"Orang Jakarta seperti orang sakit yang belum benar-benar berupaya menyembuhkan penyakitnya, tapi sudah berputus asa dan tidak sabar disembuhkan. Lantas mencari jalan pintas, berobat ke dukun alternatif," tutur pengamat politik dari Universitas Indonesia, Iberamsjah, kepada wartawan di Jakarta, Rabu (12/9).
Dia katakan, penyakit Jakarta memang sudah dipercayakan masyarakatnya kepada "yang ahli" untuk disembuhkan. Sayangnya, dalam lima tahun ini tidak sembuh juga. Warga yang putus asa kemudian mencari dukun alternatif tersebut.
"Kalau memang dukunnya itu punya rekam jejak menyembuhkan
sih mending. Lah, ini kan cuma katanya saja bahwa dia bisa menyembuhkan banjir, pengangguran dan sebagainya. Padahal Solo masih banjir, penggangguran tinggi, pertumbuhan ekonomi juga lambat," tegasnya.
Sementara, Ahok menurutnya seperti dukun alternatif yang selalu mau naik tingkat. Dia gambarkan Ahok berguru dan belajar tapi tidak pernah selesai, namun selalu minta naik kelas.
"Ujian saja dia tidak pernah, sudah minta naik kelas. Orang sekolah saja ada waktunya untuk naik kelas, ada tahapan ujian untuk naik kelas, tidak bisa naik kelas begitu saja seperti yang dilakukan Ahok dan mengklaim bahwa dirinya mampu di tingkatan yang lebih tinggi," tegasnya.
Dengan pergi ke "dukun alternatif", lanjut Iberamsjah, orang Jakarta sebenarnya sedang bertaruh terlalu besar.
"Kalau menunjuk Jokowi- Ahok, orang Jakarta akan menghabiskan seluruh yang dimilikinya hanya untuk membayar harapan bahwa penyakitnya bisa disembuhkan oleh dua orang itu. Jokowi-Ahok bukan jawaban atas penyakit kota Jakarta," tandasnya.
[ald]
BERITA TERKAIT: