Namanya saja alternatif. Mereka yang masuk kategori tersebut pastinya bak oasis di tengah cita rasa yang hambar. Tingkat kejenuhan masyarakat pada politisi 4L (lu lagi, lu lagi) mungkin tak terbendung lagi setelah dua kali pemilihan presiden secara langsung.
Hasil survei dari Saiful Mujani Research dan Consulting (SMRC) dan Lembaga Survei Indonesia (LSI) mengungkapkan, hingga kini, belum ada calon presiden yang kuat secara elektoral.
Dan hingga kini pula belum ada capres yang memiliki tingkat elektabilitas di atas 20 persen sebagaimana dialami SBY dalam Pemilu 2009.
Berdasarkan survei yang digelar pada 20-30 Juni 2012 dan melibatkan 1.219 responden, publik yang belum menentukan pilihan mencapai 60 persen. Bisa dikatakan, jika Pilpres dilakukan hari itu maka angka Golput mencapai 60 persen.
Sementara itu suara dukungan kepada Prabowo mencapai 10,6 persen, Megawati mencapai 8 persen, Aburizal mencapai 4,4 persen, Any Yudhyono mencapai 4,3 persen, JK mencapai 3, 7 persen. Tingkat elektabilitas Surya Paloh mencapai 1,4 persen, Wiranto mencapai 1,1 persen, Sultan Hamengku Buwono mencapai 0,9 persen, Dahlan Iskan mencapai 0,9 persen dan Hatta Rajasa mencapai 0,7 persen.
Melihat data di atas harapan terhadap sosok-sosok calon presiden alternatif yang selama ini belum beredar di masyarakat luas semakain menemukan relevansinya.
Pengamat politik Universitas Indonesia (UI), Iberamsjah, mewakili suara itu. Dia meyakini, capres alternatif punya nilai jual tinggi dan ikut dijaring parpol yang lolos parliamentary threshold.
"Hingga saat ini tidak ada sosok ideal capres yang diusung parpol yang layak dijual ke publik," ujarnya.
Dia mencontohkan sosok yang tidak lagi laku di pasaran pemilih adalah Ketua Umum DPP PDIP Megawati Soekarnoputri, Ketua Umum DPP Partai Golkar Aburizal Bakrie (Ical) maupun Ketua Dewan Pembina Partai Gerindra Prabowo Subianto.
"Jadi, saya yakin capres alternatif itu akan diusung oleh partai-partai yang ada. Tentu partai itu berpikir, buat apa mengajukan capres yang pasti akan kalah. Mending usung capres yang dikehendaki rakyat,†bebernya.
Tapi hambatan politik masih besar, datang dari kalangan parpol yang masih memegang kepercayaan kuno bahwa nama ketua umum atau setingkat ketua dewan pembina pasti menyimpan elektabilitas tinggi.
Di kutub lain, masyarakat yang tidak percaya pada parpol akan sangat mendambakan figur capres alternatif dari kalangan independen. Tapi, regulasi untuk mengusung capres saat ini harus melalui jalur parpol. Padahal, keadaan jenuh dan frustasi rakyat pemilih membuat peluang bagi calon alternatif yang belum melakukan sosialisasi dan belum populer, menjadi sangat besar.
Siapapun calon alternatif itu, sementara tersebut beberapa nama seperti mantan Menko Perekonomian Rizal Ramli, mantan Menteri Keuangan Sri Mulyani, Menteri BUMN Dahlan Iskan dan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Mahfud MD, diharapkan sementara kalangan cepat-cepat mendeklarasikan diri agar dikenal publik dan masuk dalam bursa. Dengan demikian penggalangan kekuatan dari parpol dan
testing the water bisa dilakukan lebih cepat.
Betulkah capres alternatif menjadi kebutuhan mendesak dan dapat diandalkan untuk memajukan bangsa dan negara? Karena itulah Rakyat Merdeka Online memilih tema polling kali ini "
Mampukah Capres Alternatif Menekan Angka Golput?" Ya, bisakah mereka menjadi magnet suara bagi rakyat yang sudah kehilangan selera memilih?
Sementara, Jakarta sebagai barometer politik nasional yang baru saja mengelar pemilihan gubernur dapat dijadikan cermin pelajaran untuk para capres independen (jika diperbolehkan UU) dan capres alternatif yang dikawal parpol.
Salah satu calon alternatif non-parpol yang di awal cukup menjanjikan adalah pasangan Faisal Basri-Biem Benjamin. Namun di ujungnya berbeda. Berdasarkan hasil hitung cepat beberapa lembaga survei, Faisal Biem berada di urutan keempat dengan perolehan suara sebesar 5,7 persen dari Lembaga Survei Indonesia; 5,21 persen suara Jaringan Survei Indonesia; dan 5,2 persen hasil hitung cepat Indo Barometer.
Nyatanya pula, warga yang tidak menggunakan hak pilihnya dalam Pilgub DKI Jakarta (Rabu, 11/7) meningkat dibandingkan tahun sebelumnya. Memang semua hitungan masih sementara. Tapi hingga kini diprediksi kuat angka golput mencapai 40 persen. Jumlah ini meningkat dari tahun 2007 lalu yakni 35 persen.
Sebagai catatan, partisipasi pemilih dalam Pemilihan Presiden Juli 2009 lalu juga tidak maksimal. Diperkirakan mereka yang tidak menggunakan haknya pada hari pemungutan suara itu mencapai sekitar 49.212.158 atau 27,77 persen (dari berbagai sumber).
[ald]
BERITA TERKAIT: