Kejagung Belum Tetapkan Tersangka Dari BP Migas

Gelar Uji Laboratorium Kasus Chevron

Rabu, 06 Juni 2012, 09:07 WIB
Kejagung Belum Tetapkan Tersangka Dari BP Migas
PT Chevron Pasific Indonesia
RMOL.Tersangka kasus korupsi proyek normalisasi bekas lahan eskplorasi PT Chevron Pasific Indonesia tak kunjung bertambah, alias hanya dari pihak swasta. Belum ada orang BP Migas yang disangka terlibat kasus bernilai kerugian negara sekitar Rp 200 miliar ini.

Direktur Penyidikan pada Jaksa Agung Muda Pidana Khu­sus Arnold Angkouw beralasan, pihaknya masih fokus menyidik tersangka dari PT Chevron Pa­sific Indonesia (CPI) dan dua pe­laksana proyek itu, yakni PT Green Planet Indonesia (GPI) dan PT Sumigita Jaya (SJ).

Tapi, lanjutnya, tak tertutup kemungkinan ada pihak lain yang juga terlibat kasus proyek fiktif ini. Jika didukung alat bukti yang cukup, saksi akan berubah status menjadi tersangka.

“Yang pasti, saat ini kami fokus dulu ke perusahaan pelaksana bio­remediasi itu,” ujarnya di Ge­dung Bundar Kejaksaan Agung, Jalan Sultan Hasanuddin, Jakarta Selatan, Senin malam (4/6).

Menurut Arnold, pihak BP Mi­gas juga sudah dimintai ke­te­ra­ngan mengenai pengajuan biaya (cost recovery) proyek nor­ma­lisasi tanah bekas lahan eks­plorasi PT CPI dengan cara bi­o­re­mediasi itu.

Untuk mendalami kasus ini, Ke­jaksaan Agung juga meng­ge­lar uji laboratorium. Namun, kata Arnold, hasilnya kurang mak­si­mal karena peralatan milik Ke­menterian Lingkungan Hidup (KLH) sebagai pihak yang men­jadi tuan rumah uji lab itu, tidak memadai.

Menurutnya, uji laboratorium di Pusat Sarana Pengendalian Dampak Lingkungan, Serpong, Banten itu masih menyisakan satu sampel yang tidak bisa diuji, yaitu total petroleum hidro­carbon (TPH).  

“Untuk uji TPH, mereka tidak bisa, tidak ada alatnya,” ujar Ar­nold saat ditemui di kantornya, se­usai mengikuti uji labo­ra­torium itu.

Kata Arnold, ada tiga sampel yang harus diuji, yaitu pH, TCLP dan TPH. TPH itu sangat ber­kenaan dengan logam berat dan minyak. “Itu adalah sampel yang sangat penting,” kata bekas Ke­pala Kejaksaan Tinggi Sulawesi Utara ini.

Uji lab yang berlangsung pada Senin lalu, sejak pukul 09.00 hingga pukul 15.00 WIB itu, digelar untuk memenuhi unsur obyektivitas dan transparansi. KLH dari unsur pemerintah diha­rapkan bisa menjadi penengah secara transparan.

“Kami bawa semua sampel yang kami miliki, ada segelnya, dan disaksikan bersama pihak Chevron, KLH dan para pakar,” ujarnya.

Para tersangka juga diikutserta­kan untuk melihat uji lab tersebut. “Sebenarnya uji lab ini masih bagian penyidikan, tapi untuk menghindari penyimpangan, kami lakukan secara transparan,” ujar Arnold.

Menurut Arnold, butuh waktu 14 hari untuk mengetahui hasil uji lab itu. “Tapi, kami tidak begitu ter­pengaruh pada hasil uji lab ini, sebab kami sudah punya bukti-bukti. Kami telah siap menuju proses penuntutan,” katanya.

Untuk TPH akan diuji masing-masing pihak secara sendiri-sen­diri. “Pakar kami akan me­ngujinya, nanti itu akan diadu de­ngan hasil uji milik Chevron di pengadilan. Biarlah hakim yang memutuskan,” ujar dia.

Dalam catatan Rakyat Mer­deka, pihak BP Migas merasa sudah melakukan tugas pe­nga­wasannya. “Selama ini kegiatan bioremediasi Chevron justru kami anggap sebagai proyek per­contohan dan diakui berhasil oleh Kementerian Lingkungan Hidup. Buktinya, KLH memberi nilai proper biru,” ujar Humas BP Mi­gas Gde Pradnyana.

BP Migas, lanjutnya, tidak melihat ada kerugian negara da­lam kasus ini. “Sebab, itu meng­gunakan dananya Chevron. Baru akan dibayar kembali jika tidak ada temuan audit atau pelang­garan yang mereka lakukan,” ujarnya.

Kejaksaan Agung telah me­netapkan tujuh tersangka dari PT CPI, PT GPI dan PT SJ. Namun se­m­ua tersangka, sejak diperiksa per­tama kali, beberapa waktu lalu sampai kini belum ditahan. Me­reka hanya dikenakan status ce­gah ke luar negeri, kecuali Ale­xiat Tirtawijaya yang masih di AS.

Enam tersangka lain, yang telah dicegah bepergian ke luar negeri selama enam bulan dan da­pat diperpanjang, adalah Widodo, Kukuh, Bachtiar Abdul Fatah dan Endah Rubiyanti (Chevron). Lalu Direktur Green Planet Indonesia Ricksy Prematuri dan Direktur Sumigita Jaya Herlan.

Tak Yakin Pelakunya Cuma Orang Swasta

Achmad Basarah, Anggota Komisi III DPR

Menurut Anggota Komisi III DPR Achmad Basarah, untuk mengusut kasus Chevron secara utuh, Kejaksaan Agung semes­tinya juga menelisik apakah ada orang BP Migas yang terlibat.

Jika tidak menelisik dugaan keterlibatan orang BP Migas, dia menilai, Kejaksaan Agung sejatinya tidak serius mengusut kasus ini. Padahal, Kejagung su­dah gembar-gembor bahwa ni­lai kerugian negara dalam kasus ini sangat besar, yakni Rp 200 miliar.

“Kasus korupsi berupa prog­ram fiktif yang telah berjalan bertahun-tahun, sungguh sangat memprihatinkan. BP Migas se­laku pihak yang ber­tang­gung­ja­wab atas pelaksanaan pemu­lihan tambang-tambang, patut di­duga tidak profesional,” tegasnya.

Basarah menegaskan, jika memang ada pembiaran terha­dap program fiktif, pihak BP Migas seharusnya dikenakan sanksi yang tegas. “Karena se­lama bertahun-tahun, pimpinan BP Migas tidak mengetahui ter­jadi proyek fiktif di lingkungan pengawasannya,” ujar dia.

Ketidakprofesionalan, lanjut Ba­sarah, merupakan salah satu faktor karutmarutnya mana­je­men pengelolaan energi nasio­nal. “Karena itu, kejaksaan ha­rus sungguh-sungguh me­nun­tas­kan kasus ini secara profe­sional dan cepat,” katanya.

Penetapan tujuh tersangka kasus ini, nilai Basarah, me­ru­pa­kan langkah Kejaksaan Agung yang minimalis. Soal­nya, para tersangka itu tidak ditahan.

“Saya tidak yakin kasus ini hanya melibatkan unsur swasta. Kejagung mesti mendalami, apakah ada orang BP Migas yang terlibat,” tandasnya.

Dia pun mengingatkan Ke­jak­saan Agung agar tidak mem­buka ruang curiga dalam pe­ngu­sutan kasus ini. “Jangan buka lagi ruang kecurigaan publik bahwa kejaksaan akan main mata dalam penuntasan kasus ini,” wanti-wantinya.

Bisa Dianggap Alihkan Kasus

Petrus Selestinus, Koordinator Faksi

Koordinator Forum Ad­vo­kat Pengawal Konstitusi (Fak­si) Petrus Selestinus juga berpenda­pat, Kejaksaan Agung tak cukup ha­nya mengusut ke­terlibatan orang swasta dalam kasus Chevron.

“Suatu tindak pidana korupsi, tidak mungkin hanya dilakukan pihak swasta. Justru karena pe­nyalahgunaan wewenang oleh penyelenggara negara, maka­nya ada tindak pidana,” kata Koordinator Tim Pembela De­mok­rasi Indonesia (TPDI) ini.

Kalau hanya mengusut pihak swasta, ingat Petrus, maka Ke­jagung bisa dianggap me­nga­lihkan kasus ini hanya menjadi tanggung jawab pihak swasta. “Pi­hak swasta dikorbankan sen­dirian. Penyelenggara negara ma­lah tidak tersentuh,” tegasnya.

Kejagung, lanjut Petrus, tidak bisa hanya menjerat pihak swas­­ta. Sebab, pihak swasta me­mang mencari keuntungan dari usaha­nya. “Justru penye­leng­gara ne­ga­ra­lah yang mem­be­rikan atau mem­biarkan pihak swasta mem­peroleh keuntu­ngan dengan cara tidak sah. Jadi, penyelenggara ne­gara juga bertanggung jawab.”

Lantaran itu, dia juga me­ngi­ngat­kan Kejagung agar men­da­lami dugaan keterlibatan orang BP Migas dalam kasus ini. Bila ti­dak, lanjutnya, maka komit­men dan keseriusan Kejagung mene­gak­kan hukum, patut di­pertanyakan.

“Kejaksaan malah me­run­tuh­kan profesionalisme mereka jika tak mengusut pihak BP Mi­gas. Sering kali, Kejagung gem­bar-gembor pada awal pe­na­nga­nan kasus, tapi ujung-ujungnya tidak jalan. Pengusutan kasus jangan berputar-putar saja. Usut dugaan keterlibatan orang BP Migas,” tandasnya. [Harian Rakyat Merdeka]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA