"Ini bukan masalah berani atau tidak berani. Tapi saya mendesak KPK dengan kecerdasan dan kecerdikannya meminta kepada presiden siapa manusia-manusia yang kongkalikong itu," tegas pakar hukum tata negara, Margarito Kamis, kepada
Rakyat Merdeka Online, Senin (23/7).
Menurut doktor hukum asal Ternate itu, Presiden dan
Sekretaris Kabinet, Dipo Alam sudah terang benderang mengaku tahu ada praktik kotor di kabinetnya dengan DPR. Maka KPK harus segera menjalankan mandat UU pembentukannya dengan meminta keterangan Presiden. Perlu diingat, KPK juga pernah meminta keterangan Wakil Presiden Boediono dalam penyelidikan kasus dana talangan Bank Century.
"Datanglah mereka (pimpinan KPK) ke Istana, kalau tidak berlima ya bertiga, katakan kepada presiden bahwa menurut hukum dia wajib memberikan keterangan atas pengakuannya soal kongkalikong uang negara," terang Margarito.
Dalam hal itu, tidak ada alasan Presiden untuk mengelak dari permintaan KPK. Pertama, Presiden telah berulangkali bersedia berada di garis terdepan dalam pemberantasan korupsi di pemerintahannya. Selain itu, informasi korupsi di kabinet itu pasti didapat Presiden dari pihak yang bukan sembarangan.
Dan lebih utama lagi, ada pasal dalam UU Tipikor yang bisa menjerat pihak-pihak yang merintangi atau menghalang-halangi penanganan dugaan korupsi. Dia contohkan, KPK menetapkan dua WN Malaysia, Mohammad Hasan bin Khusi dan Azmi bin Muhammad Yusuf, sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi PLTS Kemenakertrans di Malaysia karena mencegah, merintangi dan menggagalkan penyidikan kasus korupsi.
Pasa 21 UU 31/1999 tentang Pemberantasan Tipikor berbunyi "
Setiap orang yang dengan sengaja mencegah, merintangi, atau menggagalkan secara langsung atau tidak langsung penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan terhadap tersangka dan terdakwa ataupun para saksi dalam perkara korupsi, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 12 (dua belas) tahun dan atau denda paling sedikit Rp. 150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp 600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah)"."Katakan kepada Presiden, kalau Anda tidak kooperatif dengan KPK, Anda kena pidana. KPK minta baik-baik pada presiden, siapa saja, dan di anggaran mana saja mereka lakukan kongkalikong itu. Hal itu berlalu untuk semua warga negara, dan presiden tidak ada bedanya dengan warga negara lain di muka hukum," tegas Margarito.
Margarito menambahkan, jika presiden tidak mau memberikan keterangan yang dibutuhkan KPK, jelas 100 persen dia merintangi misi pemberantasan korupsi dan itu nilai kejahatannya sama dengan tindak korupsi itu sendiri.
[ald]
BERITA TERKAIT: