Kapankah tersangka kasus korupsi proyek sistem informasi Direktorat Jenderal Pajak (SIDJP), jasa pemeliharaan sistem monitoring pembayaran Ditjen Pajak dan pelaksanaan modul penerimaan negara (MPN) Ditjen Pajak, Riza Noor Karim alias RNK disidang?
Bekas Kepala Kantor PelaÂyaÂnan Pajak (KPP) Besar dan JaÂkarta Khusus itu, kembali diÂpeÂriksa penyidik Kejaksaan Agung untuk melengkapi berkas, agar segera bisa dinaikkan prosesnya ke tahap penuntutan.
“Kembali dilakukan peÂmeÂriksaan terhadap tersangka RNK. Untuk melengkapi berkas, menÂcoÂcokkan sejumlah informasi juga,†ujar Kepala Pusat PeneÂrangan Hukum Kejaksaan Agung Adi M Toegarisman di Gedung KeÂjaksaan Agung, Jalan Sultan HaÂsanuddin, Jakarta Selatan.
Dia menegaskan, pemeriksaan terhadap tersangka Riza Noor KaÂrim agar jaksa semakin kuat dalam menyusun surat dakwaan nanti. “Pemeriksaan itu, berarti ada hal-hal penting terkait pemÂberkasan dan proses pembuktian nantinya,†ujarnya.
Tersangka Riza Noor Karim diÂkorek keterangannya oleh peÂnyiÂdik sejak pukul 10 pagi pada KaÂmis lalu. “Dalam kapasitas sebÂaÂgai tersangka,†kata bekas Kepala Kejaksaan Tinggi Kepulauan Riau ini.
Adi berharap, bekas Direktur Informasi Perpajakan itu tidak akan lama lagi memasuki masa perÂsidangan di Pengadilan TinÂdak Pidana Korupsi (Tipikor) JaÂkarta. “Kita berharap tersangka RNK dapat segera naik ke penunÂtutan,†ujarnya.
Proyek pengadaan SIDJP seÂniÂlai Rp 43,68 miliar ini, pada proses pelaksanaannya terjadi perubaÂhan spesifikasi teknis yang tidak sesuai prosedur, sehingga mÂeÂnimÂbulkan kerugian keuangan neÂgara sekitar Rp 12 miliar.
Kejaksaan Agung telah meneÂtapkan lima tersangka kasus ini, yakni Ketua Panitia Lelang PeÂngadaan SIDJP Bahar, Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) PuÂlung Sukarno, Direktur PT Berca Hardayaperkasa (BHp) Liem Wendra Halingkar, bekas DirekÂtur IT Ditjen Pajak Riza Noor KaÂrim dan bekas Sekretaris Ditjen Pajak Ahmad Sjarifudin Alsjah.
RNK ditetapkan tersangka kaÂsus ini pada Senin, 2 April 2012, dan sehari kemudian dipanggil peÂnyidik Gedung Bundar. RNK dianggap bertanggungjawab daÂlam penyesuaian spesifikasi yang diajukan PT BHP untuk peÂngaÂdaan. Terhadap RNK, Kejaksaan Agung juga telah melakukan penÂcegahan ke luar negeri.
Sedangkan Liem adalah anak buah pengusaha Murdaya WidÂyaÂmirta Poo. Murdaya adalah suami HarÂtati Murdaya. Tak seperti isÂtrinya yang menjadi tersangka kaÂsus suap Bupati Buol Amran Batalipu di KPK, Murdaya seÂjauh ini hanya berstatus saksi kaÂsus pengadaan SIDJP di KeÂjakÂsaan Agung.
Kasus yang terjadi pada 2010 ini, bermula dari pengadaan sisÂtem manajemen pajak di DiÂrekÂtorat Jenderal Pajak Kementerian KeÂuangan. Anak buah Murdaya, Liem diduga terlibat rekayasa proÂyek pengadaan yang anggaÂranÂnya Rp 43,68 miliar, dan nilai kerugian keuangan negaranya sekitar Rp 12 miliar ini.
Setelah melimpahkan berkas Direktur PT Berca HarÂdayaÂperkasa, Liem Hendra Walingkar naik ke tahap kedua, penyidik menetapkan tersangka baru dalam kasus ini. Tersangka baru itu adalah Michael SG, yakni DiÂrektur Technical Support PT BerÂca Hardayaperkasa.
Michael ditetapkan sebagai terÂsangka berdasarkan surat perinÂtah penyidikan Nomor 59 tanggal 10 Juli 2012. “Dia ditetapkan seÂbagai tersangka, karena telah memÂberikan keterangan yang tiÂdak benar dalam persidangan perÂÂkara yang sama untuk terdakÂwa Bahar dan Pulung Sukarno,†ujar Adi.
Keterangan itu, lanjutnya, diÂsamÂpaikan Michael dalam sidang tanggal 19 juni 2012 di PÂeÂngaÂdilan Tipikor, Jakarta. SeÂlanÂjutÂnya, Michael ditahan penyidik Pidsus Kejaksaan Agung pada Senin, 30 Juli 2012 di Rutan SaÂlemba CaÂbang Kejaksaan Agung.
Reka Ulang
Spesifikasi Disesuaikan Penawaran Berca
Kasus ini bermula dari temuan BaÂdan Pemeriksa Keuangan (BPK), bahwa terjadi penyimÂpaÂngan pengadaan sistem informasi perpajakan tersebut. Anggaran peÂngadaan ini sekitar Rp 43 miÂliar. Dugaan penyimpangannya seÂkitar Rp 12 miliar.
Setelah melakukan pengÂgeÂleÂdaÂhan di sejumlah lokasi untuk meÂngumpulkan barang bukti seÂperti dokumen, penyidik pidana khusus Kejaksaan Agung menÂdatangkan auditor BPK untuk mendalami kasus ini. “Soalnya, meÂÂreka yang menemukan keÂjangÂgalan itu,†kata Direktur PeÂnyidikan pada Jaksa Agung Muda Pidana Khusus Arnold Angkouw.
Lelang pengadaan sistem inÂformasi (sisinfo) Ditjen Pajak KeÂmenterian Keuangan tahun angÂgaran 2006 ini, dimenangi PT Berca Hardayaperkasa (BHp). “Tapi, PT Berca menang lelang karena ada perubahan spesifikasi yang disesuaikan dengan peÂnaÂwaÂran PT Berca sendiri,†kata KeÂpala Pusat Penerangan Hukum KeÂjaksaan Agung Adi Toegarisman.
Gara-gara itulah bos PT Berca, Murdaya Poo pernah diperiksa penyidik Kejaksaan Agung. Tapi, suami pengusaha Hartati MurÂdaya itu baru sebatas dimintai keÂterangan sebagai saksi. “Murdaya Poo diperiksa penyidik sebagai saÂksi. Dia kan pemilik perÂuÂsaÂhaÂan itu,†ujar Jaksa Agung Muda Pidana Khusus Andhi Nirwanto.
Sedangkan anak buah MuÂrdaÂya, yakni dua Direktur PT Berca Hardaya Perkasa, Liem Wendra HaÂlingkar dan Michael Surya GuÂÂnawan telah menjadi terÂsangÂka. Bahkan, keduanya telah diÂtahan Kejaksaan Agung.
Direktur Penyidikan pada JakÂsa Agung Muda Pidana Khusus ArÂnold Angkouw mengaku, peÂnyiÂÂdik tidak berhenti pada tingkat pelaku rendahan saja. “Kami maÂsih mengusut pelaksana di laÂpaÂngan, yakni para pelaku dalam penandatanganaan pengÂadÂaanÂnya. Apakah mengait ke ataÂsannya, ya kita lihat saja nanti,†alasan dia.
Menurut Adi Toegarisman, keÂjakÂsaan tidak segan-segan meÂneÂtapkan tersangka baru, bila meÂmang sudah ditemukan bukti kuat dari hasil pengembangan peÂnyiÂdikan. “Kita kembali pada fakta hukum dalam proses penyidikan, kaÂlau memang fakta hukum dan bukti yang kuat, saya kira siaÂpaÂpun orangnya, penyidik tidak akan ragu menetapkannya seÂbaÂgai tersangka,†katanya.
Dalam proyek beranggaran Rp 43,68 miliar ini, sebagian barang diduga tidak sesuai spesifikasi dan sebagian lainnya fiktif. LanÂtaran itu, para tersangka diÂkeÂnaÂkan Pasal 2 dan 3 Undang UnÂdang Tindak Pidana Korupsi (TiÂpikor) dan Keputusan Presiden (Kepres) Nomor 80 Tahun 2003 tentang Pedoman Pelaksanaan PeÂngadaan Barang dan Jasa.
Dalam menangani kasus ini, Kejaksaan Agung pernah meÂnuÂrunÂkan tim untuk melakukan penggeledahan di empat lokasi yang diduga sebagai tempat peÂnyimpanan data pengadaan sisÂtem informasi perpajakan Ditjen Pajak Kementerian Keuangan.
Empat lokasi itu adalah Kantor Pusat Ditjen Pajak di Jalan Gatot Subroto, Jakarta, Kantor Pusat PeÂngolahan data dan Dokumen PerÂpajakan di Jakarta Barat, sebuah rumah di Jalan Madrasah, GandaÂria, Jakarta Selatan, dan sebuah ruÂmah di Cinere, Depok, Jawa Barat. Penggeledahan teÂrÂsebut dilakukan pada 3 NoÂvember 2011.
Dua buah rumah yang turut digeledah Tim Khusus Kejaksaan Agung, yakni rumah di Jalan MadÂrasah, Gandaria, Jakarta SelaÂtan dan rumah di Komplek Cinere, Depok, Jawa Barat adalah milik tersangka Bahar.
Menurut Arnold Angkouw, proÂses pengusutan kasus ini maÂsih berlangsung. “Sementara ini, kita masih terus proses, sembari menunggu tersangka yang akan disidangkan,†ujar Arnold.
Dikatakan bekas Kepala KeÂjakÂsaan Tinggi Sulawesi Utara itu, sejumlah saksi terus diperiksa peÂnyidik, termasuk orang-orang dari PT Berca Hardaya. “Juga kita sudah periksa pihak-pihak dari Dirjen Pajak. Sembari tetap menunggu fakta-fakta perÂsiÂdaÂngan apakah ada yang baru yang terungkap,†ujarnya.
Arnold menyampaikan, peÂnyiÂdik tidak hanya berhenti pada tingÂkat pelaku yang rendahan saja dalam kasus ini. “Kita masih baru mengusut yang pelaksana di lapaÂngan, yakni para pelaku dalam penandatanganaan penÂgaÂdaÂanÂnya. Apa mengait ke atasannya ya kita lihat saja nanti,†katanya.
Mestinya Semua Tersangka Korupsi Ditahan Saja
Sandi Ebenezer Situngkir, Majelis PBHI
Anggota Majelis PerhimÂpuÂnan Bantuan Hukum Indonesia (PBHI) Sandi Ebenezer SiÂtungÂkir menyampaikan, perlakuan yang berbeda-beda terhadap para tersangka tidak sesuai deÂngan standar kerja kejaksaan.
Mestinya, perlakuan yang sama diterapkan bagi semua terÂsangka. “Sebab, kalau keÂjakÂsaÂan pada perkara tertentu sudah menetapkan seseorang menjadi tersangka, berarti mereka sudah memiliki dua alat bukti yang cuÂkup,†ujar Sandi, kemarin.
Ketua Majelis Organisasi InÂdonesia Public Services Wacth itu mengatakan, dua alat bukti yang dimaksudkan dalam Pasal 184 KUHAP sudah dapat memÂbuktikan kesalahan terÂsangka. “Jadi mestinya kejaksaan sudah melakukan penahanan kepada para tersangka yang ada,†ujarnya.
Dia mengingatkan, dalam Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa, kasus korupsi adalah kejahatan luar biasa dan bisa dikategorikan pelanggaran terÂhadap HAM.
Sandi mengatakan, penyidik juga harus menyentuh para peÂjabat teras dan pimpinan perÂuÂsaÂhaan yang terlibat kasus ini. “Sebab, pada setiap kejahatan koorÂporasi, baik perusahaan maupun kementerian, terutama yang terkait dengan uang, patut diduga pimpinan teras di korÂporasi mengetahui pemberian dan penerimaan uang,†ujarnya.
Oleh karena itu, perusahaan bersangkutan juga dapat dijerat pasal pembekuan perusahaan. “Hukuman tambahan sesuai pasal 10 KUHP dengan memÂbeÂkukan perusahaan yang berÂsangkutan, patut diÂperÂtiÂmÂbangÂkan bagi perusahaan yang seÂring menyuap pejabat negara, seÂsuai dengan teori hukum korÂporasi,†jelasnya.
Mesti Dibasmi Sampai Ke Atas
Pieter Zulkifli, Anggota Komisi III DPR
Anggota Komisi III DPR Pieter Zulkifli menyampaikan, pengusutan kasus korupsi peÂngadaan sistem informasi di Direktorat Jenderal Pajak harus konsisten, jangan pilih bulu. “Dugaan korupsi di Ditjen PaÂjak itu cukup banyak. Tetapi kok penanganannya seperti tiÂdak maksimal,†nilainya.
Dia juga menyoal, kenapa dalam kasus korupsi di Ditjen Pajak, seperti kasus Gayus TamÂbunan, banyak hal yang tiÂdak dibongkar. “Tampaknya diÂlokalisir,†ujar anggota DPR dari Partai Demokrat ini.
Sejatinya, lanjut Pieter, peÂnanganan kasus Gayus mesti dijadikan momentum memÂbongÂkar tuntas berbagai kejaÂhaÂtan korupsi yang berkenaan deÂngan pajak. “Saat terÂbongÂkarÂnya kasus Gayus, harusnya dÂiÂjaÂdikan momentum untuk memÂbongkar jaringan mafia perÂÂpajakan. Tapi, kenapa penaÂngaÂnan kasus pajak seperti diloÂkaÂlisir,†ucapnya.
Pieter pun mengingatkan agar aparat penegak hukum dari mulai penyidik hingga hakim, jangan bermain mata dengan peÂlaku kasus korupsi. Soalnya, mafia pajak sudah merasuk ke sendi-sendi urusan perpajakan. Karenanya, aparat penegak huÂkum mesti ekstra serius memÂberantasnya.
Tidak peduli siapa pun, harus diberantas semua. Dibongkar jangan hanya kelas bawahnya saja. Sampai ke atas-atas harus dibasmi. “Perusahaan-peruÂsaÂhaÂan yang punya akses dengan elit, yang punya uang pun harus diberantas kalau sudah koÂrupsi,†tegasnya.
Dia pun mengingatkan kejakÂsaan agar tidak mengulangi keÂsaÂlahan-kesalahan masa lalu. Semua urusan pemberantasan koÂrÂupsi harus dilakukan tanpa ampun. “Sangat menjengkelkan dan melukai rasa keadilan, keÂtiÂka berkenaan dengan kekuaÂsaÂan dan uang, hukum menjadi mandul. Kejaksaan jangan kemÂbali ke masa lalu, harus buktikan profesionalitasnya,†ujarnya.
Jika masih membelokkan huÂkum, kata dia, kemarahan maÂsyarakat akan kian memuncak. “Itu akan terjadi bila proses huÂkum yang diharapkan rakyat tiÂdak terpenuhi,†ucap Pieter. [Harian Rakyat Merdeka]
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.
BERITA TERKAIT: