis. “Sebaiknya, KPK segera me­la­kukan fungsi supervisi kepada penanganan kasus ini. Sebab, m­e­mang fungsi dan tugas itu ada di KPK. Kita berharap per­kara ini tidak dipermainkan. Ha­rus diselesaikan dan diusut sampai tuntas,” ujarnya.

Semua Yang Terlibat Mesti Dibawa Ke Pengadilan

Alvon Kurnia Palma, Direktur YLBHI

Direktur Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Alvon Kurnia Palma me­nyampaikan, Kejaksaan Agung harus mengusut tuntas ka­sus ini sampai ke semua pi­hak yang berkaitan. “Baik pem­beri uang maupun atasan DW,” ujar Alvon.

Kasus Dhana Widyatmika, me­­nurut Alvon, tidak berdiri sen­­diri, melainkan ada keter­li­batan pihak lainnya. “Karena ka­sus pencucian uang dila­ku­kan ber­sama-sama, bukan suatu ka­sus yang berdiri sen­diri,” katanya.

Apabila saat ini baru DW yang disidang, menurut dia, ini strategi yang tidak tepat. Se­mestinya, bisa disidang secara beriringan guna mengecek ke­te­rangan satu tersangka dengan tersangka lainnya sekaligus. “Saya khawatir apabila saat ini DW yang baru disidang, malah membuat proses ini menjadi tim­pang dan cenderung me­ngor­bankan DW,” katanya.

Artinya, kata dia, sidang DW akan menjadi dasar hukum bagi tersangka lainnya untuk me­lakukan pembelaan di per­si­da­ngan. “Kalau saya lihat di be­be­rapa berita, sudah ada pe­ne­tapan atasan DW jadi tersangka, ujar Alvon.

Dia menyampaikan, pada saat atasan DW sudah di­te­tap­kan menjadi tersangka, dua alat bukti semestinya sudah ter­pe­nuhi. Tapi, pertanyaannya ada­lah kenapa pelimpahan berkas atasan DW ke pengadilan set­e­lah DW hampir memasuki pem­bacaan tuntutan. “Memang hal ini harus dipertanyakan ke Ke­jak­saan Agung,” kata dia. [Harian Rakyat Merdeka]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA