PEMBANTAIAN ROHINGYA

Garda Bangsa Minta Myanmar Tidak Merugikan Diri Sendiri

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/aldi-gultom-1'>ALDI GULTOM</a>
LAPORAN: ALDI GULTOM
  • Senin, 06 Agustus 2012, 18:45 WIB
Garda Bangsa Minta Myanmar Tidak Merugikan Diri Sendiri
ilustrasi/ist
rmol news logo Dewan Koordinasi Nasional (DKN) Gerakan Pemuda Kebangkitan Bangsa (Garda Bangsa), yang adalah organisasi sayap Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), ikut menyuarakan protes di depan Kedutaan Besar Myanmar, Jalan Agus Salim, Menteng, Jakarta Pusat, Senin (6/8).

Garda Bangsa menyuarakan kecaman dan kutukan terhadap aksi pembantaian terhadap muslim Rohingya di barat Myanmar. Setelah berorasi sejenak sambil membentangkan spanduk berisi kritikan terhadap aksi pembantaian, massa kemudian melakukan salat ghoib di depan Kedubes Myanmar.

Ketua Umum DKN Garda Bangsa, M. Hanif Dhakiri, didampingi Sekjen Abdul Malik Haramain, dalam sikap resmi DKN kepada Pemerintah Myanmar melalui Kedubes Myanmar, menuntut dihentikannya sekarang juga semua bentuk tindakan kekerasan terhadap etnis minoritas di sana.

Kekerasan fisik, pengusiran maupun kekerasan simbolik yang dilakukan pemerintah
Myanmar akan meningkatkan eskalasi politik, mendatangkan tekanan dunia internasional yang akan menghadirkan sanksi PBB maupun hubungan diplomatik oleh sejumlah negara tetangga Myanmar.

"Ini justru merugikan bangsa Myanmar seluruhnya," tegasnya.

Untuk itu, Garda Bangsa meminta Pemerintah Myanmar membuka akses yang seluas-luasnya kepada semua pihak yang hendak mengetahui duduk masalah sebenarnya termasuk pengusutan pelanggaran HAM, Baik itu kepada minoritas Rohingya, maupun kepada pihak yang ingin memberikan bantuan kemanusiaan, kesehatan dan pendampingan pasca konflik.

Hanif juga menyatakan, pemerintah Myanmar jangan tidak adil, tidak netral dan berat
sebelah.

"Harus berorientasi pada penyelesaian secara adil, berperikemanusiaan dan berlandaskan pada nilai-nilai HAM," katanya.

Garda Bangsa juga meminta kepada Pemerintah Myanmar belajar kepada bangsa Indonesia yang pernah mengalami konflik etnis dan tirani mayoritas. Menurut Hanif, semuanya dapat diselesaikan dengan musyawarah, pendekatan sosio-budaya dan kemanusiaan.

"Sama sekali jauh dari pendekatan kekerasan maupun represifitas aparat keamanan," paparnya. [ald]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA