KPK Dalami Lagi Rekening Tersangka Proyek Alquran

Korek Keterangan Empat Saksi Dari BCA

Senin, 27 Agustus 2012, 09:08 WIB
KPK Dalami Lagi Rekening Tersangka Proyek Alquran
ilustrasi/ist
rmol news logo .KPK masih penasaran mengenai aliran dana kasus pembahasan anggaran pengadaan Alquran melalui rekening tersangka di Bank Central Asia. Lantaran itu, empat staf BCA Cabang Utama Menara Bidakara, Jakarta, kembali dimintai kesaksian guna mengetahui alur dana yang diduga masuk ke rekening tersangka.

Menurut Kepala Biro Humas KPK Johan Budi Sapto Prabowo, pemeriksaan sejumlah saksi dari BCA dilanjutkan untuk mem­peroleh titik terang mengenai aliran dana di rekening tersangka Zulkarnaen Djabar, anggota Komisi VIII DPR dari Fraksi Partai Golkar.

Rekening tersangka Dendy Prasetya pun ditelisik Komisi Pemberantasan Korupsi. Diduga, anak Zulkarnaen ini meman­faat­kan rekeningnya di BCA Bi­da­kara untuk melakukan pencucian uang. “Empat staf BCA Bidakara sudah kami periksa kembali,” katanya.

Akan tetapi, Johan belum mau menjelaskan substansi pemerik­saan saksi-saksi tersebut. Ke­empat staf BCA yang dimaksud adalah Kepala Operasional Kan­tor Cabang Utama BCA Menara Bidakara Simon Petrus Sitang­gang dan tiga teller BCA, yakni Andini Aryuanah, Dea Dewinta dan Mardiana.

Sekretaris Perusahaan BCA Inge Setiawati menyatakan, pi­haknya tidak menghalang-ha­la­ngi rangkian proses yang di­ja­lan­kan KPK. Apabila penyidik me­nyimpulkan ada dugaan tindak pidana di rekening nasabah, kata Inge, KPK bisa meminta BCA untuk memblokir rekening para tersangka.

Namun, Inge tidak mau me­ne­­gaskan, apakah Komisi Pem­be­ran­tasan Korupsi sudah me­minta pemblokiran rekening para ter­sangka kasus ini. Dia ber­alasan, merujuk pada ke­ten­tuan Undang Undang Per­ban­kan, bank me­mi­liki kewajiban un­tuk melindungi alias me­ra­ha­sia­kan rekening nasabah.

Pihak yang bisa menyam­pai­kan informasi seperti itu, me­nu­rutnya, adalah KPK, kejaksaan, kepolisian atau pengadilan. Da­lam proses ini, bank hanya ber­peran membantu KPK meng­iden­tifikasi rekening nasabah yang diduga digunakan sebagai tempat penampungan hasil kejahatan atau pencucian uang.

Yang pasti, menurut dia, Bank Central Asia mematuhi semua ketentuan hukum yang ada. Pi­haknya, lanjut Inge, juga me­mantau hasil pemeriksaan para saksi dari BCA.

Tapi, Inge menolak mem­be­berkan hasil pemeriksaan yang dijalani empat staf BCA tersebut. Lagi-lagi, dia beralasan, hal ter­sebut menjadi kewenangan Ko­misi Pemberantasan Korupsi.

Sementara itu, Johan Budi me­nyatakan, KPK belum mene­tap­kan status Fahd A Rafiq sebagai tersangka kasus ini. “Kami masih kembangkan. Dia masih sebagai saksi,” tuturnya. Sekadar mengi­ngatkan, Fahd adalah tersangka kasus suap pembahasan Dana Percepatan Pembangunan In­frastruktur Daerah (DPPID).

Kepala Bagian Informasi dan Pemberitaan KPK Priharsa Nugraha menyatakan,  penyidik meminta bantuan saksi dari BCA agar transaksi di rekening ter­sang­ka Zulkarnaen dan Dendy Prasetya teridentifikasi. Dia men­duga, transaksi di rekening ter­sangka melalui BCA ke­mung­kinan terkait kasus suap pem­bahasan anggaran pengadaan Al­quran di Kementerian Agama (Kemenag)  tahun 2010 dan 2011.

Keempat saksi dari BCA ini sebelumnya juga sudah pernah di­p­anggil penyidik KPK terkait kasus dugaan korupsi tersebut. Se­jauh ini, belum ada keterangan resmi mengenai hubungan kasus pengurusan anggaran pengadaan Alquran dan laboratorium kom­puter di Kemenag dengan pihak BCA. Yang pasti, sejauh ini pihak BCA hanya berstatus saksi.

KPK telah menetapkan Zulkar­naen Djabar dan Dendy Prasetia, Direktur Utama PT Karya Sinergi Alam Indonesia sebagai ter­sang­ka. Ayah dan anak ini diduga me­nerima uang senilai Rp 4 miliar untuk memuluskan anggaran pe­ngadaan Alquran dan labo­ra­torium komputer di Kementerian Agama.

Selain itu, mereka diduga ter­libat korupsi pembahasan ang­garan proyek pengadaan Alquran pada 2011 senilai Rp 20 miliar, dan pengadaan laboratorium kom­puter senilai Rp 31 miliar. Keduanya disangka menyalahi pasal penyuapan, dan dijerat dengan Pasal 12 huruf a atau b subsidair Pasal 5 ayat 2, subsidair Pasal 11 Undang Undang Nomor 31 tahun 1999 tentang Pem­be­ran­tasan Korupsi.

Reka Ulang

Wakil Menteri Agama Pun Jadi Saksi

Selain empat saksi dari Bank Central Asia (BCA), KPK juga me­meriksa saksi lain, seperti Wakil Menteri Agama Nasarudin Umar.

Penyidik pun telah mengorek ke­terangan Sesditjen Bimas Is­lam Abdul Karim, Direktur Urusan Agama Islam dan Syariah Ahmad Jauhari dan Kasubdit Kepenghuluan Kementerian Agama Mashuri.

Menurut Kepala Bagian Infor­masi dan Pemberitaan KPK Pri­harsa Nugraha, ketiga pejabat Ke­menterian Agama tersebut, di­periksa terkait mekanisme pe­nga­daan dan mekanisme pen­cairan anggaran proyek Alquran. “Ke­tiganya diperiksa sebagai saksi,” ujarnya.

Komisi Pemberantasan Ko­rupsi juga mengusut dugaan ke­terlibatan kader organisasi sayap Partai Golkar, Musyawarah Ke­ke­luargaan dan Gotong Royong (MKGR) Fahd A Rafiq dalam kasus ini.

Seperti Fahd, kedua tersangka kasus ini pun berasal dari MKGR. Bahkan tersangka Zulkarnaen Djabar, selain sebagai Wakil Ke­tua MKGR, juga menjabat Wakil Bendahara Umum Partai Golkar, anggota Komisi VIII dan anggota Badan Anggaran DPR. Sed­ang­kan tersangka Dendy Prasetya tercatat sebagai Sekjen Gerakan Muda MKGR. Namun, Fahd yang menjadi tersangka kasus suap dana percepatan pem­ba­ngu­nan infrastruktur daerah (DPPID), membantah terlibat dalam kasus pengadaan Alquran ini.

Seperti diketahui, KPK me­ne­tapkan dua tersangka dalam kasus ini, yakni anggota Komisi VIII DPR dari fraksi Partai Golar Zul­karnaen Djabar dan anaknya, Dendy Prasetya. Keduanya didu­ga menerima suap dalam pem­ba­hasan anggaran proyek Alquran dan laboratorium tsanawiyah. Tapi, belum ada tersangka dari pihak yang diduga menyuap mereka.

Kedua tersangka juga diduga mengarahkan pihak Kementerian Agama untuk memenangkan pe­ru­sahaan tertentu sebagai pelak­sana proyek. Pengacara Zul­kar­naen, Yusril Ihza Mahendra me­minta KPK menangani kasus ini secara proporsional. “Sementara yang saya dapat simpulkan, yang disebut dengan istilah korupsi pengadaan Alquran tidak benar sama sekali,” ujarnya.

Yusril juga mengatakan, ke­ter­libatan anak Zulkarnaen Djabbar dalam dugaan korupsi tersebut tidak berdasar. Yusril meyakini anak Zulkarnaen tidak ikut tender pengadaan Alquran tahun 2011. Pengadaan Alquran itu terjadi pada 2011. Nilai proyek sebesar Rp 35 miliar.

“Pada 2007, tidak spesifik pe­ngadaan Alquran, apalagi di­katakan pemenang tender adalah perusahaan milik anak Zulkar­naen Djabbar. Setelah kita kros­cek berdasarkan dokumen, ter­nyata tidak ada dasarnya. Anak­nya itu jangankan sebagai pe­me­nang tender, ikut saja dalam ten­der itu tidak. Dan, tidak me­nge­tahui keberadaan perusahaan yang ikut dalam percetakan pe­ngadaan Alquran tahun 2011,” tambahnya.

Biasanya Diikuti Blokir Rekening Para Tersangka

Desmon J Mahesa, Anggota Komisi III DPR

Anggota Komisi III DPR Desmon J Mahesa meminta KPK menjelaskan secara trans­paran, keterkaitan reke­ning ter­sangka kasus korupsi pe­nga­da­an Alquran dengan pihak lain­nya. KPK pun diminta tidak ragu untuk segera memblokir re­kening yang dicurigai.

“Biasanya, penetapan status tersangka diikuti oleh pem­blokiran rekening. Hal itu perlu dijelaskan KPK,” katanya. Ia mengindikasikan, pemeriksaan saksi dari kalangan perbankan, bisa ditujukan untuk menelusuri keterlibatan pihak lain.

Karena itu, rangkaian proses yang dilakukan KPK hendak­nya dilaksanakan secara trans­paran. Diingatkan, transparansi KPK harus dikedepankan. Na­mun tetap mengedepankan prinsip tanggungjawab.

“Supa­ya penyidikan berjalan secara proporsional. Tak meng­ganggu proses pengusutan per­kara,” tuturnya.

Menurut dia, hal yang paling penting dilakukan saat ini ada­lah, KPK mau me­nyam­paikan kemajuan-kemajuan pen­yi­di­kan yang dilakukan.

Sikap tersebut,  dapat me­mi­ni­malisir terjadinya kesalah pe­ngertian para pihak. Lebih lan­jut, dia berharap, rangkaian pe­meriksaan rekening para ter­sangka dan saksi-saksi dari ja­ja­ran Kemenag yang digeber KPK, memberi hasil konkret.

Diharapkan, upaya penyidik menyingkap keterlibatan pihak lain di sini segera terwujud. Ja­ngan sampai, proses penun­tasan perkara terhenti hanya sampai di sini saja. Sementara pihak yang terlibat lainnya lolos dari jerat hukum.

Jadi, tambahnya, langkah KPK yang saat ini intensif me­ngorek keterangan dari pihak BCA menjadi clear. “Tak me­nimbulkan tanda tanya,” ucap anggota DPR dari Fraksi Partai Gerindra ini.

KPK Perlu Terus Didorong

Asfinawati, Bekas Direktur YLBHI

Bekas Direktur Yayasan Lem­baga Bantuan Hukum In­donesia (YLBHI) Asfinawati me­nilai, pengusutan kasus du­gaan korupsi proyek pengadaan Alquran sudah cukup sig­ni­fi­kan. Dengan kata lain, pe­ne­ta­pan tersangka kepada politisi Partai Golkar  menunjukkan bah­wa KPK bersungguh-sung­guh dalam menuntaskan kasus ini.

“Komitmen KPK mem­be­rantas korupsi di sini perlu di­dorong. Kita ingin agar perkara-perkara korupsi menyangkut elit politik tidak mandek di te­ngah jalan,” katanya.

Menurut dia, langkah KPK me­nindak sejumlah politisi dari partai-partai ngetop,  hendak­nya tetap dilanjutkan. Soalnya, siapa pun warga negara tidak ada yang kebal hukum. Maka­nya, KPK tidak perlu ragu-ragu mengusut dugaan keterlibatan politisi lain dalam kasus ini. Dia berharap, rangkaian pe­me­rik­sa­an saksi-saksi tambahan,  mam­pu mempercepat penuntasan kasus ini.

Selain fokus pada kasus Al­quran, dia meminta KPK tetap eksis menindaklanjuti perkara korupsi lain yang diduga terkait dengan elit politik. Dia menilai, perkara korupsi terkait politik ini sangat membahayakan. “Un­tuk menyelesaikannya, jelas perlu komitmen nyata dari se­mua pihak,” ucapnya.

Dia menambahkan, Komisi Pemberantasan Korupsi hen­dak­nya segera menyelesaikan materi berkas perkara kasus ini. Hal tersebut nantinya bisa me­ngungkap fakta-fakta yang se­lama ini masih tersembunyi atau belum terungkap.

Menurut Asfinawati, subs­tansi perkara dalam kasus ini masih sangat kompleks. K­a­renanya, KPK dituntut berhati-hati dalam mengungkap kasus tersebut. [Harian Rakyat Merdeka]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA