Tokoh yang Sudah Siap Nyapres tapi Tak Jadi karena Suara Partai Kurang Bisa Malu Luar Biasa

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/zulhidayat-siregar-1'>ZULHIDAYAT SIREGAR</a>
LAPORAN: ZULHIDAYAT SIREGAR
  • Minggu, 03 Juni 2012, 10:27 WIB
Tokoh yang Sudah Siap <i>Nyapres</i> tapi Tak Jadi karena Suara Partai Kurang Bisa Malu Luar Biasa
ilustrasi
RMOL. Imbauan Wakil Ketua MPR yang juga Wakil Ketua Umum DPP PPP Lukmah Hakim Saifuddin agar partai politik mulai menjaring dan mengenalkan calon presiden potensial yang didukung pada pemilihan presiden 2014 disambut baik.

"Sebenarnya pengenalan capres itu lebih dini lebih baik. Karena masyarakat akan bisa memilah-milah karakter masing-masing orang yang akan tampil sebagai pemimpin di republik ini. Saran itu sesungguhnya positif," ungkap Sekjen DPP Partai NasDem Ahmad Rofiq kepada Rakyat Merdeka Online pagi ini (Minggu, 3/6).

Hanya persoalannya, lanjut Rofiq, siapa yang bisa dicapreskan itukan harus didukung oleh partai yang memenuhi kuota tertentu. Bila merujuk pada UU Pilpres 2009, yang berhak mengajukan capres-cawapres adalah partai atau gabungan partai yang memenuhi 20 persen kursi di DPR atau meraup suara pemilih sebesar 25 persen pada pemilihan umum.

"Para calon pemimpin, para capres itu terkadang-kadang tidak mau terlalu dini. Karena ada ketidakpastian terhadap dirinya apakah betul akan dicapreskan atau tidak. Kalau dia sudah terlanjur campaign sementara kursi tidak mencukupi, maka dia akan menanggung malu yang luar biasa. Mereka ini bisa dihadapkan dalam situasi yang ambigu. Apakah mendahului atau menunggu (kepastian jumlah ) suara (dan) kursi," ungkap Rofiq.

Namun, masih kata Rofiq, bisa saja partai politik mengumumkan sejak dini siapa capres yang akan diusung. Dengan maksud, pengumuman dini capres itu bisa membawa korelasi positif terhadap suara partai yang bersangkutan pada Pemilu 2014 nanti.

"Jadi ada korelasi antara calon presiden dan pileg yang akan dilangsungkan pada 2014. Mestinya begitu. Masyarakat tahu siapa caleg dan capresnya sekaligus," ungkapnya.

Tapi lagi-lagi, sambung Rofiq, pencapresan dini ini bisa terbentur dengan adat ketimuran, yang hidup di masyarakat. "Kita selalu diperhadapkan bahwa yang maju duluan itu dibilang ambisius dan masyarakat menilainya negatif," demikian Rofiq. [zul]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA