Pengamat Ekonomi Politik yang juga Dosen Sekolah Tinggi Ekonomi Keuangan dan Perbankan Indonesia (Stekpi), Agung Nur Farah, memandang, alasan yang diberikan Prijanto bahwa dia tidak bisa bekerja sama dengan Gubernur Fauzi Bowo di akhir-akhir masa jabatannya, dapat dikatakan sebagai politik untuk membusukkan gubernur bersapaan Foke itu.
"Sejak awal sebenarnya Foke berada di atas angin. Semua hal itu menjadi runyam buat Foke ketika Prijanto melakukan langkah-langkah pembusukan terhadap Foke," jelas Agung dalam pernyataan tertulisnya kepada wartawan, Selasa (4/9).
Dia menilai, Prijanto sepenuhnya menumpahkan seluruh kesalahan pada Foke. Hal itu, dalam pandangannya, sangat aneh jika dianalisa benar-benar.
"Saya melihat ada keterkaitan antara mundurnya Prijanto, tuduhan-tuduhan Prijanto terhadap Foke dan pencitraan terhadap Jokowi yang terjadi bersamaan. Prijanto dan Jokowi yang diusung PDIP pun bukan satu kebetulan. Tuduhan Prijanto itu membuat runyam Foke, seperti diciptakan bahwa ada pecah kongsi di dalam pemda DKI," jelasnya.
Prijanto seperti diciptakan untuk menjadi destroyer bagi Foke dan pasangannya dalam Pilkada. Prijanto tadinya mungkin berambisi untuk menjadi gubenur, tapi sayangnya hal itu tidak terjadi karena bisa jadi ada tuduhan-tuduhan langkah politis mengenai kemunduran dirinya.
"Prijanto menjadi tidak nyaman kalau dia yang maju, dan akhirnya dia akhirnya bersedia dijadikan martir oleh PDIP. Ini politik. Pasti langkah apapun ada hitung-hitungannya, tidak mungkin terjadi begitu saja," duganya.
[ald]
BERITA TERKAIT: