Pengusaha Hartati Murdaya disangka KPK menyuap Bupati Buol Amran Batalipu. Salah satu yang terlibat penyuapan itu adalah anak buah Hartati, Direktur Operasional PT Hardaya Inti Plantation (HIP), Gondo Sudjono Notohadi Susilo.
Bahkan, Gondo telah menjadi terdakwa kasus ini. Dalam surat dakwaan terhadapnya, Gondo terlibat pertemuan membahas dan melaksanakan suap, sekurang-kuÂrangnya di lima lokasi.
PerÂteÂmuÂan Gondo dengan AmÂran, maÂsing-masing dilakuÂkan di Gedung Pusat Niaga Pekan Raya Jakarta (PRJ) Kemayoran, lounge Hotel Grand Hyatt Jakarta, kantor PT HarÂdaya Inti Plantations di GeÂÂdung MMC, Cikini Raya noÂmor 78, rumah Amran Batalipu dan Villa Amran di Leok, Buol, Sulteng.
Dalam nota dakwaan, jaksa meÂnyebutkan, Gondo aktif meÂranÂcang suap Rp 3 miliar kepada BuÂpati Buol Amran Batalipu. Maksud pemberian suap agar BuÂpati Buol menerbitkan izin lokasi, membuat surat kepada Gubernur Sulteng agar memberi rekoÂmenÂdasi penerbitan izin usaha perÂkebunan (IUP).
Selain itu, ditujukan agar guÂbernur mengizinkan Bupati Buol meÂngajukan surat rekomendasi keÂpada Kepala Badan Pertanahan NaÂsional (BPN). Rekomendasi itu terÂkait pengurusan Hak Guna UsaÂha (HGU) PT Sebuku Inti PlaÂnÂtÂaÂtions atau PT Cipta Cakra MurÂdaÂya atau PT Hardaya Inti PlanÂtatÂiÂons atas lahan 4.500 hektar di Buol.
Serta, pengurusan HGU sisa laÂhan di lahan izin lokasi seluas 70.090 hektar dari PT Cipta CakÂra Murdaya yang belum punya HGU kepada PT Sonokeling Buana yang dikelola anak Artalita Suryani alias Ayin.
Jaksa menguraikan, sebelum berniat mengurusi surat-surat terÂsebut, PT Hardaya Inti PlanÂtaÂtions dan PT Sebuku Inti PlanÂtaÂtions, perusahaan yang tergabung dalam PT Cipta Cakra Murdaya teÂlah mendapat izin lokasi perkeÂbunan kelapa sawit di Buol seluas 75.090 hektar.
Pada 1997, PT Cipta Cakra MurÂÂdaya mengalihkan hak pada PT Hardaya Inti Plantations. Pada 1998 PT Hardaya Inti Plantations memperoleh HGU seluas 22.780,866 hektar. Tapi PT HarÂdaÂya Inti Plantations kembali meÂngajukan permohonan HGU seÂluas 33.083,30 hektar. PerÂmoÂhoÂnan ini belum disetujui karena ada keÂtenÂtuan pembatasan lahan perÂkeÂbunan sawit seluas 20 ribu hektar.
Karena terbentur ketentuan terÂsebut, terdakwa mengajukan perÂmohonan izin lokasi atas nama PT Sebuku Inti Plantations atas lahan seluas 4.500 hektar. Lahan terÂsebut telah ditanami kelapa saÂwit. Lahan itu juga merupakan baÂgian dari lahan seluas 33.083,30 hektar.
Atas rencana tersebut, pada 15 April 2012, terdakwa mengikuti perÂtemuan di Gedung Pusat NiaÂga Kemayoran. Pertemuan diikuti Amran Batalipu, Siti Hartati MurÂdaya, Totok Lestiyo dan Arim. DaÂlam pertemuan, sebut jaksa, Siti Hartati meminta bantuan AmÂran agar menerbitkan surat izin lokasi dan mengurusi surat hak guna usaha atas lahan seluas 4.500 hektar yang dikelola PT HarÂdaya Inti Plantations di Buol.
Siti juga memohon Bupati membantu membuatkan surat pada Kepala BPN. Surat itu terÂkait dengan pengurusan HGU atas sisa lahan yang berada dalam izin lokasi seluas 75.090 hektar unÂtuk PT Hardaya Inti PlanÂtaÂtions. Tujuannya, kata jaksa, agar BPN tak menerbitkan HGU untuk PT Sonokeling Buana kaÂrena izin lokasi PT Sonokeling beÂrada di dalam izin lokasi PT HarÂdaya Inti Plantations.
Untuk keperluan itu, PT HarÂdaya berjanji membantu Amran Batalipu dengan meminta banÂtuan Saiful Mujani, reseach and conÂsulting untuk melakukan surÂvei penÂcalonan kembali Amran sebaÂgai Bupati Buol. Amran pun meÂnanggapi akan membantu Hartati.
Lalu pada pertemuan 11 Juni 2012 di tempat yang sama, diseÂpakati Siti Hartati akan memÂbeÂrikan dana Rp 3 miliar kepada Amran. Pada malam harinya, perÂÂtemuan berlanjut di Hotel Grand Hyatt Jakarta.
Pertemuan dilakukan oleh HarÂtati, Amran Batalipu, Totok LesÂtiyo dan Arim. Pada pertemuan terÂsebut, Hartati memastikan, uang Rp 1 miliar akan diberikan meÂlalu Arim. Sisanya, Rp 2 miÂliar akan disampaikan melalui terÂdakwa Gondo.
Lalu pada 12 Juni, pukul 16.30 WIB, Gondo dan Arim menemui Amran di showroom Metro Tiga BerÂlian, Jalan Yos Sudarso, JaÂkarta. Ketika itu, Amran kembali menyatakan, akan membantu seÂtelah menerima uang yang diÂjanÂjikan. Selanjutnya, untuk meÂlengÂkapi janji memberi uang Rp 3 miliar, Gondo ditemani Arim, pada 20 Juni 2012 mendapat peÂrintah mengantar uang Rp 2 miÂliar kepada Amran.
Uang Rp 2 miliar tersebut diÂpecah jadi tujuh bagian. RinÂcianÂnya, Rp 500 juta ditransfer atas nama Gondo via Bank Mandiri, Rp 500 juta lainnya ditransfer atas nama manajer keuangan PT Hardaya Inti Plantation Dede Kurniawan via Bank Mandiri.
Sisanya, masing-masing Rp 250 juta ditranfer atas nama Seri Shiriton via Bank BNI, Rp 250 juta berikutnya dikirim oleh BenÂhÂard Rudolf Galenta via Bank BNI. Selanjutnya, uang sisa Rp 500 juta, dibawa tunai oleh Gondo sebanyak Rp 250 juta dan Rp 250 juta lainnya dibawa Dede KurÂniawan.
Reka Ulang
“Urusan Saya Masalah Pabrik Yang Terancam Keamanannyaâ€
Jaksa penuntut pada KPK menÂdakwa Gondo Sudjono Notohadi Susilo, Direktur Operasional PT HarÂdaya Inti Plantations (HIP) terlibat penyuapan terhadap BuÂpati Buol Amran Batalipu. “AmÂran diminta membuat surat keÂpada BPN terkait pengurusan HGU PT Hardaya dan tidak meÂnerbitkan HGU PT Sonokeling,†kata jaksa Edy Hartoyo.
PT Sonokeling adalah peruÂsaÂhaÂan anak Artalitha Suryani, beÂkas terpidana kasus suap jaksa Urip Tri Gunawan, yang sempat berÂsaksi dalam kasus ini. Sama halÂnya dengan PT Hardaya, PT SoÂnokeling juga bergerak di biÂdang perkebunan kelapa sawit.
Menurut jaksa Edy, duit suap dari pengusaha Hartati MurÂdaya melalui dua anak buahÂnya, yakni Yani Ansori dan GonÂdo. Karo HuÂmas KPK Johan Budi sebeÂlumÂnya mengatakan, pÂeÂmÂeÂrikÂsaan Hartari pada Jumat (27/7) adalah sebagai saksi untuk anak buahÂnya, Gondo Sudjono.
KPK menetapkan Gondo dan petinggi PT HIP lainnya, yakni Yani Anshori, sebagai tersangka. KeÂduanya tertangkap sesaat seteÂlah diduga menyuap Bupati Buol Amran Batalipu dengan uang Rp 3 miliar.
Suap diduga berkaiÂtan deÂngan kepengurusan penerÂbitan HGU baru perkebunan keÂlapa sawit PT HIP dan PT CCM di Buol. KPK pun menetapkan Amran se±bagai tersangka.
Namun usai diperiksa selama 12 jam, Hartati mengaku, perÂusaÂhaannya diminta Rp 3 miliar oleh Amran. Dari Rp 3 miliar yang diÂminta, hanya Rp 1 miliar yang diÂberikan ke Amran. Hartati juga memÂbantah disebut memberi bantuan pilkada ke Amran.
Menurut Hartati, pemberian ke Amran tersebut bukan untuk banÂtuan pilkada, melainkan terkait keamanan PT HIP dan PT CCM di Buol yang tidak kunjung konÂdusif. “Urusan saya itu masalah pabÂrik yang terancam keamaÂnannya terus-menerus seperti ini,†ujarnya.
Atas sinyalemen keterlibatan Hartati, KPK meminta Imigrasi mencegah Hartati bepergian ke luar negeri. Selain itu, KPK menÂcegah enam anak buah Hartati, yakÂni Direktur PT HIP Totok LesÂtiyo, karyawan PT HIP, SoeÂkarÂno, Benhard, Seri Sirithorn, dan Arim, serta Direktur PT CCM KiÂrana Wijaya.
Pengacara Amran, Amat EnteÂdaim, sebelumnya mengakui klienÂnya pernah mendapat dana banÂtuan dari PT HIP untuk mengÂhadapi Pilkada 2012. KonÂsultan politik, Saiful Mujani, seÂusai diÂperiksa KPK sebagai saksi dalam kasus ini meÂngungÂkapkan, PT HIP memÂbantu Amran memÂeÂnangÂkan Pilkada 2012.
PeruÂsaÂhaan tersebut memÂbaÂyarÂkan surÂvei terkait pemenangan Amran seÂbagai calon bupati. Uang untuk biaya survei ke lemÂbaga survei miÂlik Saiful itu diÂsamÂpaikan melalui Direktur PT HIP Totok Lestiyo.
Sebelumnya, penyidik KPK memeriksa putra pengusaha Artalyta Suryani, Rommy DharÂma Satiyawan, dan Direktur UtaÂma PT Sonokeling Buana Saiful Rizal. Ketiganya diperiksa dalam kapasitas sebagai pewakilan PT Sonokeling Buana.
Mesti Jelas Siapa Otaknya
M Taslim, Anggota Komisi III DPR
Politisi PAN M Taslim ChaÂniago menyatakan, persidangan kasus dugaan suap Bupati Buol sebesar Rp 3 miliar harus ditaÂngani secara teliti.
Maksudnya, rangkaian fakta-fakta yang terungkap di perÂsidangan hendaknya ditelusuri secara intensif. Sebab dari situ, rangkaian peristiwa maupun keterkaitan para pihak bisa terÂlihat secara utuh. “Persidangan kasus ini harus benar-benar diÂcermati,†katanya.
Dari persidangan kedua terÂdakwa, dia yakin peran-peran pihak lain yang belum tersentuh bakal terdeteksi. Dia menduga, suap terhadap Bupati Buol ini diÂrancang dan dilaksanakan oleh beberapa pihak. Jadi rangÂkaian peran terdakwa satu deÂngan terdakwa lain maupun dengan tersangka lainnya akan terlihat. “Ini saling mengkait satu dengan lainnya,†tuturnya.
Karena itu, dia mengÂhaÂrapÂkan, hakim dan jaksa jeli meÂliÂhat perkembangan atau hasil perÂsidangan. Kejelian ini diÂperlukan agar apa-apa yang maÂsih tersembunyi di kasus ini dapat terbongkar. Dia meminta, KPK selaku penyidik kasus ini cermat dalam mengatasi perÂsoalan yang ada.
Dia berpesan, jika ada pihak yang disuap dan perantara suap, maka idealnya pihak yang merancang suap juga harus ada. Menurutnya, akan aneh apabila dalam kasus suap, tidak ada pihak yang ditetapkan sebagai penyuap.
Lebih lanjut, dia mengeÂmuÂkaÂkan, bila KPK saat ini sudah menetapkan pihak yang dituduh sebagai penyuap, hendaknya berÂkas perkara kasus ini tidak terÂtahan di tangan penyidik terÂlalu lama. Dia mengatakan, peÂkerjaan KPK menyibak siapa daÂÂlang penyuap tentu akan saÂngat terbantu dengan peÂlakÂsaÂnaÂan sidang perkara ini. Para terÂdakwa dengan sendirinya, akan membuka siapa pihak yang meÂnyuruh melakukan suap.
“Apalagi dua terdakwa, Yani Ansori dan Gondo Sudjono suÂdah mengaku sebagai orang suÂruhan. Tentu sangat mudah meÂnentukan pihak yang menjadi otak kasus penyuapan Bupati Buol ini,†katanya.
Dengan begitu, KPK samÂbungnya, tidak punya alasan untuk berlama-lama dalam meÂnuntaskan berkas perkara orang yang dituduh sebagai peÂnyanÂdang dana alias penyuap di kaÂsus ini.
Kasus Ini Tidak Rumit
Asfinawati, Bekas Direktur YLBHI
Peneliti dan praktisi hukum Asfinawati menilai, persoalan suap kepada Bupati Buol adaÂlah tindak pidana yang tidak ruÂmit. Artinya, pengusutan kaÂsus ini tidak perlu waktu panÂjang serta meÂnguras energi yang besar. “KaÂÂsus ini beÂrangkat dari terÂtangkap tangannya piÂhak peÂneÂrima suap dan peÂranÂtara suap,†katanya.
Peristiwa tangkap tangan inilah yang menurut dia, meÂmuÂdahkan penyidik membongkar mata rantai kasus penyuapan terÂsebut. Apalagi, sejak peÂnyiÂdiÂkan awal, tersangka yang kini menjadi terdakwa kasus terÂseÂbut sudah mengaku menÂjaÂlanÂkan perintah atasannya. Jadi, tiÂdak ada alasan bagi penyidik KPK untuk tidak cepat dalam menyelesaikan perkara ini.
“Jika saat ini pihak peÂngÂgagas suap sudah ditetapkan seÂbagai tersangka, maka peÂkerÂjaan KPK tinggal selangkah lagi. Yaitu, melimpahkan berkas perkara tersangka ke tingkat penuntutan dan pengadilan. Biar segera disidangkan dan mendapatkan kepastian hukum yang jelas.â€
Selanjutnya, Asfinawati meÂnyayangkan dugaan keterÂliÂbatan elit politik seperti Hartati Murdaya dalam kasus ini. Tapi, katanya, mau tak mau, hal terÂsebut harus diÂperÂtangÂgunÂgÂjaÂwabÂkan secara hukum.
Digarisbawahi, tak hadirnya tersangka Hartati dari panggilan KPK pada Jumat (7/9), meÂngÂinÂdikasikan masih adanya sikap perlawanan kepada hukum. AlaÂsan sakit sehingga tak meÂngÂhadiri panggilan penyidik itu, hendaknya bisa diperÂtangÂgungÂjaÂwabkan yang bersangkutan.
Dia pun meminta agar KPK leÂbih responsif menanggapi alaÂsan tersangka tersebut. MakÂsudÂnya, jangan sampai keteÂgaÂsan KPK dalam mengusut perÂkara ini justru loyo manakala berhadapan dengan tersangka yang dikategorikan sebagai tokoh elit. [Harian Rakyat Merdeka]
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.
BERITA TERKAIT: