Semata Kepentingan Bisnis, RIM Saja Bangun Pabrik BB di Malaysia bukan di Indonesia

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/zulhidayat-siregar-1'>ZULHIDAYAT SIREGAR</a>
LAPORAN: ZULHIDAYAT SIREGAR
  • Selasa, 19 Juni 2012, 09:26 WIB
Semata Kepentingan Bisnis, RIM Saja Bangun Pabrik BB di Malaysia bukan di Indonesia
dahnil anzar simanjuntak/ist
rmol news logo Pemerintah Malaysia dinilai telah memotong di tengah jalan potensi ekonomi, pariwisata dan kebudayaan Indonesia untuk kepentingan pembangunan ekonomi dan kesejahteraan negeri mereka. Caranya, negara jiran itu memanfaatkan potensi besar secara ekonomi, budaya dan pariwisata yang dimiliki Indonesia.

"Secara kebudayaan dan pariwisata kasus-kasus klaim reog ponorogo, wayang, batik dan sekarang gondang sambilan dan tor-tor merupakan cara Malaysia untuk mempercepat pengembangan pariwisata budaya maupun alam di Malaysia," ujar ekonom Dahnil Anzar Simanjuntak kepada Rakyat Merdeka Online pagi ini (Selasa, 19/6).

Klaim tersebut, sambung Dahnil, disertai promosi besar-besaran ke seluruh dunia untuk menarik minat wisatawan datang ke negara mereka dengan menawarkan heterogenitas kebudayaan dan keelokan alam Malaysia. Meski dengan cara mencaplok sebagian heritage kebudayaan Indonesia mengingat Malaysia tidak memiliki keberagaman sekaya Indonesia.

"Akibatnya, beberapa produk kebudayaan asli Indonesia justru dikenal sebagai produk kebudayaan Malaysia karena Malaysia gemar melakukan promosi besar-besaran. Sehingga dunia memilih mengunjungi Malaysia ketimbang Indonesia karena promosi tersebut," ungkap dosen Fakultas Ekonomi Universitas Sultan Ageng Tirtayasa Banten ini.

Namun, Dahnil tampaknya tak mau menyalahkan Malaysia. Menurutnya, masalahnya justru ada pada kebijakan pemerintah yang tidak berpihak kepada promosi pariwisata dan kebudayaan Indonesia ke seluruh dunia.

"Hal serupa juga terjadi pada masalah-masalah ekonomi lainnya. Karena lemahnya insentif investasi di Indonesia banyak perusahaan asing memilih investasi di Malaysia dalam bentuk pabrik dan sejenisnya yang kemudian memanfaatkan pasar Indonesia sebagai konsumen," imbuh Dahnil.

Dahnil menyontohkan keputusan produsen BlackBerry Research in Motion (RIM), yang memilih lokasi pembangunan pabriknya di Malaysia ketimbang Indonesia. Padahal, jumlah konsumen Indonesia jauh lebih banyak dibanding negara jiran tersebut. RIM memilih Malaysia, ungkap Dahnil, tentu karena hitung-hitungan keuntungan dan kenyamanan dalam berbisnis.

"Jadi bagi saya perilaku Malaysia tersebut di atas bukan masalah identitas tetapi, bagi Malaysia itu adalah strategi promosi pariwisata bagi pengembangan ekonomi Malaysia. Malaysia tahu betul memanfaatkan peluang dan potensi sedangkan kita, pemerintah Indonesia, mengabaikannya," kata Dahnil.

Karena itu, Dahnil menyarankan, pemerintah harus segera membenahi promosi wisata dan kebudayaan Indonesia untuk mendorong dunia mengenal Indonesia dan menyerap wisatawan mancanegara ke dalam negeri lebih besar. Sehingga secara alamiah kejadian serta pengakuan seperti tari tor-tor dan sebagainya tidak terulang.

"Tetapi dalam jangka pendek pemerintah Indonesia harus protes keras ke pemerintah Malaysia berkaitan dengan pengakuan tor-tor dan gondang sembilan," demikian Dahnil, yang juga Ketua PP Pemuda Muhammadiyah Bidang Buruh, Tani, dan Nelayan ini.

Kepada Rakyat Merdeka Online kemarin, Presiden Perhimpunan Anak-anak Mandailing Malaysia, Ramli Abdul Karim Hasibuan menjelaskan, yang sedang mereka perjuangkan adalah mengangkat budaya Mandailing di Malaysia ke tingkat nasional seperti budaya Melayu, Minangkabau, Jawa, India dan Tionghoa yang juga membentuk kebudayaan Malaysia.

"Sebetulnya kami tidak pernah mengklaim. Karena ini adalah warisan budaya yang tidak ada pemilik jelasnya kecuali anggota suku atau bangsa yang bersangkutan. Tetapi entah mengapa ada satu media di Indonesia yang pertama kali menggunakan kata klaim, dan setelah itu ributlah semua," katanya.

Dia menjelaskan, usul memperjuangkan budaya Mandailing ke tingkat nasional (Malaysia) itu disampaikan dalam pertemuan Perhimpunan Anak-anak Mandailing yang dihadiri Menteri Komunikasi Malaysia, Dato' Sri Utama Dr Rais Yatim pada tanggal 16 Juni lalu. Dalam kegiatan itu ada pertunjukan gondang sembilan dan tarian tortor.

Budaya Mandailing adalah warisan turun temurun yang dimiliki masyarakat Mandailing, baik yang berada di Indonesia, maupun di Malaysia. Orang Mandailing, katanya lagi, sudah ratusan tahun menetap di Semenanjung Malaya yang kemudian menjadi Malaysia. [zul]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA