Salah seorang pengamat ekonomi yang juga Koordinator Komunitas Ayo Selamatkan Indonesia (Save Indonesia Community), Budi Purnomo, mengatakan, pembatasan kepemilikan mayoritas dapat mengurangi fleksibilitas bagi bank yang hendak memperkuat permodalan dengan cara menerbitkan saham baru (
rights issue).
"Katakanlah, Bank Mega ingin meningkatkan modal dengan
rights issue. Kalau sebagian besar pemegang saham lain tidak bersedia ikut dalam rights issue, sementara pemilik hanya dapat mengambil porsi yang diizinkan agar jumlah sahamnya tidak meningkat, kemungkinan jumlah atau harga
rights issue-nya dikurangi. Berarti Bank Mega harus mencari alternatif lain untuk perkuat modalnya," ujarnya dalam keterangan pers tertulis yang dikirimkan hari ini (Rabu, 6/6).
Pilihannya, tentu memperkuat Tier 2 (modal yang disetorkan pada bank dalam bentuk equitas). Misalnya, menerbitkan sub-debt dan seterusnya. Tapi, Tier-2 juga memiliki batasan tertentu, tidak boleh lebih besar dari modal inti (Tier-1).
"Karena itu, aturan pembatasan kepemilikan saham ini harus disertai dengan fleksibilitas di aturan lainnya. Kalau tidak, bank tidak memiliki fleksibilitas untuk berkembang," ujar Budi yang pernah pernah menjadi penasehat Asosiasi Analis Efek Indonesia (AAEI) itu.
Sementara itu, Direktur Biro Riset Infobank, Eko B Supriyanto, mengingatkan dampak pembatasan kepemilikan terhadap pasar saham bank. Dia mencatat terdapat 92 bank yang kepemilikan mayoritasnya 40 persen atau lebih, dengan jumlah modal sekitar Rp 358 trilliun.
"Tidak mudah menjual saham dari 92 bank yang terkena aturan kepemilikan baru ini. Selain itu, akan mempengaruhi harga di pasar, yang sudah pasti akan turun karena over-supply saham bank," ujar Eko baru-baru ini. Karena itu dia menyarankan agar masa transisi pemenuhan batas kepemilikan saham tersebut lebih panjang.
[ald]
BERITA TERKAIT: