Saat ini ada dua lambang kepalangmerahan yang diakui oleh Federasi Palang Merah Internasional. Yaitu, palang merah dan bulan sabit merah.
Hal itu dikatakan Jusuf Kalla dalam Rapat Dengar Pendapat Umum bersama Badan Legislasi DPR membahas RUU Lambang PMI di gedung DPR, Senayan, Jakarta (Selasa, 22/5).
"Dualisme lambang ini bermula dari perang antara Turki dan Rusia pada tahun 1878. Saat itu tentara Turki merubah lambang palang merah menjadi bulan sabit merah," ungkapnya.
Pada tahun 1929 , Palang Merah Internasional mengakui kedua-duanya. Saat ini, ada 30 negara Islam menggunakan simbol bulan sabit merah dan 150 negara memakai palang merah. "Dua-duanya sama saja," ungkapnya.
Masih sambung JK, pada 19 September 1945, Wakil Presiden Muhamad Hatta tetap memakai simbol palang merah yang kemudian diratifikasi dari Konvensi Jenewa oleh DPR pada tahun 1958. Alasan penentuan satu lambang, karena memang Federasi Palang Merah Internasional mewajibkan setiap negara untuk memilih salah satu lambang tersebut, palang merah atau bulan sabit merah. Hal ini untuk menghindari kebingungan dan konsekuensi fatal di dalam perang.
"Apabila Indonesia pakai lambang palang merah maka semua tentara yang memakai emblem (lambang) palang merah tidak boleh menembak dan ditembak. Kalau tidak sesuai dengan undang-undang bisa salah. Begitu juga , katakanlah undang-undang kita mengatakan kalau lambang yang dipakai bulan sabit merah,dan tentara memakai emblem bulan sabit merah, dia boleh ditembak," jelasnya.
JK pun memastikan, dalam lambang PMI tidak ada maksud simbol-simbol partai dan agama. "Semua golongan, agama, partai bisa masuk PMI. Yang kami bantu pun semua golongan," katanya meyakinkan. [zul]
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.
BERITA TERKAIT: