Herman Surjadi termasuk sosok polisi langka. Pada Maret 2009 silam dia berseteru dengan Jenderal Bambang Hendarso Danuri (Kapolri saat itu) dalam soal Pilkada Jatim yang membawa Soekarwo-Syaifullah Yusuf berkuasa.
Sebabnya, Herman nekat menyelidiki pemalsuan Data Pemilih Tetap (DPT) dan menyeret Ketua KPUD jadi tersangka. Tapi langkahnya itu diintervensi oleh Mabes Polri dengan mencopot jabatannya dan menganulir status Ketua KPUD. Akhirnya, Herman mengundurkan diri dari kepolisian.
Hari ini Herman hadir Diskusi Publik bertajuk "Kekacuan DPT DKI, Kecurangan Pilkada Jatim, Pemilu 2009" di Rumah Perubahan 2.0, komplek Duta Merlin, Jakarta Barat, Selasa (3/7). Selama menjadi polisi, dia akui telah alami kegiatan Pemilu sejak 1971 hingga menjabat menjadi Kapolda Jatim.
"Kalau ditutupi (input data ketika pemilu) akan terjadi ketidakpercayaan masyarakat kepada penyelenggara, bahkan pemenang. Jika tidak percaya, nanti rakyat dalam partisipasi politik bisa berkurang dan menjadi apatis dan ditakutkan memicu disintegrasi," ucap Herman di tengah diskusi.
Menurut dia, pemimpin yang diragukan rakyat sejak terpilih dan terbukti tak mampu membuat perubahan bisa membuat warga berpikir radikal.
"Mereka akan berpikir 'kenapa tidak bikin negara sendiri' karena semua rakyat sudah bisa menghitung sendiri sumber daya mereka. Jika didistribusikan untuk etniknya saja sudah bisa makmur, akhirnya nafsu untuk disintegrasi makin tinggi," jelasnya.
Menurutnya, kecurangan Pemilu bersifat direktif dan protektif, ada instruksi untuk curang dan diproteksi dari atas ke bawah hingga akhirnya pemilu berlangsung bersifat tertutup.
"Karena rekap datanya saja tertutup, jadi belum bisa disebut transaparan," ucap dia
. [ald]
BERITA TERKAIT: