Memilih Jokowi, Perjudian Berbasis Primordialisme?

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/aldi-gultom-1'>ALDI GULTOM</a>
LAPORAN: ALDI GULTOM
  • Senin, 10 September 2012, 10:56 WIB
Memilih Jokowi, Perjudian Berbasis Primordialisme?
joko widodo/ist
rmol news logo Semua partai politik, dalam menentukan calon yang akan diusungnya sebagai pimpinan nasional maupun daerah, harus mempertimbangkan banyak hal.

Selain pertimbangan politik, pertimbangan lainnya seperti primordialisme, merupakan yang sangat utama.

"Semua partai menggunakan berbagai pertimbangan politik maupun primordial dalam berbagai pemilihan. Partai Demokrat dan partai-partai pendukungnya, misalnya, memilih pasangan Fauzi Bowo-Nachrowi Ramli jelas memiliki pertimbangan-pertimbangan politik, termasuk juga primordial," kata pengamat politik dari Universitas Indonesia, Iberamsjah, dalam analisa tertulis yang dikirimkan kepada wartawan, Senin (10/9).

Begitu juga PDIP dan Gerindra dalam mendukung Jokowi Widodo-Basuki T. Purnama (Jokowi-Ahok) juga menggunakan unsur primodialisme. Pilihan Partai Demokrat terhadap Foke-Nara adalah karena pertimbangan latarbelakang mereka yang merupakan keturunan etnis Betawi. Ini secara sadar pasti mereka perhitungkan dengan harapan orang akan lebih memilih etnis Betawi yang diasumsikan paling memahami Jakarta. PDIP pun demikian, memilih Jokowi karena faktor ke-Jawaannya sehingga diharapkan masyarakat Jawa yang ada di Jakarta tanpa beban memilih Jokowi.

"Jadi bukan karena track record Jokowi, tapi jelas karena faktor ke-Jawaannya saja yang diharapkan dapat meraih suara warga Jakarta yang beretnis Jawa," jelasnya.

Pertimbangan track record, jelasnya lagi, sama sekali tidak dilakukan oleh PDIP dalam mendukung Jokowi. Jika Jokowi dianggap berhasil di Solo, harusnya PDIP mendorongnya maju di Pilgub Jawa Tengah, bukan Jakarta.

Bisa jadi masih menurut dia, tidak didorongnya Jokowi maju di Jawa Tengah karena Jokowi dianggap tidak cukup baik untuk jadi gubernur di Jawa Tengah. Di sana, ke-Jawaan Jokowi tidak punya nilai jual. Selain itu, kemungkinan lain adalah citra Jokowi di Jakarta akan lebih mudah dikemas karena warga Jakarta tidak mengetahui banyak mengenai Jokowi.

"Mungkin orang Jawa Tengah tidak mau memilih Jokowi karena track recordnya. Tapi kalau orang Jakarta kan tidak tahu. Jadi bisa saja ini seperti perjudian, menang syukur, tidak menang juga tidak apa-apa buat PDIP," imbuhnya.

Menurut dia, jangankan untuk pilkada yang kental unsur kedaerahannya, untuk pemilu presiden saja unsur primordial atau bisa dibilang SARA, masih dimainkan secara sadar oleh partai politik. Partai politik cenderung memilih capres dari etnis Jawa. Ini karena etnis Jawa memang memiliki populasi tertinggi. Yang tidak memilih etnis Jawa pun pada akhirnya merapatkan diri seolah memahami budaya Jawa. [ald]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA