Bekas Direktur Informasi Pajak Mendekati Tahap Penuntutan

Kasus Korupsi Pengadaan Sistem Informasi Ditjen Pajak

Minggu, 02 September 2012, 09:15 WIB
Bekas Direktur Informasi Pajak Mendekati Tahap Penuntutan
ilustrasi/ist

rmol news logo Kapankah tersangka kasus korupsi proyek sistem informasi Direktorat Jenderal Pajak (SIDJP), jasa pemeliharaan sistem monitoring pembayaran Ditjen Pajak dan pelaksanaan modul penerimaan negara (MPN) Ditjen Pajak, Riza Noor Karim alias RNK disidang?

Bekas Kepala Kantor Pela­ya­nan Pajak (KPP) Besar dan Ja­karta Khusus itu, kembali di­pe­riksa penyidik Kejaksaan Agung untuk melengkapi berkas, agar segera bisa dinaikkan prosesnya ke tahap penuntutan.

“Kembali dilakukan pe­me­riksaan terhadap tersangka RNK. Untuk melengkapi berkas, men­co­cokkan sejumlah informasi juga,” ujar Kepala Pusat Pene­rangan Hukum Kejaksaan Agung Adi M Toegarisman di Gedung Ke­jaksaan Agung, Jalan Sultan Ha­sanuddin, Jakarta Selatan.

Dia menegaskan, pemeriksaan terhadap tersangka Riza Noor Ka­rim agar jaksa semakin kuat dalam menyusun surat dakwaan nanti. “Pemeriksaan itu, berarti ada hal-hal penting terkait pem­berkasan dan proses pembuktian nantinya,” ujarnya.

Tersangka Riza Noor Karim di­korek keterangannya oleh pe­nyi­dik sejak pukul 10 pagi pada Ka­mis lalu. “Dalam kapasitas seb­a­gai tersangka,” kata bekas Kepala Kejaksaan Tinggi Kepulauan Riau ini.

Adi berharap, bekas Direktur Informasi Perpajakan itu tidak akan lama lagi memasuki masa per­sidangan di Pengadilan Tin­dak Pidana Korupsi (Tipikor) Ja­karta. “Kita berharap tersangka RNK dapat segera naik ke penun­tutan,” ujarnya.

Proyek pengadaan SIDJP se­ni­lai Rp 43,68 miliar ini, pada proses pelaksanaannya terjadi peruba­han spesifikasi teknis yang tidak sesuai prosedur, sehingga m­e­nim­bulkan kerugian keuangan ne­gara sekitar Rp 12 miliar.

Kejaksaan Agung telah mene­tapkan lima tersangka kasus ini, yakni Ketua Panitia Lelang Pe­ngadaan SIDJP Bahar, Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Pu­lung Sukarno, Direktur PT Berca Hardayaperkasa (BHp) Liem Wendra Halingkar, bekas Direk­tur IT Ditjen Pajak Riza Noor Ka­rim dan bekas Sekretaris Ditjen Pajak Ahmad Sjarifudin Alsjah.

RNK ditetapkan tersangka ka­sus ini pada Senin, 2 April 2012,  dan sehari kemudian dipanggil pe­nyidik Gedung Bundar. RNK dianggap bertanggungjawab da­lam penyesuaian spesifikasi yang diajukan PT BHP untuk pe­nga­daan. Terhadap RNK, Kejaksaan Agung juga telah melakukan pen­cegahan ke luar negeri.

Sedangkan Liem adalah anak buah pengusaha Murdaya Wid­ya­mirta Poo. Murdaya adalah suami Har­tati Murdaya. Tak seperti is­trinya yang menjadi tersangka ka­sus suap Bupati Buol Amran Batalipu di KPK, Murdaya se­jauh ini hanya berstatus saksi ka­sus pengadaan SIDJP di Ke­jak­saan Agung.

Kasus yang terjadi pada 2010 ini, bermula dari pengadaan sis­tem manajemen pajak di Di­rek­torat Jenderal Pajak Kementerian Ke­uangan. Anak buah Murdaya, Liem  diduga terlibat rekayasa pro­yek pengadaan yang angga­ran­nya Rp 43,68 miliar, dan nilai kerugian keuangan negaranya sekitar Rp 12 miliar ini.

Setelah melimpahkan berkas Direktur PT Berca Har­daya­perkasa, Liem Hendra Walingkar naik ke tahap kedua, penyidik menetapkan tersangka baru dalam kasus ini. Tersangka baru itu adalah Michael SG, yakni Di­rektur Technical Support PT Ber­ca Hardayaperkasa.

Michael ditetapkan sebagai ter­sangka berdasarkan surat perin­tah penyidikan Nomor 59 tanggal 10 Juli 2012. “Dia ditetapkan se­bagai tersangka, karena telah mem­berikan keterangan yang ti­dak benar dalam persidangan per­­kara yang sama untuk terdak­wa  Bahar dan Pulung Sukarno,” ujar Adi.

Keterangan itu, lanjutnya, di­sam­paikan Michael dalam sidang tanggal 19 juni 2012 di P­e­nga­dilan Tipikor, Jakarta. Se­lan­jut­nya, Michael ditahan penyidik Pidsus Kejaksaan Agung pada Senin, 30 Juli 2012 di Rutan Sa­lemba Ca­bang Kejaksaan Agung.

Reka Ulang

Spesifikasi Disesuaikan Penawaran Berca

Kasus ini bermula dari temuan Ba­dan Pemeriksa Keuangan (BPK), bahwa terjadi penyim­pa­ngan pengadaan sistem informasi perpajakan tersebut. Anggaran pe­ngadaan ini sekitar Rp 43 mi­liar. Dugaan penyimpangannya se­kitar Rp 12 miliar.

Setelah melakukan peng­ge­le­da­han di sejumlah lokasi untuk me­ngumpulkan barang bukti se­perti dokumen, penyidik pidana khusus Kejaksaan Agung men­datangkan auditor BPK untuk mendalami kasus ini. “Soalnya, me­­reka yang menemukan ke­jang­galan itu,” kata Direktur Pe­nyidikan pada Jaksa Agung Muda Pidana Khusus Arnold Angkouw.

Lelang pengadaan sistem in­formasi (sisinfo) Ditjen Pajak Ke­menterian Keuangan tahun ang­garan 2006 ini, dimenangi PT Berca Hardayaperkasa (BHp). “Tapi, PT Berca menang lelang karena ada perubahan spesifikasi yang disesuaikan dengan pe­na­wa­ran PT Berca sendiri,” kata Ke­pala Pusat Penerangan Hukum Ke­jaksaan Agung Adi Toegarisman.

Gara-gara itulah bos PT Berca, Murdaya Poo pernah diperiksa penyidik Kejaksaan Agung. Tapi, suami pengusaha Hartati Mur­daya itu baru sebatas dimintai ke­terangan sebagai saksi. “Murdaya Poo diperiksa penyidik sebagai sa­ksi. Dia kan pemilik per­u­sa­ha­an itu,” ujar Jaksa Agung Muda Pidana Khusus Andhi Nirwanto.

Sedangkan anak buah Mu­rda­ya, yakni dua Direktur PT Berca Hardaya Perkasa, Liem Wendra Ha­lingkar dan Michael Surya Gu­­nawan telah menjadi ter­sang­ka. Bahkan, keduanya telah di­tahan Kejaksaan Agung.

Direktur Penyidikan pada Jak­sa Agung Muda Pidana Khusus Ar­nold Angkouw mengaku, pe­nyi­­dik tidak berhenti pada tingkat pelaku rendahan saja. “Kami ma­sih mengusut pelaksana di la­pa­ngan, yakni para pelaku dalam penandatanganaan peng­ad­aan­nya. Apakah mengait ke ata­sannya, ya kita lihat saja nanti,” alasan dia.

Menurut Adi Toegarisman, ke­jak­saan tidak segan-segan me­ne­tapkan tersangka baru, bila me­mang sudah ditemukan bukti kuat dari hasil pengembangan pe­nyi­dikan. “Kita kembali pada fakta hukum dalam proses penyidikan, ka­lau memang fakta hukum dan bukti yang kuat, saya kira sia­pa­pun orangnya, penyidik tidak akan ragu menetapkannya se­ba­gai tersangka,” katanya.

Dalam proyek beranggaran Rp 43,68 miliar ini, sebagian barang diduga tidak sesuai spesifikasi dan sebagian lainnya fiktif. Lan­taran itu, para tersangka di­ke­na­kan Pasal 2 dan 3 Undang Un­dang Tindak Pidana Korupsi (Ti­pikor) dan Keputusan Presiden (Kepres) Nomor 80 Tahun 2003 tentang Pedoman Pelaksanaan Pe­ngadaan Barang dan Jasa.

Dalam menangani kasus ini, Kejaksaan Agung pernah me­nu­run­kan tim untuk melakukan penggeledahan di empat lokasi yang diduga sebagai tempat pe­nyimpanan data pengadaan sis­tem informasi perpajakan Ditjen Pajak Kementerian Keuangan.

Empat lokasi itu adalah Kantor Pusat Ditjen Pajak di Jalan Gatot Subroto, Jakarta, Kantor Pusat Pe­ngolahan data dan Dokumen Per­pajakan di Jakarta Barat, sebuah rumah di Jalan Madrasah, Ganda­ria, Jakarta Selatan, dan sebuah ru­mah di Cinere, Depok, Jawa Barat. Penggeledahan te­r­sebut dilakukan pada 3 No­vember 2011.

Dua buah rumah yang turut digeledah Tim Khusus Kejaksaan Agung, yakni rumah di Jalan Mad­rasah, Gandaria, Jakarta Sela­tan dan rumah di Komplek Cinere, Depok, Jawa Barat adalah milik tersangka Bahar.

Menurut Arnold Angkouw, pro­ses pengusutan kasus ini ma­sih berlangsung. “Sementara ini, kita masih terus proses, sembari menunggu tersangka yang akan disidangkan,” ujar Arnold.

Dikatakan bekas Kepala Ke­jak­saan Tinggi Sulawesi Utara itu, sejumlah saksi terus diperiksa pe­nyidik, termasuk orang-orang dari PT Berca Hardaya. “Juga kita sudah periksa pihak-pihak dari Dirjen Pajak. Sembari tetap menunggu fakta-fakta per­si­da­ngan apakah ada yang baru yang terungkap,” ujarnya.

Arnold menyampaikan, pe­nyi­dik tidak hanya berhenti pada ting­kat pelaku yang rendahan saja dalam kasus ini. “Kita masih baru mengusut yang pelaksana di lapa­ngan, yakni para pelaku dalam penandatanganaan pen­ga­da­an­nya. Apa mengait ke atasannya ya kita lihat saja nanti,” katanya.

Mestinya Semua Tersangka Korupsi Ditahan Saja

Sandi Ebenezer Situngkir, Majelis PBHI

Anggota Majelis Perhim­pu­nan Bantuan Hukum Indonesia (PBHI) Sandi Ebenezer Si­tung­kir menyampaikan, perlakuan yang berbeda-beda terhadap para tersangka tidak sesuai de­ngan standar kerja kejaksaan.

Mestinya, perlakuan yang sama diterapkan bagi semua ter­sangka. “Sebab, kalau ke­jak­sa­an pada perkara tertentu sudah menetapkan seseorang menjadi tersangka, berarti mereka sudah memiliki dua alat bukti yang cu­kup,” ujar Sandi, kemarin.

Ketua Majelis Organisasi In­donesia Public Services Wacth itu mengatakan, dua alat bukti yang dimaksudkan dalam Pasal 184 KUHAP sudah dapat mem­buktikan kesalahan ter­sangka. “Jadi mestinya kejaksaan sudah melakukan penahanan kepada para tersangka yang ada,” ujarnya.

Dia mengingatkan, dalam Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa, kasus korupsi adalah kejahatan luar biasa dan bisa dikategorikan pelanggaran ter­hadap HAM.

Sandi mengatakan, penyidik juga harus menyentuh para pe­jabat teras dan pimpinan per­u­sa­haan yang terlibat kasus ini. “Sebab, pada setiap kejahatan koor­porasi, baik perusahaan maupun kementerian, terutama yang terkait dengan uang, patut diduga pimpinan teras di kor­porasi mengetahui pemberian dan penerimaan uang,” ujarnya.

Oleh karena itu, perusahaan bersangkutan juga dapat dijerat pasal pembekuan perusahaan. “Hukuman tambahan sesuai pasal 10 KUHP dengan mem­be­kukan perusahaan yang ber­sangkutan, patut di­per­ti­m­bang­kan bagi perusahaan yang se­ring menyuap pejabat negara, se­suai dengan teori hukum kor­porasi,” jelasnya.

Mesti Dibasmi Sampai Ke Atas

Pieter Zulkifli, Anggota Komisi III DPR

Anggota Komisi III DPR Pieter Zulkifli menyampaikan, pengusutan kasus korupsi pe­ngadaan sistem informasi di Direktorat Jenderal Pajak harus konsisten, jangan pilih bulu. “Dugaan korupsi di Ditjen Pa­jak itu cukup banyak. Tetapi kok penanganannya seperti ti­dak maksimal,” nilainya.

Dia juga menyoal, kenapa dalam kasus korupsi di Ditjen Pajak, seperti kasus Gayus Tam­bunan, banyak hal yang ti­dak dibongkar. “Tampaknya di­lokalisir,” ujar anggota DPR dari Partai Demokrat ini.

Sejatinya, lanjut Pieter, pe­nanganan kasus Gayus mesti dijadikan momentum mem­bong­kar tuntas berbagai keja­ha­tan korupsi yang berkenaan de­ngan pajak. “Saat ter­bong­kar­nya kasus Gayus, harusnya d­i­ja­dikan momentum untuk mem­bongkar jaringan mafia per­­pajakan. Tapi, kenapa pena­nga­nan kasus pajak seperti dilo­ka­lisir,” ucapnya.

Pieter pun mengingatkan agar aparat penegak hukum dari mulai penyidik hingga hakim, jangan bermain mata dengan pe­laku kasus korupsi. Soalnya, mafia pajak sudah merasuk ke sendi-sendi urusan perpajakan. Karenanya, aparat penegak hu­kum mesti ekstra serius mem­berantasnya.

Tidak peduli siapa pun, harus diberantas semua. Dibongkar jangan hanya kelas bawahnya saja. Sampai ke atas-atas harus dibasmi. “Perusahaan-peru­sa­ha­an yang punya akses dengan elit, yang punya uang pun harus diberantas kalau sudah ko­rupsi,” tegasnya.

Dia pun mengingatkan kejak­saan agar tidak mengulangi ke­sa­lahan-kesalahan masa lalu. Semua urusan pemberantasan ko­r­upsi harus dilakukan tanpa ampun. “Sangat menjengkelkan dan melukai rasa keadilan, ke­ti­ka berkenaan dengan kekua­sa­an dan uang, hukum menjadi mandul. Kejaksaan jangan kem­bali ke masa lalu, harus buktikan profesionalitasnya,” ujarnya.

Jika masih membelokkan hu­kum, kata dia, kemarahan ma­syarakat akan kian memuncak. “Itu akan terjadi bila proses hu­kum yang diharapkan rakyat ti­dak terpenuhi,” ucap Pieter. [Harian Rakyat Merdeka]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA