Wajib Hukumnya Reaktualisasi Pemikiran dan Perjuangan Tokoh Bangsa

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/aldi-gultom-1'>ALDI GULTOM</a>
LAPORAN: ALDI GULTOM
  • Selasa, 10 Juli 2012, 15:15 WIB
Wajib Hukumnya Reaktualisasi Pemikiran dan Perjuangan Tokoh Bangsa
ilustrasi/ist
RMOL. Indonesia adalah sebuah kesepakatan para pendiri bangsa untuk mengikat masyarakat Nusantara menjadi satu kesatuan di tengah keragaman etnis, suku, agama atau golongan. Kesepakatan yang ada bukanlah kemudian dimaknai sekedar ada Indonesia melainkan ada sebuah kemauan bersama untuk memikirkan dan memajukan bangsa serta upaya mewujudkan cita-cita bersama.

Demikian benang merah hasil diskusi kebangsaan Suluh Kebangsaan "Negara tanpa Negarawan-Reaktualisasi Pemikiran dan Perjuangan Tokoh Bangsa IJ Kasimo, HOS Cokroaminoto, Kahar Moezakkir" seperti dalam siaran pers yang dikirimkan Direktur Eksekutif Suluh Nusantara, Stefanus Gusma.

Pemikiran-pemikiran para pendiri bangsa seperti HOS. Tjokroaminoto, KH. Ahmad Dahlan, Soekarno, H. Agus Salim, IJ. Kasimo bukan sesuatu yang tiba-tiba muncul dari langit akan tetapi diperlukan proses panjang yang kian waktu menemukan kematangan sesuai dengan konsep dan perannya yang berbeda dalam mengembangkan diskursus-diskursus di masa itu. Meski berbeda mereka memiliki tujuan yang sama yaitu kemajuan dan kemerdekaan.

Kondisi Indonesia saat ini menjadi bukti putusnya roh perjuangan yang telah dibangun oleh para tokoh bangsa dan pejuang republik. Dominasi praktek politik transaksional menjelma menjadi produk kebijakan politik yang sama sekali jauh dari kepentingan rakyat. Minimnya perdebatan gagasan kebangsaan dan ide konstruktif yang dilakukan para elit membuat masyarakat semakin apatis terhadap fungsi dan peran para pejabat negara.

Politik semata-mata hanya sebagai tujuan partai atau kelompok tertentu, politik tidak dipakai sebagai alat perjuangan kesejahteraan rakyat. Bahkan yang lebih parah dengan politik para elit bisa memperkaya diri dan kelompok dengan mengkorupsi uang rakyat atau yang disebut political corruption. Gaya borjuis dan mewah kerap ditampilkan oleh elit dan pejabat di muka umum tanpa ada rasa empati sedikitpun terhadap kondisi rakyat yang masih miskin.

"Tentu kami yakin bahwa tidak semua elit dan politisi yang ada sekarang bermental dan berkarakter poli'tikus', masih ada orang-orang yang sampai hari ini menjaga tradisi intelektual dan keberpihakan meskipun tidak mampu berbuat banyak karena sistem "pengganas" masih mendominasi," ujar Stefanus Gusma.

Kemunculan aktivis-aktivis muda yang berintegritas saat ini mutlak dibutuhkan untuk mengisi kekosongan gagasan kebangsaan yang akan diperankan dengan mendorong dari luar sistem atau bertarung di dalam sistem. Kebangkitan ide dan gagasan generasi menengah ini pasti akan disambut dengan kebangkitan kesadaran politik masyarakat.

"Sangat memungkinkan bagi kita untuk memberikan pendidikan politik yang beradab dan berkarakter bagi seluruh pemuda Indonesia melalui program-program kaderisasi yang konsisten. Penerus bangsa harus lebih berkualitas dalam gagasan dan kaya akan ide keberpihakan serta tetap kritis," tutup Gusma. [ald]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA