Ketum Perguji Beberkan Ciri Calon Pemimpin Munafik dalam Pilgub DKI

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/aldi-gultom-1'>ALDI GULTOM</a>
LAPORAN: ALDI GULTOM
  • Rabu, 05 September 2012, 12:10 WIB
Ketum Perguji Beberkan Ciri Calon Pemimpin Munafik dalam Pilgub DKI
jokowi-ahok/ist
rmol news logo Selama ini, justru Calon Wakil Gubernur Basuki Purnama-lah yang memainkan isu SARA, tapi dia malah balik menuding umat Islam yang melakukannya.

Ketua Umum Persatuan Guru Ngaji (Perguji), Anas Nasuhasobri, mengatakan hal itu seiring semakin liarnya isu SARA yang menurut kubu Jokowi-Ahok dipakai Foke-Nara untuk menaikkan citra dan menyudutkan lawan. Menurut Anas Nasuhasobri, umat beragama tentu memilih berdasarkan keyakinannya juga.

"Inilah demokrasi, orang bebas memilih termasuk memilih dengan keyakinannya, apapun keyakinannya. Orang Islam dan umat agama lainnya tidak pernah mempermasalahkan hal itu, mengapa Ahok mempermasalahkan hal itu?" ujarnya menyayangkan.
 
Dirinya pun meminta kepada Ahok untuk tidak memutarbalikan firman Allah yang tertulis di Al Quran.

"Jika tidak tahu isi Al Quran maka janganlah membuat pernyataan yang memojokkan. Di beberapa negara yang mengaku demokrasi, bahkan ada yang lebih ekstrem, kalangan yang menghujat Islam justru dibolehkan. Indonesia bersyukur hal itu tidak dibolehkan. Jadi tolong jangan dimulai untuk mengadu domba umat Islam hanya demi jabatan," pintanya.
 
Mengenai kompetisi di antara dua pasangan calon Pilgub DKI, dia punya sikap bahwa pemimpin yang meninggalkan tugasnya demi mengejar jabatan lain yang lebih menggiurkan adalah pemimpin yang munafik. Dalam Islam ada tiga ciri orang munafik, yaitu jika bicara selalu bohong, jika diberikan  kepercayaan tidak amanah, dan terakhir, jika berjanji tidak ditepati.
 
"Pemimpin yang meninggalkan rakyatnya demi mengejar satu hal yang menurutnya lebih baik dan bersifat pragmatis tentunya bisa dikategorikan pemimpin munafik," ujar Anas.
 
Seorang pemimpin di era pemilihan langsung seperti ini pasti dalam rajin mengumbar janji untuk membangun daerahnya dan masyarakatnya. Dia juga pasti melontarkan janji-janji tentang hal-hal yang akan dilakukannya kalau menang dan akan mendapatkan amanah dari rakyat jika janji dan pernyataannya bisa dipercaya.
 
"Sekarang bagaimana pemimpin bisa dikatakan tidak munafik, jika janji dia untuk masa jabatan 5 tahun, tapi sebelum 5 tahun sudah meninggalkan jabatannya. Dia juga pasti berkata bohong kalau tidak bisa melaksanakan janjinya untuk mengabdi pada rakyat yang dipimpinnya dan menyalahgunakan amanah yang diberikan rakyat padanya, apalagi demi semata-mata jabatan yang lebih menggiurkan,” tambahnya.
 
Hal inilah sebenarnya menurutnya yang dipermasalahkan oleh warga Jakarta yang akan memilih dalam pilkada ini.

"Jadi bukan masalah agamanya yang lebih utama, tapi menjalankan tugas-tugasnya dengan benar dan sesuai amanah yang diberikan termasuk jangka waktu melaksanakannya. Jika ada yang meninggalkan masyarakatnya atau selalu mencari jabatan yang lebih tinggi dan rela mengubah ubah ideologi politiknya demi jabatan, padahal pencapaiannya pun belum sesuai janji, maka ini munafik," tegasnya.
 
Pemimpin baru bisa mencari jabatan yang lebih tinggi lagi atau lebih menarik, jika pemimpin tersebut telah berhasil melaksanakan janji, amanah dan tidak berbohong sehingga tidak ada lagi utang kepada rakyatnya.

"Kalau sudah beres semua dan kenyataan sudah sesuai dengan janji maka siapapun tidak bisa melarang orang untuk mencari jabatan yang lebih baik apapun alasannya yang penting kerjakan semua sesuai dengan janji," imbuhnya. [ald]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA